Lectio Divina 15.09.2020 – Inilah Ibumu

0
817 views
Ilustrasi --Inilah ibumu, demikian kata Yesus kepada murid-Nya dari kayu salib. (Ist)

Selasa. Peringatan Wajib Santa Perawan Maria Berdukacita (P)

  • Ibr. 5: 7-9
  • Mzm 31:2-3a,3b-4,5-6,15-16, 20
  • Yoh. 19:25-27 atau Luk. 2:33-35.

Lectio

25  Dan dekat salib Yesus berdiri ibu-Nya dan saudara ibu-Nya, Maria, isteri Klopas dan Maria Magdalena. 26  Ketika Yesus melihat ibu-Nya dan murid yang dikasihi-Nya di sampingnya, berkatalah Ia kepada ibu-Nya: “Ibu, inilah, anakmu.” 27 Kemudian kata-Nya kepada murid-murid-Nya: “Inilah ibumu!” Dan sejak saat itu murid itumenerima dia di dalam rumahnya.

Meditatio-Exegese

Dan dekat salib Yesus berdiri ibu-Nya, Maria, isteri Klopas dan Maria Magdalena

Salib menantang kita menatap Yesus yang menderita muka dengan muka. Ia sendirian. Seluruh hampir semua murid meninggalkanNya, kecuali Sang Ibu, tiga perempuan dan murid yang dikasihiNya.

Para rasul melarikan diri dari padaNya karena ketakutan. Tetapi, Ibu Maria, Maria, istri Klopas, dan Maria Magdalena, serta murid yang dikasihinya berdiri dekat salib.

Dengan indah, agung, tetapi sekaligus, pilu, dimadahkan dalam stasi kisah penyaliban, “Oh, Ibu yang penuh duka berdiri di bawah salib, saat Sang Putera tergantung.” Stabat mater dolorosa, dum pendebat Filius.

Santo Yohanes menulis (1Yoh .4:18), “Di dalam kasih tidak ada ketakutan: kasih yang sempurna melenyapkan ketakutan.”,timor non est in caritate sed perfecta caritas foras mittit timorem.

Pada saat Yesus dipersembahkan di Bait Allah, Simeon bernubuat bahwa Ibu Maria akan menanggung derita luar biasa – suatu pedang akan menembus jiwamu sendiri (bdk. Luk. 2:33-35). Dan kini di bawah salib, ia memahkotai ketaatan-Nya pada Allah (bdk. Luk. 1:38).

Santo Bernardus dari Clairvaux berkata, “Yesus mengorbankan ragaNya sampai mati karena kasih yang lebih besar dari apa pun yang dikenal manusia. Maria mengorbankan jiwanya yang tak pernah dilakukan seorang pun, kecuali Puteranya.”

Ibu Maria tidak putus asa dalam kesedihan dan duka, karena ia tetap mengimani dan berharap pada Allah. Kasihnya pada Sang Putera juga tidak luntur.

Yohanes hanya mencatat kehadiran Ibu Maria di awal dan akhir karya Yesus. Ia hadir di pesta pernikahan di Kana. Menyaksikan kesusahan kerabat, ia sepertinya memaksa Yesus memulai karyaNya. “Mereka kehabisan anggur,” katanya pada Yesus. Dan ia percaya Puteranya pasti mengulurkan tangan (bdk. Yoh 2:3-10).

Kini sang bunda berdiri di bawah salib, menatap Anaknya tanpa berucap dan mendengarkan sabda, “Aku haus.” (Yoh 19:28) dan “Sudah selesai.” (Yoh. 19:30).

Sang Ibu mengantarkan Anak “dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diriNya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib.” (Flp 2:8).  

Di puncak sengsara-Nya, Yesus tidak melupakan sang ibu. Ia mempercayakan ibu-Nya dalam rengkuhan murid-murid yang dikasihinya, “Inilah ibumu” (Yoh 19:27). Tindakan-Nya mengungkapkan kasih yang luar biasa dari Sang Anak kepada bundaNya.

Tidak ada apapun atau siapa pun juga mampu menghalangi kita dari kasih Allah, yang ada dalam kasih Kristus (Rm 8:35-39).

Santo Paulus berkata, kasih “menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu.” (1Kor. 3:7). Kita tidak menemukan bukti kasih Allah yang lebih besar dari kerelaan-Nya mengorbankan Putera Tunggal-Nya di kayu salib. 

Kepada Santa Perawan Maria, Santo Yohanes Paulus II menjadikannya sebagai Ibunya sendiri. Saat menyampaikan pidato perpisahan kepada Sang Perawan dari Czestochowa, beliau mendaraskan doa :

“Bunda kami dari Gunung Putih, Bunda Gereja! Sekali lagi saya mempersembah diri saya padamu ‘dalam kasih sebagai hamba’. ‘Totus tuus.’ Saya adalah milik kepunyaanmu. Saya mempersembahkan padamu seluruh Gereja – setiap orang hingga ke ujung-ujung bumi.

Saya mempersembahkan kepadamu seluruh umat manusia; saya mempersembahkan kepadamu seluruh pria dan wanita, saudara dan saudari saya. Seluruh umat dan seluruh bangsa.

Saya mempersembahkan kepadamu Eropa dan semua benua. Saya mempersembahkan kepadamu Roma dan Polandia, yang dipersatukan, melalui hambamu, melalui ikatan kasih yang selalu segar. Bunda, terimalah kami. Bunda, jangan tinggalkan kami. Bunda, bimbinglah kami.” (disampaikan di Jasna Gora Shrine, 6 June 1979).

Katekese

Dari salib Yesus tetap setia melaksanakan Perintah Keempat. Santo Augustinus, Uskup dari Hippo, 345-430:

“Inilah teladan yang harus diikuti. Ia melaksanakan apa yang Ia perintahkan kepada kita untuk diikui dan, seperti Guru yang baik, Ia mengajarkan dengan teladan-Nya sendiri, yakni kewajiban seorang anak yang berbakti untuk merawat orang tua mereka; seolah-olah di atas kayu tempatnya menghadapi sakratul maut dan anggota jemaat berkumpul, Ia mengajar sebagai Guru” (“In Ioann. Evang.”, 119, 2).

Oratio-Missio

  • Bunda, terimalah kami. Bunda, jangan tinggalkan kami. Bunda, bimbinglah kami.  
  • Apa yang perlu aku lakukan untuk setia pada Yesus hingga di bawah salib-Nya?

Deinde dicit discipulo, “Ecce mater tua” – Iohannem 19:27

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here