Lectio Divina 13.06.2020 – Pilih Jalan Kehidupan atau Kematian

0
267 views
Jalan kehidupan atau jalan kematian by spreadshirt

Selasa (H)

  • 2Raj.19: 9b-11.14-21.31-35a.36
  • Mzm 48: 2-3a-4.10-11
  • Mat.7: 6.12-14

Lectio

6  “Jangan kamu memberikan barang yang kudus kepada anjing dan jangan kamu melemparkan mutiaramu kepada babi, supaya jangan diinjak-injaknya dengan kakinya, lalu ia berbalik mengoyak kamu.”  12 “Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka. Itulah isi seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi.

13  Masuklah melalui pintu yang sesak itu, karena lebarlah pintu dan luaslah jalan yang menuju kepada kebinasaan, dan banyak orang yang masuk melaluinya; 14 karena sesaklah pintu dan sempitlah jalan yang menuju kepada kehidupan, dan sedikit orang yang mendapatinya.”

Meditatio-Exegese

Jangan kamu memberikan barang yang kudus kepada anjing dan jangan kamu melemparkan mutiaramu kepada babi

Pada masa Yesus hidup di Palestina, harga mutiara sangat mahal, bahkan tak terkira. Hanya para raja, ratu, pangeran, puteri, bangsawan dan golongan kaya lain dapat menggenakan hiasan dari mutiara. Diharapkan yang mengenakannya dapat terlihat lebih cantik, anggun dan mempesona.

Seperti mutiara bernilai tinggi, kesucian memancarkan keindahan kebenaran, kebaikan dan kemuliaan Allah. Allah menawarkan anugerah terindah: kesucian hidup, sehingga masing-masing murid-Nya memancarkan kebaikan dan kebenaran dalam cara berpikir, berbicara, bertindak dan memperlakukan sesama.

Anugerah itu bisa ditolak atau diabaikan, atau bahkan, ditenggelamkan dalam perilaku berdosa atau dicampakkan sama sekali. 

Yesus mempertentangkan kesucian dan mutiara dengan anjing dan babi (Mat 7:6). Pertentangan itu begitu kentara, seperti api dan air, panas dan es, busuk dan wangi.

Dalam Talmud, para rabbi menggambarkan pertentangan itu dengan ungkapan: anting-anting dikenakan di hidung babi.

Ungkapan Yesus tentang barang yang kudus kepada anjing dan jangan kamu melemparkan mutiaramu kepada babi bermakna sama dengan ungkapan bijak para rabbi. Hukum Yahudi menetapkan babi sebagai binatang yang najis (bdk. Im 11:7; Ul 14:8).

Anjing sering dimanfaatkan sebagai penjaga rumah atau kawanan domba (bdk. Yes. 56:10-11; Ayb. 30:1). Kadang dijinakkan dan menjadi anjing rumah, seperti identifikasi diri perempuan Sirofenisia yang menyebut diri sebagai κυναριον, kunarion, anjing kecil atau anjing peliharaan yang makan remah-remah dari meja tuannya (Mat.15: 15:26-27 Mr 7:27-28).  

Kebanyakan anjing hidup liar. Hewan ini dipandang sebagai binatang yang tidak bersahabat dengan manusia.

Kenajisan disebabkan karena kotor, tak terawat, penuh kutu dan parasit, mudah menyerang atau menimbulkan masalah. Dalam Kabbalah, tradisi mistik Yahudi, anjing dipandang sebagai lambang kuasa setani.

Yesus tak hendak memisahkan murid-Nya dari komunitas lain atau membentuk komunitas eksklusif. Yesus tidak mengijinkan para murid-Nya pilih bulu dalam mengasihi, berbela rasa dan memperhatikan sesama manusia.

Ia hanya menekankan bahwa para murid-Nya harus menjaga dan memperjuangkan kesucian spiritual dan moral – kesucian iman, cara hidup. Ia telah mengugerahi dan mempercayai para murid-Nya untuk menjadi pribadi yang sungguh suci, mengasihi dan bertindak bijaksana seperti Allah.

Jemaat Gereja Perdana mengemakan ungkapan: Barang yang kudus untuk orang kudus. Dalam liturgi Ekaristi, seruan  Barang yang kudus untuk orang kudus diserukan sebelum penerimaan komuni.

Didache, buku pelajaran Gereja Perdana abad ke-1, menuliskan: “Kecuali yang telah dibaptis dalam nama Tuhan, tidak diperkenankan makan atau minum Ekaristimu; karena, tentang hal ini, Tuhan kita bersabda, “Jangan kamu memberikan barang yang kudus kepada anjing.”

Tuhan mengundang kita untuk menghadiri jamuan pesta di altar-Nya, maka kita harus datang dengan pantas.

Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka

Sabda ini, Mat. 7: 12, menjadi ringkasan seluruh ajaran Perjanjian Lama. Yesus menuntut para murid-Nya sempurna dalam mengasihi. Mengasihi sesama manusia tidak cukup hanya dengan menghindarkan mereka dari luka atau bahaya.

Mengasihi selalu menuntut tanpa syarat, bahkan, harus rela memberikan nyawanya untuk sahabat.  

Bila kita mengosongkan hati dari permusuhan, kebencian, sukar mengampuni, dendam dan amarah, di hati hanya mengalir kebaikan, kesejahteraan, belas kasih, pengampunan dan rela berkorban. Santo Paulus mengingatkan, “Kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita.” (Rm 5:5).

Masuklah melalui pintu yang sesak itu

Yesus menggunakan gambaran pintu yang sesak untuk menekankan bahwa para murid-Nya diundang untuk memasuki jalan yang benar dan mengarah pada damai sejahtera Allah.

Kitab Mazmur dimulai dengan perbandingan pilihan sikap antara orang fasik dan orang benar. Yang satu menolak jalan Tuhan; sedangkan yang lain menuruti jalanNya.

“Berbahagialah orang yang tidak berjalan menurut nasihat orang fasik, yang tidak berdiri di jalan orang berdosa, dan yang tidak duduk dalam kumpulan pencemooh, tetapi yang kesukaannya ialah Taurat TUHAN, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam” (Mzm 1:1-2).

Ketika jalan terpecah menuju dua arah yang berbeda, para murid Tuhan harus mampu memastikan jalan yang dipilih-Nya adalah jalan yang menuju pada hidup, bukan kematian. Allah bersabda, ”Ingatlah, aku menghadapkan kepadamu pada hari ini kehidupan dan keberuntungan, kematian dan kecelakaan.. Pilihlah kehidupan, supaya engkau hidup, baik engkau maupun keturunanmu, dengan mengasihi TUHAN, Allahmu, mendengarkan suara-Nya dan berpaut pada-Nya.” (Ul 30: 15-20). 

“Pilihlah pada hari ini kepada siapa kamu beribadah.” (Yos  24:15). 

Terlebih Nabi Yeremia menantang tiap orang untuk memilih jalan kehidupan atau jalan kematian (Yer. 21:8), “Sesungguhnya, Aku menghadapkan kepada kamu jalan kehidupan dan jalan kematian.”ecce ego do coram vobis viam vitae et viam mortis.

Katekese

Dipanggil untuk hidup kudus di hadapan Allah. Paus Fransiskus, 17 Desember 1936 – sekarang :

“Menjadi kudus tidak perlu menjadi uskup, imam atau religius. Kita sering tergoda untuk berpikir bahwa kekudusan hanya bagi mereka yang menarik diri dari urusan duniawi  untuk menggunakan sepenuh waktu dalam doa.

Bukan itu masalahnya. Kita semua dipanggil untuk menjadi kudus dengan menjalani hidup kita dengan kasih dan bersaksi  dalam segala hal yang kita lakukan, di mana pun kita berada.

Apakah Anda dipanggil menjalani hidup bakti? Jadilah kudus dengan menjalankan komitmen Anda dengan sukacita. Apakah kamu menikah? Jadilah kudus dengan mengasihi dan memperhatikan suami atau istri Anda, seperti yang Kristus lakukan bagi Gereja.

Apakah Anda bekerja untuk mencari nafkah? Jadilah kudus dengan bekerja dengan jujur dan terampil dalam melayani saudara-saudari Anda. Apakah Anda orang tua atau kakek-nenek?

Jadilah kudus dengan sabar mengajar anak-anak kecil bagaimana mengikuti Yesus. Apakah Anda sedang memegang kekuasaan? Jadilah kudus dengan bekerja untuk kesejahteraan bersama dan tidak mengambil keuntungan pribadi” (dikutip dari seruan apostlik, Gaudete et Exultate, 14)

Oratio-Missio

“Tuhanku dan Allahku, ijinkan aku mengasihi-Mu dan memandang diriku seperti apa adanya, sebagai seorang peziarah di dunia, seorang Kristiani yang dipanggil untuk menghormati dan mengasihi mereka yang hidup dekat denganku, mereka yang berkuasa atasku dan yang ada dalam kewenangan kuasaku, sahabat dan musuhku.

Bantulah aku mengalahkan amarah dengan kelumbutan hati, kebencian dengan belas kasih. Bantulah aku untuk untuk melupakan diri sendiri dan selalu merentangkan kedua tanganku untuk sesama.” (Doa yang dianggap ditulis Paus Clement XI)

Apa yang perlu aku lakukan untuk memilih kekudusan dan tidak menempuh jalan kematian?

Intrate per angustam portam – Matthaeum 7: 13

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here