Lebaran Sebentar Lagi, Berkat Berdatangan Kembali

0
353 views
Ilustrasi: Para suster Abdi Kristus (AK) jadi pager ayu saat Lebaran di Gedanganak Ungaran. (Ist)

“Lebaran sebentar lagi,

Berpuasa sekeluarga,

Sehari penuh yang sudah besar,

Tengah hari yang masih kecil,

Alangkah asyik pergi ke masjid,

Solat Terawih bersama-sama.”

Lagu gubahan Bimbo di atas dirilis tahun 2006. Nada manis menelusup ke dalam telinga. Liriknya sederhana dan penuh pesan bermakna.

Belakangan, lagu itu dinyanyi-ulang oleh grup Band Gigi (2015). Tentunya dengan nada nge-rok, hingga makin meresap di kalangan anak-anak muda.

Suara Bimbo atau Gigi sama apiknya. Saya menyukai keduanya. Lebih-lebih bila didengarkan menjelang Lebaran tiba. Ketika puasa tinggal sebentar lagi, sementara kegembiraan Hari Raya terbayang di depan mata. Maka rongga dada dipenuhi berbagai rasa bahagia.

Bimbo menggunakan kata “Lebaran”. Mungkin agar mudah diresapkan oleh siapa saja yang mendengarnya. 

Lebaran dan Idul Fitri

Pesan Bimbo memperkuat perspektif KH Zainuddin MZ. Dalam tausiahnya yang tayang di YouTube dan berdurasi hampir 3 jam, “Da’i sejuta umat” itu menjelaskan dengan bijaksana sekaligus menyejukkan,

“Lebaran adalah tradisi yang setiap kita boleh ikutan. Siapa saja. Puasa atau tidak, boleh (merayakan) Lebaran. n(Ber)ibadah Ramadhan atau tidak, boleh (ber)Lebaran, tapi tidak Idul Fitri.

Itulah mengapa, ketika Lebaran sebentar lagi, maka spirit yang terbangun adalah semangat kebersamaan. Tak peduli apa sukunya, tingkat sosialnya atau bahkan agamanya.

Saya (sama sekali) tak canggung ketika di hari istimewa itu, menerima uluran tangan saudara, tetangga, teman atau kerabat. Tentunya sambil saling mengucapkan “Selamat Lebaran” atau “Selamat Hari Raya”. 

Biasanya, ditambah: “Mohon maaf lahir batin”.

Saat Sholat Ied usai, di halaman dan gang depan rumah kami, banyak tetangga bertamu dan bertemu. Saling silaturahmi dan bermaaf-maafan. Biasanya sampai tengah hari, ketika masing-masing kemudian mempunyai acara-acara sendiri.

Saya percaya, tak  ada yang bertanya, mengapa “pesta” itu ada di sana. Sekali lagi, itulah wujud kebersamaan dalam merayakan Lebaran.

Beberapa istilah

Idul Fitri mempunyai kesan tersendiri bagi masyarakat Indonesia. Itu ditandai dengan beberapa sinonim yang dimilikinya. 

Orang Jawa menyebut “Bada” (Dibaca: Bodo atau Bakdo). Sementara, orang Sunda menamakan Boboran. Lengkapnya “Boboran Siam“. Bahasa Indonesia, menyebutnya Lebaran. Di daerah-daerah lain, Idul Fitri juga diungkapkan dengan kebiasaan setempat yang spesifik. 

Meski tidak merayakan Idul Fitri, tetapi nuansa pesta ini selalu saya rasakan dengan sungguh-sungguh. 

Lebaran adalah harapan. Lebaran adalah ampunan. Lebaran adalah kerinduan. Lebaran adalah kemanusiaan. Di samping, tentu saja, Lebaran adalah keceriaan.

Munjung

Ada satu lagi tradisi yang mewarnai Idul Fitri di Indonesia. Sudah berlangsung sangat lama, sejak sekian puluh tahun lampau.

Itu adalah tradisi “mengirim makanan kepada orang dekat”. Orang Jawa menyebutnya “munjung”. Konon berasal dari kata “berkunjung”. 

Munjung dipercaya sebagai pengganti kehadiran si pengirim makanan, yang tak sempat datang ke rumah.

Tradisi mulia itu masih berlangsung sampai saat ini. 

Saat malam takbiran, Bu Hajah Muroh mengirim beberapa  jenang ke rumah kami. Beliau munjung sambil mengingatkan kelezatan makanan tradisional Betawi.

Sementara almarhumah Bu Nasum, dulu, tak pernah absen mengutus puterinya untuk mengirim ketupat dengan pepakan lauk-pauk. 

Bu Eddy juga sama. Meski sekarang sudah pindah ke kampung lain, beliau masih munjung khas Lebaran di rantang susun yang komplet.

Tradisi munjung ini berlaku dua arah. Ada kiriman dari sana, dan dibalas dari sini. Utusan dari kedua rumah kadang bertemu di jalanan. Tentunya tak terjadi pertukaran makanan di perempatan atau pertigaan. Munjung harus sampai di rumah masing-masing yang dituju.

Tradisi yang kaya, bermakna dan mulia bukan? 

“Maka, nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?”.

Berkat

Ada satu istilah lagi yang perlu dicatat.

Untuk makanan yang dikirim saat munjung, orang Jawa menyebutnya “berkat”. Tak heran kalau ada “sego berkat”, tumpeng berkat, jadah berkat atau ingkung berkat

Munjung tak hanya sekedar mengirim makanan, yang tentunya lezat, tapi juga mengandung  “berkat” atau “berkat” atau “berkah”. 

Menyantap berkat tidak hanya membuat perut kenyang, tapi juga menerima doa keselamatan dari si pengirim.

Tak bakalan ada habisnya menulis tradisi Lebaran yang kontekstual dan penuh dengan kearifan lokal. 

Itulah tradisi Nusantara, yang harus dilestarikan sepanjang masa.

“Selamat Idul Fitri. Selamat Hari Raya Lebaran.”

Wilujeng Boboran Siam. Sugeng Riyadi Bakdo.” 

Nyuwun gunging pangapunten sedoyo kalepatan kawulo.”

@pmsusbandono

30 April 2022

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here