Lectio Divina 12.02.2021 – Ia Jadikan Segala-galanya Baik

0
227 views
Ilustrasi - Efata dan Ia menjadikan segalanya baik. (Vatican News)

Jumat. Pekan Biasa V (H)

  • Kej. 3:1-8
  • Mzm. 32:1-2,5,6,7
  • Mrk. 7:31-37

Lectio

31 Kemudian Yesus meninggalkan pula daerah Tirus dan dengan melalui Sidon pergi ke Danau Galilea, di tengah-tengah daerah Dekapolis. 32 Di situ orang membawa kepada-Nya seorang yang tuli dan yang gagap dan memohon kepada-Nya, supaya Ia meletakkan tangan-Nya atas orang itu.

33 Dan sesudah Yesus memisahkan dia dari orang banyak, sehingga mereka sendirian, Ia memasukkan jari-Nya ke telinga orang itu, lalu Ia meludah dan meraba lidah orang itu. 34 Kemudian sambil menengadah ke langit Yesus menarik nafas dan berkata kepadanya: “Efata,” artinya: Terbukalah.

35 Maka terbukalah telinga orang itu dan seketika itu terlepas pulalah pengikat lidahnya, lalu ia berkata-kata dengan baik. 36 Yesus berpesan kepada orang-orang yang ada di situ supaya jangan menceriterakannya kepada siapa pun juga. Tetapi makin dilarang-Nya mereka, makin luas mereka memberitakannya.

37 Mereka takjub dan tercengang dan berkata: “Ia menjadikan segala-galanya baik, yang tuli dijadikan-Nya mendengar, yang bisu dijadikan-Nya berkata-kata.”

Meditatio-Exegese

Yesus meninggalkan daerah Tirus, melalui Sidon ke danau Galilea, di daerah Dekapolis

Satu-satunya penginjil yang menulis kisah mukjijat ini: Markus. Kisah ini sangat penting karena menjadi pralambang Yesus membuka telinga para murid untuk mendengarkan sabada Allah.

Tentang mukjizat ini, Santo Gregorius Agung, Bapa Gereja abad ke-6, berkata, “Roh Kudus disebut tangan Allah. Ketika Tuhan meletakkan tangan-Nya atas orang tuli-bisu itu, Ia membuka jiwa orang itu untuk menerima anugerah iman melalui anugerah dari Roh Kudus”. Tetapi juga, melambangkan penggunaan materi/bahan untuk pelayanan sakramen.

Rupanya Yesus melakukan perjalanan memutar. Ia pergi ke arah utara ke Sidon, kira-kira 20 mil sebelah utara Tirus. Ia menghindari wilayah Galilea, yang dihuni orang-orang Yahudi, dan menjauh dari cengkeraman Herodes Antipas.

Lalu, Ia kembali ke wilayah di seputar Danau Galilea dan menembus wilayah tenggara danau itu di daerah Dekapolis, persekutuan 10 kota, yang mayoritas penduduknya adalah bangsa bukan Yahudi (Mrk. 5:1-20). 

Perjalanan-Nya pasti memakan waktu lama, bisa mingguan, bahkan berbulan-bulan. 

Membawa kepada-Nya seorang yang tuli dan yang gagap

Lembar data Organisasi Kesehatan Dunia, yang dipublikasikan pada 1 Maret 2020,  melaporkan lebih dari 5% penduduk dunia atau setara 466 juta orang mengalami gangguan fungsi pendengaran; angka itu diperinci: 432 juta orang dewasa dan 34 juta: anak-anak. Diperkirakan pada tahun 2050 lebih dari 900 juta orang atau 1 dari 10 penduduk akan mengalami gangguan pendengaran.

Kehilangan fungsi pendengaran mengacu pada kegagalan fungsi telinga untuk mendengarkan suara berkekuatan antara lebih dari 40 dB pada orang dewasa hingga 30 dB pada anak-anak.

Sedangkan kekuatan suara dalam percakapan sehari-hari merentang antara 30 sampai 60 dB. 

Ganggunan pendengaran dapat terjadi pada organ telingan bagian luar dan tengah. Ganguan ini menyebabkan kegagalan organ telinga untuk mengantar getaran suara, misalnya gangguan pada tulang-tulang kecil di telinga bagian tengah.

Gangguan ini disebut tuli konduktif.

Alat bantu dengar bisa digunakan mengatasi gangguan ini. Gangguan pendengaran di bagian dalam telinga, tuli sensorineural, dikarenakan kegagalan sensor syaraf untuk menangkap dan mengolah getar suara.

Bisa jadi seseorang mengalami kombinasi tulis konduktif dan tuli sesorineural.

Orang yang mengalami kegagalan fungsi pendengaran sering juga mengalami dampak buruk. Pertama mereka kehilangan kemampuan untuk berkomunikasi dengan orang lain melalui bahasa lisan.

Dampak lanjutannya adalah terganggunya kemampuan akademik. Dampak ini dapat diatasi dengan memberikan kesempatan yang luas untuk bersekolah dan pengggunaan bahasa lisan/tulis atau melalui bahasa isyarat.

Akses komunikasi yang terbatas sering berdampak pada aspek sosio-emosional. Orang merasa kesepian, terisolasi dan frustrasi, khususnya dialami orang-orang berusia tua. Cara pengatasannya adalah dengan mengupayakan interaksi sosial yang sehat dan membantu melatih bahasa isyarat.

Dampak lain di bidang ekonomi adalah mereka sering kali disisihkan dari akses untuk mendapatkan pekerjaan dan upah yang layak (lih. https://www.who.int/en/news-room/fact-sheets/detail/deafness-and-hearing-loss).  

Ia meletakkan tangan-Nya atas orang itu.

Orang tuli-bisu itu dibawa ke hadapan Yesus. Ia dimohon menumpangkan tangan untuk memberkatinya. Namun, Yesus ternyata bertindak jauh melampaui permohonan mereka.

Ia memisahkan dia dari orang banyak agar dapat sendirian dengan orang itu; memasukkan jari-Nya ke telinga orang itu; meludah; meraba lidah orang itu; menengadah ke langit; menarik nafas;  dan berkata kepadanya, “Efata”, Terbukalah” (Mrk. 7:33-34).

Melalui tujuh gerak, Yesus menyembuhkan orang tuli-bisu dan berpesan supaya ia tidak menceritakan kisah penyembuhan itu pada siapa pun (Mrk. 7:35-36).

Namun, karena suka cita yang dialaminya, apa yang dipesankan Yesus padanya tidak dilakukan. Ia berkisah kepada banyak orang.

Kabar Sukacita itu diringkas menjadi (Mrk. 7:37), “Ia menjadikan segala-galanya baik, yang tuli dijadikan-Nya mendengar, yang bisu dijadikan-Nya berkata-kata”, Bene omnia fecit, et surdos facit audire et mutos loqui.

Ia menjadikan segalanya baik menggemakan kisah penciptaan, ketika Allah bersabda “Allah melihat segala yang dijadikanNya sungguh amat baik” (Kej 1:31).

Karya-Nya menyembuhkan orang tuli-bisu menggenapi nubuat Nabi Yesaya, ketika Sang Mesias datang di masa depan, orang tuli akan mendengar dan orang bisu bersorak-sorai (bdk. Yes.  29:28; 35:5; Mat. 11:5). 

Katekese

Sentuhan tangan Tuhan. Santo Ephrem Orang Siria, 306-373:

“Daya kekuatan yang mungkin tidak dapat ditangani memancar dan memakai sarana yang mungkin dapat disentuh oleh indera.

Maka orang yang nekat bisa mendekati-Nya, sehingga dengan menyentuh kemanusiaan-Nya mereka dapat mengenali keilahian-Nya. Untuk orang yang tuli dan gagap itu, Tuhan menyembuhkan dengan jari tangan-Nya sendiri. Ia memasukkan jari-Nya ke telinga orang itu dan menyentuh lidahnya.

Pada saat jari-Nya dapat disentuh, orang itu menyentuh Yang Ilahi yang tak mungkin tersentuh. Seketika tindakan Tuhan melepaskan tali yang mengikat lidah orang itu (Mrk. 7:32 -37), dan membuka telinganya yang tersumbat.

Maka, Sang Pencipta tubuh dan Sumber Hidup seluruh ciptaan telah mendatangi sendiri si bisu-tuli.

Dengan  suara-Nya yang lembut itu Ia membuka telinganya yang tersumbat. Kemudian mulutnya yang telah terkunci erat-erat sehingga tidak bisa melahirkan satu patah kata pun, sekarang, mampu melahirkan kata-kata untuk memuji-Nya; yang mandul telah menghasilkan buah melimpah.

Dia, yang dengan segera menganugerahkan kata-kata pada Adam tanpa mengajarinya, memberikan kemampuan berbicara pada orang itu, sehingga ia mampu mengucapkan kata-kata dalam bahasa manusia yang biasanya dipelajari dengan penuh kesulitan  (Kej. 1:27-28).” (dikutip dari Homily On Our Lord 10.3).

 Oratio-Missio

  • Tuhan, penuhilah aku dengan Roh Kudus dan nyalakanlah dalam hariku kasih dan belarasa-Mu. Buatlah aku peka akan kebutuhan sesama yang perlu aku perhatikan. Buatlah aku menjadi sarana-Mu menyalurkan belas kasih dan damai sejahtera-Mu. Amin.
  • Apa yang perlu aku lakukan ketika menghadapi segala yang membungkam Kabar Suka Cita?  

Bene omnia fecit, et surdos facit audire et mutos loqui! – Marcum 7: 37

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here