Kuasa Yesus dan Penyakit Kusta Modern

0
46 views
Ilustrasi: Yesus dan penderita sakit kusta. (Ist)

PENYAKIT menular seperti lepra menakutkan bagi manusia. Ingatlah ketika Covid-19 melanda dunia. Kepanikan terjadi di mana-mana. Orang yang terjangkiti harus mengisolasi diri. Betapa tidak nyamannya terisolasi.

Lepra pada zaman Perjanjian Lama merupakan penyakit mematikan dan menular. Penderitanya harus memisahkan diri dari masyarakat (Imamat 13:46). Bayangkan, hidup terpisah dari sesama tanpa “handphone” dan koneksinya! Setelah sembuh, orang mesti mengikuti ritual tertentu. “Pergilah, perlihatkanlah dirimu kepada imam, dan bawalah persembahan untuk upacara penyucianmu yang diperintahkan oleh Musa, sebagai bukti bagi mereka.” (Markus 1:44).

Orang menganggap penyakit itu sebagai kutukan akibat dosa. Waktu itu tidak ada yang bisa menyembuhkannya. Para penyandangnya menunggu waktu mati. Mereka hidup dalam penderitaan, kecemasan, dan ketakutan mendalam. Tidak ada yang dapat menolongnya. Putus asa.

Kita dapat memahami kata-kata penyandang lepra di hadapan Yesus, “Kalau Engkau mau, Engkau dapat menyembuhkan aku” (Markus 1:40). Dia menaruh iman dan harapannya pada Yesus. Tergerak hatinya oleh belas kasihan, Yesus mengulurkan tangan dan menyembuhkannya dengan bersabda, “Aku mau, jadilah engkau sembuh.” (Markus 1:41).

Bertemu dengan penyandang kusta dilarang, karena bakal tertular dan mati. Tetapi Yesus malah menyentuhnya. Mengapa? Karena Dia tidak akan tertular penyakit itu, tetapi menyembuhkannya. Orang memperoleh harapan dan hidupnya dari Yesus.

Yesus menyembuhkan pelbagai penyakit yang merupakan simbol dosa. Lepra adalah simbol dosa berat. Hanya Tuhan yang dapat menyembuhkannya dan memulihkan kembali relasi manusia dengan Tuhan dan sesamanya. Penyandang lepra itu dengan rendah hati mohon bantuan Yesus (Markus 1:40). Demikian pula hendaknya para pelaku dosa berat.

Kita bersyukur bahwa penyakit kusta tidak lagi menghantui masyarakat kita. Namun, dunia kita menderita kusta sosial. Banyak orang hudup dalam isolasi. Mereka terpisah dari keluarga dan masyarakatnya.

Sebagian dibuang dan diasingkan, karena alasan sosial dan politik. Ada pula yang karena dianggap tidak berguna lagi seperti penderita sakit dan kaum lansia. Mereka hidup dalam putus asa, karena hidupnya tidak berarti lagi; seperti menunggu mati.

Yesus ingin memulihkan mereka dan memberikan harapan. Dalam Yesus, orang menemukan makna hidupnya. Dia ingin melakukan hal itu lewat kita, para pengikut-Nya. Santa Teresa dari Kalkuta menjadi salah satu contoh konkretnya. Bersediakah kita menjadi kepanjangan tangan Tuhan Yesus?

Minggu, 11 Februari 2024
Albherwanta O.Carm

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here