Labuan Bajo, Flores: Pelatihan ABCD bagi Fungsionaris Pastoral Lintas Komisi Regio Nusra

0
267 views
Training to Trainer untuk program ABCD. (Hironimus Adil)

HARI-hari ini, para fungsionaris pastoral lintas komisi-komis seluruh keuskupan se-Regio Nusa Tenggara (Nusra) berjumpa di Labuan Bajo, Keuskupan Ruteng.

Fungsionaris pastoral yang hadir antara lain para delegasi yang menjadi wakil dan utusan dari:

  • Komisi PSE.
  • Caritas.
  • Komisi Keadilan, Perdamaian dan Pastoral Migran Perantau (KKP-PMP).
  • Sekretariat Gender dan Pemberdayaan Perempuan (SGPP).

Delapan keuskupan di Nusra

Ada delapan keuskupan yang tergabung dalam regio ini.

Sebanyak tujuh keuskupan di wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Masih ditambah Keuskupan Denpasar di luar NTT yang meliputi wilayah pelayanan umat di Provinsi Bali dan NTB.

Masing-masing keuskupan mengutus rata-rata empat orang perwakilan, kecuali tuan rumah (Keuskupan Ruteng) sedikit lebih banyak.

Hadir pula dalam forum pelatihan ini adalah:

  • Sekretaris Eksekutif Komisi PSE KWI: Romo Ewaldus Pr.
  • Sekretaris SGPP KWI: Sr. Natalia OP.

Fasilitator yang menjadi narasumber kegiatan ini ditangani sepenuhnya oleh Tim Karitas Indonesia (Karina KWI). Langsung dipimpin oleh Direktur Karina Romo Fredy Rante Taruk Pr dan Manajer Karina Donatus Akur.

Lalu masih juga mengikutsertakan dua orang anggota Tim Karina lainnya. Plus Sdri. Margaretha dari Caritas Australia untuk wilayah Indonesia dan Vietnam.

ToT Program Asset-Based Community-Driven Development

Ini memang bukan perjumpaan biasa, tetapi ada pembelajaran bersama dalam pelatihan berlabel Training of Trainers (ToT) ABCD (Asset Based Community Driven Development). Atau Pelatihan bagi Para Pelatih dengan pendekatan “Pembangunan Berbasis Aset oleh Komunitas.”

Para peserta mendalami metode ABCD ini selama beberapa hari kegiatan, sudah dimulai sejak tanggal 10 sampai 13 Maret 2022 dan berlangsung di Hotel Sylvia Labuan Bajo.

Perayaan Ekaristi membuka program acara ToT ABCD (Asset Based Community Driven Development)

Tarian Kepok khas Manggarai

Hari kedatangan peserta dan fasilitator dari Jakarta Rabu (9/3), disambut dengan seremoni ritual adat Manggarai yang disebut ‘Kepok’. Lalu, dilanjutkan dengan presentasi karya pelayanan Komisi PSE, KKP-PMP, SGPP, dan Caritas Keuskupan Ruteng selaku tuan rumah.

Pelatihan dibuka dengan Perayaan Ekaristi, Kamis (10/3) kemarin, dipimpin oleh Vikjen Keuskupan Ruteng Romo Alfons Segar didampingi Sekretaris Eksekutif Komisi PSE KWI dan Direktur Karina.

Usai Perayaan Ekaristi, kegiatan dilanjutkan acara pembukaan.

Penguatan kapasitas fungsionaris pastoral

Ketua Penghubung Komisi PSE Regio Nusra Romo Marianus Welan Pr mengungkapkan, kegiatan ini bertujuan untuk penguatan kapasitas para fungsionaris pastoral lintas komisi dalam rumpun kemasyarakatan. Caranya, dengan mendalami pola ABCD.

“Komisi PSE juga menggandeng komisi lainnya seperti KKP-PMP, SGPP dan Caritas sebagai sesama rumpun kemasyarakatan. Supaya terjadi saling sinergi-kolaborasi serta bangun strategi bersama dalam karya pelayanan untuk pengembangan komunitas,” ungkap Romo Marianus Welan Pr, Ketua Penghubung Regio Nusra sekaligus Ketua Komisi PSE Keuskupan Larantuka.

Sambutan dari Vikjen Keuskupan Ruteng Romo Alfons Segar Pr

Romo Marianus berharap agar ToT ini mampu melahirkan fasilitator yang di kemudian hari bisa memfasilitasi pelatihan di wilayah keuskupan masing-masing; khususnya dalam upaya mengembangkan pendekatan ABCD.

Vikjen Keuskupan Ruteng Romo Alfons Segar Pr menyambut gembira dilaksanakannya pelatihan ini.

Menurut Vikjen, dalam karya pelayanannya, Gereja selalu mencari dan menemukan metode-metode aktual. Sehingga memiliki daya ungkit dalam pelayanan kemanusiaan; baik bagi umat maupun pelayanan di tengah masyarakat.

“Dari TOR kegiatan yang saya baca, metode atau pendekatan ABCD ini benar-benar bertolak dari potensi yang ada dalam masyarakat itu sendiri; baik SDM maupun sumber daya lainnya. Kita juga perlu memahami situasi aktual kongkret sebagai pelayanan kita,” kata Romo Alfons, yang kemudian membuka kegiatan ini secara resmi.

Apresiasi dari tim fasilitator

Apresiasi atas pertemuan lintas komisi ini disampaikan oleh Sekretaris Eksekutif Komisi PSE KWI Romo Ewaldus.

Menurut imam diosesan Keuskupan Sintang di Kalbar ini, demikian kata Romo Ewal, “Ini acara (pelatihan) luar biasa diselenggarakan oleh PSE Regio Nusra, karena berhasil melibatkan komisi-komisi lain dalam rumpun kemasyarakatan.”

Menurut Romo Ewal, demikian panggilan akrabnya, acara ini merupakan kesempatan belajar bersama untuk meningkatkan kapasitas para fungsionaris pastoral terkait agar dapat melayani umat maupun masyarakat lebih baik lagi.

“Semoga pelatihan ini semakin meningkatkan kapasitas dan kolaborasi yang solid untuk pelayanan umat dan masyarakat kita,” demikian harapnya.

Apresiasi yang sama juga diungkapkan Direktur Karina Romo Fredy Rante Taruk.

Menurut imam diosesan Keuskupan Agung Makassar, kolaborasi antara komisi-komisi pastoral yang melekat dengan KWI atau Keuskupan serta organisasi sosio pastoral Gereja seperti Caritas menjadi strategis sehingga tidak perlu membeda-bedakan.

“Sebab kadang orang bertanya tentang PSE dan Karina atau Caritas keuskupan. Kita perlu paham, komisi-komisi pastoral itu lebih banyak untuk pelayanan umat.

Kita juga butuh organisasi sosio pastoral Gereja untuk bertemu dan pelayanan langsung ke masyarakat (publik).

Caritas juga kadang mengurus persoalan migran perantau yang menjadi tugas pastoral KKP-PMP dalam reksa pastoral kita atau urusan yang berkaitan dengan pemberdayaan perempuan yang memang menjadi fokus pelayanan SGPP.

Jadi ada saling keterkaitan, dan dengan kolaborasi seperti ini pelayanan kemanusiaan kita akan semakin terintegrasi, tertata, dan terkoordinasi,” ungkap Romo Fredy.

Usai acara pembukaan, waktu sepenuhnya diserahkan kepada Tim Fasilitator yang secara bergantian menjelaskan secara sederhana sesi demi sesi; sesuai kertas kerja yang telah disediakan.

Sesuai namanya, kata Romo Fredy, pembangunan berbasis aset oleh komunitas, dalam pengembangan komunitas/masyarakat dengan memakai pola ABCD itu dimulai dengan apa yang kita miliki, dan membangun dengan apa yang kita ketahui’.

Ini juga menjadi kata-kata kunci dari pendekatan ABCD.

Romo Freddy Rante Taruk Pr.

Eksis sejak tahun 1993

Sejatinya, istilah “Asset Based Community Development” (ABCD) diperkenalkan pertama kali tahun 1993 hasil ciptaan Krezmann dan McKnight.Keduanya meneliti komunitas yang sukses dan mengidentifikasi faktor-faktor kesuksesan yang sama.

Istilah ini kemudian menjadi pendekatan pembangunan yang mampu merangkul tradisi panjang tentang mobilitas aset komunitas. Di mana umat manusia secara konsisten berkembang dengan memanfaatkan aset alam, kebijaksanaan, kolektivitas, budaya, jaringan sosial, dan inovasi material.

ABCD sebagai pendekatan berfokus pada kekuatan, kemampuan, peluang, bakat, dan keahlian sebagai landasan. Dengan kata lain, pendekatan ABCD ini menggunakan apa yang kita miliki dan membangun dari apa yang kita ketahui.

Alur proses pelatihan ini, peserta diajak mulai dari memahami definisi ABCD, memahami paradigma (cara berpikir atau sudut pandang) pendekatan ABCD (membedakannya dengan pendekatan berbasis kebutuhan), memahami proses (cara logis melakukan sesuatu) pendekatan ABCD, sampai pada memahami bagaimana mengimplementasi/mempraktekan dengan pendekatan ABCD.

Dalam pelatihan ini, peserta juga disuguhkan dengan beberapa studi kasus, menggali gagasan peserta terkait beberapa hal yang relevan dengan keadaan kongkret masyarakat, juga diselingi nonton film dan permainan yang relevan dengan materi pelatihan ini.

Di sela-sela pelatihan hari pertama, Bapak Uskup Ruteng Mgr. Siprianus Hormat hadir siang dan menyapa peserta maupun para fasilitator.

Bapak Uskup Ruteng mengharapkan agar melalui pelatihan ini, para peserta diperkaya dan saling memperkaya. Berangkat dari pengalaman setiap keuskupan dan pikiran-pikiran yang baik untuk meningkatkan kualitas pelayanan Gereja.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here