Lebih Jauh dengan Keuskupan Ketapang: Uskup Uji Nyali dengan Motor Trail (3)

2
1,066 views
Uskup Keuskupan Ketapang - Kalbar: Mgr. Pius Riana Prapdi naik sepeda motor trail saat di pedalaman.

BANYAK orang pasti bertanya-tanya, kenapa profil foto Uskup Keuskupan Ketapang Mgr. Pius Riana Prapdi terpasang foto seorang naik sepeda motor trail warna hijau. Apakah foto tersebut ‘asli’ atau sekedar asal comot demi sebuah gaya?

Begitulah pertanyaan banyak orang dan tak terkecuali juga penulis setiap kali melihat foto profil Uskup ketiga di Keuskupan Ketapang ini.

Pertanyaan ini mengemuka, ketika penulis dihadapkan pada sosok uskup yang pembawaannya alusan ini: Mana mungkin beliau sampai mengendarai sepeda motor trail plus memainkan laju motor tersebut dengan gaya zig zag  melewati kobangan air? Pastilah, itu foto orang lain atau sekedar asal comot saja.

‘Kecurigaan’ ini dengan sendirinya patah, ketika Mgr. Pius Riana Prapdi sendiri mengatakan foto tersebut benar-benar ‘asli’ dan yang terpampang di foto tersebut tiada lain adalah Sang Uskup Keuskupan Ketapang sendiri. Nah lo.

Baca juga:  Lebih Jauh dengan Keuskupan Ketapang, Kalbar: Para Uskup, Katekis, dan Tokoh Umat (2)

Medan jalur darat pedalaman

Foto itu menggambarkan dengan jelas betapa medan perjalanan darat di Keuskupan Ketapang ini luar biasa penuh tantangan. Nun jauh dari pusat kota Ketapang, para imam diosesan (praja) Keuskupan Ketapang dan para imam Passionis (CP) harus menggunakan sepeda motor trail untuk bisa menjangkau kawasan pedalaman dimana stasi-stasi ‘terluar’ di paroki tersebut berada.

Ada rumus sangat baku di sini. Yakni, pergi masih bersih nan kempling, ketika pulang maka ‘wajah’ kendaraan sudah pasti akan berlepotan lumpur menghiasi seluruh bodi motor. Tak terkecuali, pastor pengemudi motor trail tersebut.

Tetapi, mengapa harus motor trail? Tentu saja, medan di lapangan yang ikut memaksa para pastor dan Uskup memilih jenis sepeda motor dengan spek khusus untuk medan off road seperti ini. Dengan demikian, foto profil Bapak Uskup Ketapang yang naik motor trail warna hijau itu memang seperti apa adanya. Turne ke pedalaman dengan jalan darat yang  tak mungkin dilalui dengan mobil dobel gardan, maka sepeda motor trail mau tak mau akan menjadi opsi terbaik untuk misi spiritual cura animorum (merawat jiwa-jiwa) alias pastoral umat.

Romo Niko CP, imam Passionis dari Paroki Sandai, sesaat sebelum menempuh jalur darat penuh tantangan dari ‘pusat kota’ menuju pedalaman Stasi Riam Dadap yang harus melewati ‘jalan perusahaan’ penuh debu dan kobangan lumpur di kala musim hujan. Tanjakan tinggi dan curam serta jalan penuh lumpur yang licin  menjadi wahana uji nyali di sini. (Mathias Hariyadi)

Miting: Uji nyali di jalur darat pedalaman

Di areal pedalaman, orang sangat mengakrabi satu kata ini yakni miting. Jangan dibaca sebagai kata Inggris yakni meeting. Bukan. Ini adalah miting, sebuah istilah sangat khas di pedalaman Keuskupan Ketapang untuk menyebut jalan papan guna meniti badan jalan yang penuh kobangan lumpur dan tak mungkin dilalui, bahkan dengan sepeda motor trail pun.

Kisah di balik miting ini sangat ‘mengerikan’.

Mgr. Pius Riana Prapdi mengisahkan sebagai berikut. Sering kali, para pastor pengendara sepeda motor trail –termasuk Uskup sendiri—harus melakukan ‘uji nyali’ ketika mau tak mau wajib melewati ‘jalan berpapan’ bernama miting ini.

“Badan jalan penuh kobangan lumpur. Maka penduduk setempat menyediakan ‘jalan papan’ alias miting sebagai badan jalan alternatif,” terang Mgr. Pius.

Hanya saja, miting bukan perkara gampang untuk dilalui. Ketinggian posisi miting bisa mencapai dua meter di atas permukaan tanah dan inilah yang akhirnya membuat pengendaranya keder ketika harus melakukan ‘uji nyali’: berjalan mengendarai motor di atas papan setinggi dua meter dari tanah.

“Lalu pijakan kaki hanya bertumpu pada tonggak-tonggak kayu agar keseimbangan bisa tetap terjaga,” kata Uskup Mgr. Pius Riana Prapdi.

Lebih heboh lagi, tentu saja ketika Mgr. Pius menambahkan kata-kata ini; “Panjang miting ini bisa mencapai jarak 1 km.”

Nah, bisa dibayangkan betapa kaki pengendara motor menjadi pegel-pegel ketika harus meniti ‘jalan papan’ alias miting dengan jarak panjang seperti ini. Sudah barang tentu, laju kendaraan hanya bisa pelan.

Jalur ‘jalan papan’ bernama miting yang dikenai pajak pungutan ketika melewati jalur berpapan ini. (Tanah Kayong/Ist)

Itu pun masih perlu tambahan informasi: dipungut biaya seperti layaknya memasuki jalan tol di Jawa.

Inilah omongan Severianus Endi yang berasal Paroki Sepotong, nun jauh di luar kota Ketapang: “Di Jawa ada jalan tol, di jalur menuju kawasan pedalaman Keuskupan Ketapang ada miting dimana-mana,” terang wartawan yang kini berdomisili di Pontianak ini.

Itu tak seberapa. Banyak insiden kecelakaan tunggal sudah sering kali terjadi, ketika harus meniti miting ini. Salah satunya adalah Bapak Uskup sendiri dan Romo Simon Anjar Yogatama, Sekretaris Uskup yang berasal dari Sedayu, DIY. Keduanya sudah beberapa kali ‘menikmati’ risiko jatuh dari ketinggian dan masuk dalam kobangan lumpur ketika meniti jalan papan di atas ketinggian ini.

Hasilnya? “Barisan gigi depan rompal sebagian seperti yang pernah dialami Romo Simon,” terang Mgr. Pius mengisahkan insiden kecelakaan tunggal yang pernah menimpa Romo Sekretaris Uskup sekaligus pembimbing di Seminari Menengah St. Laurentius di Paya Kumang, Ketapang ini.

Kapok kah pastor diosesan Keuskupan Ketapang yang bergelar insinyur teknik industri ini?

Tidak juga. Soalnya, di pedalaman Keuskupan Ketapang memang tidak ada opsi lain, kecuali harus berani mengendarai sepeda motor trail dan harus melakukan ‘uji nyali’ ketikameniti jalur miting.

2 COMMENTS

  1. Wow…. luar biasa pelayanan para imam disini. Semoga Tuhan selalu menjaga dan melindungi serta memberikan kekuatan dan kesehatan.
    Salam hangat dari
    RUMAH HIPNOTERAPI
    Solusi Masalah Pikiran dan Emosi
    Jl. Jend. Sudirman 37B Kudus – Jawa Tengah
    HP/WA : 08122813686

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here