Kunjungan Paus Fransiskus di Indonesia: Perjalanan Iman, Persaudaraan, dan Belarasa untuk Kesatuan (14)

0
59 views
Paus Fransiskus dan Imam Besar Masjid Istiqlal Prof Nasaruddin Umar tandatangani Deklarasi Bersama Istiqlal 2024. Duduk di belakang keda pemrakarsa deklarasi ini adalah Romo Markus Solo Kewuta SVD, imam religius Serikat Sabda Allah asal Flores, Indonesia, yang berkarya di Dikasteri Hubungan Antar Agama Vatikan. (Indonesia Papal Visit Committee)

KUNJUNGAN apostolik Paus Fransiskus ke Indonesia terjadi tanggal 3-6 September 2024. Ini merupakan kunjungan bersejarah. Mengangkat tiga tema yang berbunyi “Iman, Persaudaraan, Belarasa”.

Saya merefleksikan kunjungan apostolik Paus Fransiskus ini untuk misi kesatuan.

Ini menekankan betapa pentingnya perjalanan Paus Fransiskus ke Indonesia yang menandainya sebagai peristiwa penting dalam konteks diplomasi kenegaraan, pendidikan, dialog antar umat beriman, seni, dan budaya.

Hal ini menggarisbawahi bahwa kunjungan ini penting dalam sejarah interaksi antara Vatikan dan Indonesia.

Logo kunjungan apostolik Paus Fransiskus ke Indonesia, 3-6 September 2024. (Indonesia Papal Visit Committee)

Perjalanan iman ini mencerminkan aspek spiritual kunjungan tersebut. Paus Fransiskus dikenal luas, karena imannya yang mendalam dan perannya sebagai pemimpin spiritual tertinggi seluruh umat Katolik di seluruh dunia. Paus Fransiskus membawahi lebih dari 3.000 keuskupan di seluruh dunia; lebih dari 400.000 Gereja Katolik, dan memiliki umat sebanyak 1,7 miliar orang Katolik di seantero bumi.

Kunjungannya merupakan sebuah inspirasi baru bagi semua manusia di bumi ini di mana beliau berusaha memperkuat dan mendorong dialog untuk terus-menerus bertoleransi dan menghormati keberagaman setiap individu.

Keberagaman ini mendorong persaudaraan dalam membangun hubungan dan memupuk rasa persaudaraan di antara berbagai komunitas, mempromosikan rasa saling menghormati, dan memupuk solidaritas di antara kelompok.

Paus Fransiskus mendapat sapaan dari umat Muslim di halaman Masjid Istiqlal. (Titch TV/Budi Handoyo)

Paus Fransiskus Saat Berada di Istana Negara Kesatuan Republik Indonesia ( NKRI ) 4/9/2024.

Selama bertahun-tahun, Indonesia mempertahankan prinsip Bhinneka Tunggal Ika yang memungkinkan orang berbagai suku dan agama bersatu di negara ini. Paus Fransiskus kemudian menyatakan bahwa Gereja Katolik ingin melakukan dialog lintas umat beriman untuk meningkatkan rasa saling percaya.

Bapa Suci menekankan bahwa Gereja Katolik bekerja untuk kebaikan bersama. Beliau juga ingin memperkuat kerjasama dengan berbagai lembaga negara dan pihak lain yang terlibat dalam masyarakat sipil sebagaimana terungkap dalam pidato resmi Paus Fransiskus di Istana Negara.

“Bapak Presiden, para pejabat yang terhormat, para perwakilan masyarakat sipil yang terhormat, dan anggota korps diplomatik. Saya sangat berterimakasih kepada Bapak Presiden atas undangan yang luar biasa untuk mengunjungi negara Indonesia dan atas sambutan yang sangat baik yang saya terima.”

Garuda Indonesia dengan motto Bhinneka Tunggal Ika. (Indonesia Papal Visit Committee)

Kemudian Bapa Suci Paus Fransiskus melanjutkan dengan mengatakan:

“Seperti samudera yang menyatukan seluruh kepulauan Indonesia, sikap saling menghargai terhadap perbedaan budaya, etnis, bahasa, dan agama dari semua kelompok yang ada di Indonesia adalah ikatan yang tidak tergantikan; yang menyatukan Indonesia menjadi bangsa yang bersatu.

Semboyan negara kalian Bhinneka Tunggal Ika mengungkapkan realitas berbagai sisi dari berbagai orang yang bersatu padu dalam satu bangsa.

Semboyan ini juga menunjukkan bahwa, seperti keanekaragaman hayati, kepulauan ini memberikan kekayaan dan keindahan, perbedaan-perbedaan ini secara khusus membentuk mosaik yang sangat besar, di mana masing-masing keramiknya adalah unsur tak tergantikan dalam mosaik.

Paus bertemu uskup, focolarini, imam, seminaris dan katekis di Gereja Katedral

Berikut ini adalah cuplikan pidato Paus di Gereja Katedral Jakarta

“Gereja dibawa ke depan oleh para katekis; para biarawati, para imam, dan uskup kemudian mengikuti, tetapi katekis adalah kekuatan pendorong Gereja. Presiden dari negara Afrika memberi tahu saya saat saya berkunjung ke sana bahwa ayahnya yang seorang katekis telah membaptisnya. Iman menyebar dari rumah. Para ibu dan nenek, bersama dengan para katekis, meneruskan iman.

Saya sangat berterimakasih kepada semua katekis, karena kualitas mereka yang luar biasa. Terima kasih banyak. Tidak peduli apa gelar paus, kardinal, uskup, imam, biarawati, umat awam, dan anak-anak – kita semua adalah saudara dan saudari. Setiap individu memiliki tanggungjawab khusus untuk meningkatkan anggota umat Allah.

Saya berterimakasih kepada Bapak Kardinal Suharyo dan Presiden Konferensi Waligereja atas pernyataannya dan saya juga berterimakasih kepada saudara-saudari yang telah menyampaikan kesaksiannya kepada kita.

Iman, Persaudaraan, dan Belarasa adalah moto kunjungan apostolik ini seperti yang diketahui. Saya pikir ini adalah tiga kebajikan yang paling baik menggambarkan perjalanan sebagai Gereja dan karakter sebagai negara yang beragam secara budaya dan etnis.”

Memaknai tiga tema kunjungan apostolik

  • Iman adalah fondasi kehidupan kristiani dan juga merupakan sumber kekuatan dan inspirasi dalam perjalanan spiritual dan sosial.
  • Iman mendorong orang untuk percaya dan bertindak sesuai dengan ajaran Kristus, memberikan arah dan tujuan dalam kehidupan sehari-hari.
  • Sementara persaudaraan menekankan pentingnya hubungan yang saling mendukung dan berbagi di dalam komunitas. Dalam konteks negara yang beragam secara budaya dan etnis, persaudaraan menuntut pengakuan dan penghormatan terhadap perbedaan serta upaya untuk menciptakan keharmonisan dan solidaritas di antara berbagai kelompok.
  • Yang terakhir ialah belarasa mencakup sikap empati dan kepedulian terhadap orang lain. Terutama mereka yang mengalami kesulitan atau penderitaan. Ini mendorong tindakan nyata untuk membantu dan melayani sesama, menjadikan dunia tempat yang lebih adil dan manusiawi.

Bertemu Scholas Occurrentes dan kaum muda lainnya

Bapa Suci Paus Fransiskus mengunjungi Grha Pemuda di mana pertemuan dengan kaum muda Scholas Occurrentes berlangsung. Paus disambut oleh para pemimpin Scholas Occurrentes dan 100-an anak Keuskupan Agung Jakarta di halaman bersebelahan dengan Grha Pemuda.

Dua anak memberi hadiah kepada Paus, sementara yang lain menyanyikan sebuah lagu pujian. Paus kemudian memasuki Ruang Santo Mathias dan Santo Tadeus di mana beliau bertemu dengan para peserta Proyek “Scholas Aldeas”. Ditemani masuk ke Ruang Santo Yakobus, Paus kemudian melakukan pertemuan pribadi dengan dewan pengurus Scholas Occurrentes.

Setelah berdiskusi singkat dengan beberapa siswa, Bapa Suci Paus Fransiskus menyelesaikan polihedron hasil kreasi kaum muda; menempatkan bagian terakhir pada tempatnya. Akhirnya, Paus menanam pohon dan memberi berkat terakhir.

Setelah pertemuan malam itu usai, rombongan Paus Fransiskus berhenti di beberapa tempat di sepanjang jalan sebelum kembali ke Nunciatura. Perjalananan dari Gereja Katedral ke Kedubes Vatikan ini berlangsung sekitar satu jam, karena Paus berkali-kali menyapa masyarakat Indonesia; khususnya anak-anak yang berkumpul di sepanjang rute.

Pertemuan di Mesjid Istiqlal 5 September

Paus dalam pidatonya di halaman Masjid Istiqlal mengatakan demikian:

“Saya senang berada di sini; di Masjid terbesar di Asia, bersama kalian semua. Saya menyapa Imam Besar dan berterimakasih atas sambutannya,yang mengingatkan kita bahwa tempat ibadah dan doa ini juga merupakan ‘rumah besar bagi umat manusia’; di mana setiap orang dapat masuk dan meluangkan waktu untuk diri mereka sendiri, untuk memberikan ruang bagi kerinduan akan sesuatu yang tak terbatas yang dibawa oleh setiap orang di dalam hati kita, dan untuk mencari perjumpaan dengan yang Ilahi serta merasakan sukacita persahabatan dengan orang lain.

“Selain itu, saya ingin mengingatkan kembali bahwa masjid ini dirancang oleh arsitek Friedrich Silaban, seorang Kristen yang memenangkan kompetisi desain. Hal ini membuktikan fakta bahwa sepanjang sejarah bangsa ini dan dalam struktur budayanya, masjid -seperti halnya tempat ibadah lainnya- merupakan ruang dialog, saling menghormati dan hidup berdampingan secara harmonis antara agama dan kepekaan spiritual yang berbeda. Ini adalah anugerah besar yang harus dikembangkan setiap hari, sehingga pengalaman keagamaan dapat menjadi titik acuan bagi masyarakat yang bersaudara, damai, dan tidak pernah menjadi alasan untuk berpikiran sempit atau konfrontasi.

Dengan mengingatkan kita akan pentingnya keberagaman dan dialog antar agama melalui arsitektur dan tempat ibadah, Anda menekankan betapa pentingnya menciptakan dan memelihara ruang yang mendukung interaksi positif antara komunitas yang berbeda.

Ini adalah anugerah dan tanggung jawab bersama untuk terus mengembangkan budaya saling menghormati dan hidup berdampingan secara harmonis.”

Pertemuan di KWI dengan kelompok disabilitas

Berikut ini cuplikan pidato Paus Fransiskus saat bertemuj dengan kelompok disabilitas.

“Saya sangat senang berada di sini bersama kalian. Terimakasih khususnya kepada Ketua KWI. Teman-teman yang terkasih, kita semua saling membutuhkan satu sama lain dan itu bukanlah hal yang buruk. 

Hal ini membantu kita untuk semakin memahami bahwa hal yang paling penting dalam hidup kita adalah kasih (bdk. 1 Kor 13:13) dan menyadari betapa banyak orang baik yang ada di sekeliling kita.

Hal ini juga mengingatkan kita betapa Tuhan mengasihi kita masing-masing dan setiap orang; bahkan dengan keterbatasan dan kesulitan kita (Rm. 8:35-39).

Masing-masing dari kita adalah unik di mata-Nya dan Dia tidak pernah melupakan kita; tidak pernah.

Marilah kita selalu mengingat hal ini, untuk menjaga harapan kita tetap hidup dan berjuang tanpa lelah untuk menjadikan hidup kita sebagai hadiah bagi orang lain (Yoh. 15:12-13).

Terimakasih untuk pertemuan ini dan untuk semua yang telah kalian lakukan bersama. Saya memberkati kalian dan saya berdoa untuk kalian. Dan saya juga meminta kalian untuk tidak lupa mendoakan saya. Terimakasih.”

Homili Paus Fransiskus saat ekaristi di GBK

“Perjumpaan dengan Yesus memanggil kita untuk menghidupi dua sikap dasar yang memampukan kita untuk menjadi murid-murid-Nya. Sikap pertama adalah mendengarkan firman. Dan yang kedua adalah menghidupi firman.

Pertama mendengarkan, karena segala sesuatu berasal dari mendengarkan; dari membuka diri kita kepada-Nya, menyambut anugerah berharga dari persahabatan-Nya.

Maka penting untuk menghidupi firman yang telah kita terima; agar tidak mendengarkan dengan sia-sia dan menipu diri kita sendiri (bdk. Yak. 1:22).

Sesungguhnya, mereka yang mengambil risiko mendengarkan hanya dengan telinga, mereka tidak membiarkan benih firman masuk ke dalam hati mereka dan dengan demikian mengubah cara berpikir, merasa, dan bertindak. Dan ini tidak baik. Firman yang diberikan,dan diterima melalui pendengaran, ingin menjadi hidup di dalam diri kita, mengubah kita, dan berinkarnasi di dalam kehidupan kita.

Injil yang baru saja diberitakan menolong kita untuk merefleksikan dua sikap penting ini: mendengarkan firman dan menghidupi firman.

Pertama-tama, mendengarkan firman. Penginjil menceritakan bahwa banyak orang berbondong-bondong datang kepada Yesus dan “orang banyak itu berdesak-desakan untuk mendengarkan firman Allah” (Luk. 5:1).

Mereka mencari Dia, lapar dan haus akan firman Tuhan. Dan mereka mendengarnya bergema dalam perkataan Yesus yang diulang berkali-kali dalam Injil; menunjukkan kepada kita bahwa hati manusia selalu mencari kebenaran yang dapat memberi makan dan memuaskan keinginannya akan kebahagiaan. Kita tidak dapat dipuaskan hanya dengan kata-kata manusia, pemikiran duniawi, dan penilaian duniawi. Kita selalu membutuhkan Cahaya dari tempat yang tinggi.

Mengakui bahwa pemikiran dan penilaian duniawi sering kali terbatas dan tidak selalu cukup untuk memenuhi kebutuhan spiritual dan moral kita. Meskipun penting untuk menggunakan akal sehat dan penilaian rasional dalam kehidupan sehari-hari, ada dimensi yang lebih dalam dan lebih luas yang tidak selalu dapat dijelaskan atau dipahami hanya dengan pendekatan duniawi.

Menggambarkan bahwa manusia membutuhkan ‘Cahaya dari tempat yang tinggi’ mengindikasikan kebutuhan akan bimbingan dan inspirasi yang berasal dari sumber yang lebih tinggi, seperti nilai-nilai spiritual, keyakinan agama, atau pengalaman mistis.

Ini adalah pencarian makna yang lebih dalam dan pencerahan yang hanya dapat diperoleh melalui hubungan dengan sesuatu yang transenden.

Perayaan ekaristi bersama Paus Fransiskus di GBK Senayan, Kamis 5 September 2024. (Titch TV/Budi Handoyo)

Ref: https://www.vatican.va/content/francesco/en/homilies/2024/documents/20240905-indonesia-messa.html

Baca juga: OMK Paroki Krapyak Semarang Goes to GBK Senayan, Hadiri Perayaan Ekaristi Paus Fransiskus (13)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here