Lectio Divina 05.07.2020 – Pikullah Kuk yang Kupasang

0
1,084 views
Pikullah Kuk Yang Kupasang kredit foto couragewithgrace.org

Hari Minggu Biasa XIV (H)

  • Za. 9:9-10
  • Mzm. 145:1-2,8-9,10-11,13cd-14
  • Rm. 8:9,11-13
  • Mat. 11:25-30

Lectio

25  Pada waktu itu berkatalah Yesus: “Aku bersyukur kepada-Mu, Bapa, Tuhan langit dan bumi, karena semuanya itu Engkau sembunyikan bagi orang bijak dan orang pandai, tetapi Engkau nyatakan kepada orang kecil. 26  Ya Bapa, itulah yang berkenan kepada-Mu. 27  Semua telah diserahkan kepada-Ku oleh Bapa-Ku dan tidak seorangpun mengenal Anak selain Bapa, dan tidak seorangpun mengenal Bapa selain Anak dan orang yang kepadanya Anak itu berkenan menyatakannya.

28  Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu. 29  Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan. 30  Sebab kuk yang Kupasang itu enak dan beban-Ku pun ringan.”

Meditatio-Exegese

Lihat, rajamu: adil,  jaya dan lemah lembut

Nabi Zakharia menubuatkan tentang zaman baru yang akan dialami oleh Yerusalem dan Yudea pada saat kedatangan Sang Mesias (Za. 9-10) dan bagaimana Kerajaan Allah datang (Za. 12-14). Kedua nubuat itu dimulai dengan ungkapan yang sama: Ucapan ilahi…  (Za. 9:1; 12:1). Rumusan ini juga digunakan dalam kitab Nabi Maleakhi (Ma. 1:1).

Ucapan ilahi pertama mencakup dua nuabuat tentang kedatangan Sang Mesias sebagai raja (Za. 9:1-10:12), dan penolakan terhadap Sang Gembala yang baik yang mencoba memimpin umat melalui kesetiaan dan kesatuan (Za. 11:1-17).

Ucapan ilahi pertama menggambarkan tentang kemenangan Tuhan yang dimulai dari daerah utara hingga berakhir di Yerusalem (Za. 9:1-8); kemudian, seluruh kota diundang untuk bersuka cita (Za. 9:9-10); dan, akhirnya, diumumkanlah pembaharuan yang harus dilakukan Israel (Za. 9:11-17).

Sang nabi sekarang langsung bicara kepada Yerusalem (Puteri Sion) dan penduduknya (Puteri Yerusalem) sebagai wakil seluruh umat yang dipanggil Tuhan. Undangan untuk bersuka cita dan merayakan kedatangan Sang Juru Selamat sering digemakan dalam Perjanjian Lama (bdk. Yes. 12:6; 54:1; Zef 3:14).

Sekarang sang nabi berbicara karena Sang Raja Yerusalem datang. Walau tidak secara tersurat disingkapkan sebagai keturunan Daud, gema nubuat tentang kedatangan Anak Daud nyaring terdengar (bdk. 2Sam. 7:12-16 dan Yes. 7:14).

Sang Raja dikenal dari penampilan dan perbuatan-Nya. Ungkapan adil merangkum kata Ibrani saddiq, karena Ia melalukan kehendak Allah dengan sempurna; dan ungkapan jaya bermakna bahwa Ia selalu menawarkan perlindungan dan keselamatan ilahi.

Tradisi rasuli, berdasarkan Septuaginta-Kitab Suci berbahasa Yunani dan Vulgata-Kitab Suci berbahasa Latin, selalu mengkaitkan bahwa Sang Raja adalah Sang Juruselamat. Ia juga lemah lembut, tidak menyombongkan diri di hadapan Allah dan manusia. Ia suka dengan damai sejahtera, karena Ia hanya menunggang keledai beban muda.

Ia tidak menunggang kuda  seperti dilakukan para raja, pangeran, panglima perang atau penguasa yang selalu memiliki kecondongan menghisap kekayaan alam dan sesama manusia demi diri mereka sendiri  (bdk. Kej. 49:11; Hak. 5:10; 10:4; 12:14). 

Ia akan melenyapkan peralatan perang dari Samaria dan Yudea (bdk. Yes. 2:4.7; Mi. 5:9); dan membangun satu kesatuan umat; dan Ia juga akan menegakkan kedamaian di antara para bangsa (Za. 9: 10). Ciri-ciri Sang Raja sangat mirip dengan “Hamba Yahwe” seperti nubuat Nabi Yesaya (bdk. Yes. 53:11) dan rendah hati serta berkenan kepada Allah (bdk. Zef. 2:3; 3:12).

Yesus Kristus, Tuhan kita, memenuhi nubuat itu ketika Ia memasuki Yerusalem sebelum Paskah dan diarak oleh umat sebagai Mesias, Putera Daud (bdk. Mat. 21:1-5; Yoh. 12:14).

“Sang Raja Kemuliaan” (Mzm. 24:7-10) memasuki kotanya dengan menunggang seekor keledai beban muda (Za. 9:9). Ia mendapati puteri Sion, lambang Gereja-Nya, bukan dengan tipu muslihat dan kekerasan, melainkan dengan rendah hati, yang memberi kesaksian mengenai kebenaran (bdk. Yoh 18:37) (bdk. Katekismus Gereja Katolik, 559). 

Santo Clement dari Alexandria memaknai keledai sebagai umat yang dihadapkan bukan pada dosa dan kejahatan, tetapi pada damai sejahtera, “Tak cukuplah mengatakan seekor ‘keledai’; penulis suci menambahkan  ‘keledai beban yang muda’  untuk menekankan kerendahan hati Kristus, dan kemudaan-Nya yang abadi.

Mempelai ilahi selalu merpihak pada kita dan memperlakukan kita sebagai keledai-keledai yang paling muda dan paling kecil.” (dikutip dari Paedagogus, 1, 15, 1).

Aku bersyukur kepada-Mu, Bapa, Tuhan langit dan bumi

Yesus mengalami suka cita ketika orang kecil menyambut warta Kerajaan Allah. Ia segera mengubah suka cita menjadi doa pujian dan syukur pada Bapa. “Aku bersyukur kepada-Mu, Bapa, Tuhan langit dan bumi, karena semuanya itu Engkau sembunyikan bagi orang bijak dan orang pandai, tetapi Engkau nyatakan kepada orang kecil.  Ya Bapa, itulah yang berkenan kepada-Mu.”

Para cerdik pandai, ahli Kitab, kaum Farisi, saat itu, menciptakan serangkaian hukum kemurnian, yang mereka paksakan untuk diterapkan pada seluruh umat atas nama Allah (Mat. 15:1-9).

Mereka menyangka bahwa Allah menghendaki penerapan hukum hingga rincian terkecil, agar hidup dalam damai sejahtera. Namun, hukum kasih, yang diwartakan Yesus menggoncang ajaran mereka.

Yesus membalik cara pikir, cara merasa dan cara bertindak. Ia menghendaki manusia berpikir, merasa dan bertindak bukan berdasarkan apa yang harus aku lakukan untuk Allah. Melainkan apa yang telah diperbuat Allah untukku, karena Ia telah mengasihiku dan kasih-Nya lebih agung dari pada kasihku.  

Orang-orang kecil selalu mendengarkan dan menyambut warta-Nya dengan suka cita. Kaum cerdik pandai, ahli Kitab dan kaum Farisi, menggerutu dan menentang-Nya dan melawan ajaran-Nya. Bahkan sejak awal karya pelayanan Yesus, kaum Farisi, yang menentang Herodes Antipas, bersekongkol dengan pengikut musuhnya, kaum Herodian, untuk membunuh Yesus (Mrk. 3:6). 

Hari ini, dan waktu mendatang, Yesus tetap mengajar banyak hal kepada orang kecil dan miskin. Mereka yang pandai dan bijaksana harus dengan rendah hati belajar dari yang kecil dan miskin.

Di samping itu itu, Yesus juga berdoa! Ia berdoa sendirian di tempat sunyi bersama dengan para murid dan orang banyak. Tetapi juga, Ia berdoa sendirian sepanjang malam. Yang menjadi pusat perhatian-Nya adalah ketujuh permohonan, yang dirumuskan dalam doa Bapa Kami.

Kadang kita dapati isi doa-Nya untuk kepentingan tertentu (Mat. 11:25-26; 26:39; Yoh. 11:41-42; 17:1-26). Di lain saat, Yesus mendaraskan Mazmur (Mat. 26:30; 27:46). Namun, lebih banyak mereka bersaksi bahwa Yesus berdoa.

Orang kecil. Santo Matius menggunakan tiga kata Yunani : ελαχιστωι, elakhistoi, νηπιοι, nepioi, dan μικρως, mikros. Ketiga kata itu kadang mengacu pada anak-anak dan sekelompok orang yang disingkirkan dari masyarakat. Agak sulit membedakan, memang.

Kadang, Injil yang satu mengacu pada orang kecil, Injil yang lain memaknai sebagai anak-anak. Kadang juga sulit menentukan mana yang berasal dari jaman Yesus dan mana yang berasal dari jaman ketika Injil ditulis.

Namun, dibalik kesulitan mencari makna kata, Yesus selalu menerima mereka yang disingkirkan, dikucilkan, diremehkan, dimarginalisasi, dan dianggap tidak ada dalam sistem sosial ciptaan manusia. Pada merekalah Yesus, pertama dan terutama, memilih untuk berpihak.

Tidak seorangpun mengenal Anak selain Bapa, dan tidak seorangpun mengenal Bapa selain Anak dan orang yang kepadanya Anak itu berkenan menyatakannya

Yesus mengenal Bapa sejak kekal. Saat jaman bergulir, Ia pun mengenal apa kehendak Bapa saat Ia memanggil Abraham dan Sara untuk pergi meninggalkan sanak saudara dan tanah leluhur mereka. Ia juga mengenal ketika Bapa mempercayakan Hukum kepada Musa dan memeteraikannya dalam suatu perjanjian.

Pengenalan akan Allah sebagai Bapa membantu Yesus memberi makna baru atas sabda Allah di masa lalu. Pengenalan itu membantu-Nya juga mengenali tiap kekeliruan dan pembatasan. Para cerdik pandai dengan ideologi, paham mereka sendiri, memenjara Kabar Suka Cita.

Kedekatan-Nya dengan Bapa memungkinkan Dia melakukan kontak langsung dengan-Nya, Sang Pengarang Injil, Kabar Suka Cita. Ia tidak berkutat pada tata bahasa atau huruf. Ia menggali makna terdalam dari setiap perintah dan bergerak dari sumber sabda, Allah Bapa. Ia menghendaki agar sabda Bapa diwujud-nyatakan sesuai dengan kehendak-Nya.

Datanglah kepadaKu

Yesus mengundang siapa pun yang letih lesu dan menanggung beban berat. Dan ia menjanjikan pula istirahat. Umat jaman itu  hidup dalam suasana tertekan. Mereka mengalami beban ganda: pajak dan pelaksanaan hukum Taurat.

Melalui sabda-Nya yang keras, menyentak kesadaran, dan menuntut keterbukaan hati. “Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu. Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah padaKu, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan.” (Mat. 11:28-30).

Melalui nabi Yeremia, Allah mengundang para tetua bangsa Yahudi. Mereka diundang untuk menatap masa lalu untuk menemukan jalan yang benar, sehingga jiwa mereka dapat beristirahat dalam damai sejahtera’ “Demi TUHAN yang hidup yang menuntun orang Israel keluar dari tanah utara dan dari segala negeri ke mana Ia telah menceraiberaikan mereka! Sebab Aku akan membawa mereka pulang ke tanah yang telah Kuberikan kepada nenek moyang mereka.” (Yer. 6:15). Dan jalan yang benar itu sekarang adalah Yesus. Akulah jalan (Yoh. 14:6).

Belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan

Seperti Musa, Yesus sungguh lembut hati dan rendah hati (Bil. 12:3). Berabad-abad, frase ini diputar balikkan agar orang terus menerus menyerah, lembek dan pasif. Yesus meminta untuk bertindak sebaliknya. Ia meminta umat tidak berpaling kepada mereka yang ‘bijaksana dan pandai’, tetapi kepada yang kecil. Mereka yang tertindas harus belajar bahwa Yesus “lemah lembut dan sederhana dalam batin”.

Yesus mengidentifikasi diri dengan mereka yang rendah hati dan direndahkan. Yesus, dari kumpulan pengalaman-Nya, tahu dengan pasti apa yang menimpa di hati orang dan betapa mereka masing-masing berusaha untuk hidup layak.

Katekese

Rahmat Kristus menopang kita. Seorang guru tanpa nama dari Gereja Perdana:

“Kuk yang Kupasang itu enak dan beban-Kupun ringan”… Seorang nabi melukiskan beban para pendosa, “Sebab kesalahanku telah menimpa kepalaku; semuanya seperti beban berat yang menjadi terlalu berat bagiku.” (Mzm. 38:4)… “Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati.”

O, betapa beban yang sangat melegakan hati hingga menguatkan siapa pun yang memikulnya! Karena beban yang ditimpakan oleh para penguasa dunia semakin lama semakin menghancurkan kekuatan para pelayan mereka, tetapi beban Kristus justru membantu orang yang memikulnya.

Karena kita tidak menanggung rahmat; namun rahmatlah yang menopang kita. Kita tidak membantu rahmat; tetapi rahmat dianugerahkan untuk membantu kita.” (dikutip dari Incomplete Work On Matthew, Homily 29: Pg 56:780)

Oratio-Missio

  • Tuhan, nyalakanlah hatiku dengan kasih bagiMu dan selalu mencari jalanMu. Bantulah aku untuk menggubah kuk pemberontakan menjadi kuk ketaatan pada kehendakMu. Bebaskanlah aku dari kebodohanku karena tidak mengenali dosaku. Kuatkanlah niatku untuk selalu menghendaki apa yang baik dan bekenan kepadaMu. Amin.
  • Apa yang perlu aku lakukan untuk mendidik diri agar menjadi rendah hati?   

Tollite iugum meum super vos et discite a me, quia mitis sum et humilis corde, et invenietis requiem animabus vestris – Matthaeum 11:29

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here