Lectio Divina 17.01.2021 – Apakah Engkau Mencari Yesus Kristus?

0
408 views
Apakah Engkau Mencari Yesus Kristus by Catholic World Report.

Minggu. Pekan Biasa II – Peringatan Wajib Santo Antonius Abbas (P)

  • 1Sam.3:3b-10.19
  • Mzm 40:1.4ab.7-8a.8b-9.10
  • 1Kor. 6:13c-15a.17-20
  • Yoh. 1:35-42

Lectio

35  Pada keesokan harinya Yohanes berdiri di situ pula dengan dua orang muridnya. 36  Dan ketika ia melihat Yesus lewat, ia berkata: “Lihatlah Anak domba Allah!” 37 Kedua murid itu mendengar apa yang dikatakannya itu, lalu mereka pergi mengikut Yesus.

38 Tetapi Yesus menoleh ke belakang. Ia melihat, bahwa mereka mengikut Dia lalu berkata kepada mereka: “Apakah yang kamu cari?” Kata mereka kepada-Nya: “Rabi (artinya: Guru), di manakah Engkau tinggal?” 39 Ia berkata kepada mereka: “Marilah dan kamu akan melihatnya.”

Merekapun datang dan melihat di mana Ia tinggal, dan hari itu mereka tinggal bersama-sama dengan Dia; waktu itu kira-kira pukul empat. 40 Salah seorang dari keduanya yang mendengar perkataan Yohanes lalu mengikut Yesus adalah Andreas, saudara Simon Petrus.

41 Andreas mula-mula bertemu dengan Simon, saudaranya, dan ia berkata kepadanya: “Kami telah menemukan Mesias (artinya: Kristus).” 42 Ia membawanya kepada Yesus. Yesus memandang dia dan berkata: “Engkau Simon, anak Yohanes, engkau akan dinamakan Kefas (artinya: Petrus).”  

Meditatio-Exegese

Berbicaralah, sebab hamba-Mu ini mendengar

Rumah Allah merupakan bangunan yang dikhususkan untuk menyimpan tabut perjanjian, bukan Bait Allah di Yerusalem. Lampu yang harus menyala terus menerus menjadi penanda kehadiran-Nya. Harun dan keturunannya harus memastikan lampu terus terisi minyak zaitun dan menjaga nyalanya (bdk. Kel. 27:20-21). 

Rumah Tuhan dan tabut-Nya ada di Silo (1Sam. 1:3). Di situlah Samuel, kira-kira berusia 12 tahun, mulai melayani Tuhan di bawah bimbingan Eli.  

Saat memulai tugas pelayanan, Samuel belum mengenal Allah. Sabda-Nya memang belum pernah didengarnya (1Sam. 3:7). Ia berbeda dengan dua orang anak Eli, yang tidak mau mendengarkan dan melaksanakan sabda Allah.

Kedua orang anak imam ini melakukan apa yang jahat di mata Tuhan.

Mereka mencemarkan korban bakaran dengan merampas daging korban yang seharusnya dipersembahkan kepada Allah (1Sam. 2:12-17); di samping itu, mereka juga tidur dengan perempuan yang melayani di depan pintu Kemah Pertemuan (1Sam. 2:22).

Eli menegur kedua anak itu, tetapi mereka abaikan, sehingga Tuhan pun murka dan hendak mematikan mereka (1Sam. 2:25).

Sepertinya kedua anak Eli mencerminkan situasi umat. Umat tidak mau lagi mendengarkan sabda Allah. Penulis Kitab Samuel mengungkapkan ”Pada masa itu firman Tuhan jarang; penglihatan-penglihatan pun tidak sering.” (1Sam. 3:1).

Tuhan, yang tidak berkenan bicara, menandakan penghukuman, karena umat Israel berlaku tidak setia pada-Nya (bdk. 1Sam. 28; Mzm. 79:4; Yes. 29:9-14; Mi. 3:6-7; Ams. 29:18). 

Suara Allah yang didengarkan Samuel menandakan kehendak Allah untuk mengundang manusia kembali kepada-Nya.

Pada dua kesempatan pertama saat mendengar ada suara memanggil namanya, Samuel mengira ia mendengar suara Eli, sang imam. Dalam benaknya, Eli memanggil karena membutuhkan bantuan anak muda itu di waktu malam. Saat itu Eli tertidur lelap.

Bertambahnya usia seharusnya beriringan dengan bertambah bijak jiwanya dalam membedakan suara Tuhan dengan suara lainnya. Samuel, yang muda usia, mendengar suara panggilan itu, karena berjaga, sama seperti Allah, yang dilambangkan dengan nyala lampu; sedangkan Eli, yang berusia lanjut, tidur pulas.

Kedewasaan iman tidak ditentukan oleh jumlah umur; tetapi ditentukan oleh hati yang mendengarkan dan melaksanakan  sabda Allah. Dua kali Eli gagal mengenali suara Allah, ”Samuelpun bangunlah, lalu pergi mendapatkan Eli serta berkata, “Ya, bapa, bukankah bapa memanggil aku?”

Tetapi Eli berkata: “Aku tidak memanggil, anakku; tidurlah kembali” (1Sam. 3:6). Baru pada panggilan ketiga Eli menyadari bahwa suara yang didengar anak muda yang membantunya bukanlah suaranya sendiri.

Itulah suara Allah, yang hendak menyatakan sabda-Nya pada Samuel.  

Eli membimbing Samuel untuk menata batin dan sikap hormat pada Allah, apabila suara serupa  sampai ke pendengarannya. 

Maka, pada saat Allah menyatakan diri-Nya pada kesempatan terakhir, Samuel telah siap. Ia menyatakan diri-Nya pagi-pagi benar saat Eli tidur lelap.

Saat pagi dipilih karena itulah saat ketika manusia lemah. Tentang  kesiapan dan ketaatan batin Samuel, Santo Gregorius Agung mengajarkan, “Anak muda ini memberi kita teladan tentang sikap taat tertinggi. Ketaatan yang benar tidak pernah mempertanyakan apa yang diperintahkan, atau menghitung-hitung, karena ia yang memutuskan untuk melaksanan ketaatan yang sempurna itu menolak pertimbangan hatinya sendiri” (dikutip dari In Primum Regum, 2, 4, 10-11)

Dua tugas utama dipikul para nabi dan pewarta sabda-Nya, dimulai dari Samuel : mendengarkan Allah dengan saksama (1Sam. 3:9-10) dan dengan setia mewartakan pesan yang didengarnya dari Allah, walau pesan itu terdengar sangat keras di telinga pendengarnya (1Sam. 3:11-14.18).

Santo Bernardus berkata, ”Sangatlah diberkati mereka yang mendengar bisikan lembut dari Allah dalam keheningan dan yang selalu mengulang-ulang perkataan Samuel, “Berbicaralah, sebab hamba-Mu ini mendengar” (dikutip dari Sermones De Diversis, 23, 7).

Lihatlah Anak domba Allah!

Yohanes mengenal Yesus sebagai “Anak domba Allah” (Yoh. 1: 36). Ia tidak pernah menyesatkan siapa pun, karena ia berbuat benar dan benar berasal dari Allah (bdk. 1Yoh. 3:7-10). 

Ketika ia menyatakan Yesus sebagai Anak domba Allah, Yohanes menyingkapkan bahwa Yesus adalah Dia yang diutus untuk menebus  manusia dari dosa dan maut.

Darah Anak domba Paskah (Kel. 12) membebaskan bangsa Israel dari perbudakan Mesir dan dari bencana kematian. Melalui pengorbanan-Nya di kayu salib, Yesus menjadi Anak domba Paskah kita, yang membebaskan kita dari dosa dan maut (1Kor. 5:7).

Darah-Nya yang ditumpahkan di kayu salib membersihkan, menyembuhkan dan membebaskan kita dari perbudakan dosa, dan dari maut, yang menjadi upah dosa (Rm. 6:23) serta “membinasakan baik jiwa maupun tubuh di dalam neraka”  (Mat. 10:28).

Yohanes pasti sangat paham dengan dengan ibadat korban domba di Bait Allah untuk menyucikan umat dari dosa (Kel. 29). Sang ayah, Zakharia, pasti sering mengajaknya pergi membantunya melaksanakan upacara korban bakaran di Bait Allah (bdk. Luk. 1:8-10).

Dalam Yesus, Yohanes melihat korban  yang sejati dan satu-satunya yang mampu membebaskan manusia dari dosa, kematian dan cengkeraman kuasa neraka. 

Yohanes mampu mengenal Yesus sebagai Anak Allah dan Sang Juruselamat (Yoh. 1:29) karena Roh Kudus menyingkapkan misteri itu padanya.

Inilah karunia iman. Allah menganugerahkan Roh Kudus secara cuma-cuma, agar manusia mampu memahami – dengan mata batin dan mata iman yang telah diterangi-Nya – misteri dan rencana-Nya untuk mempersatukan segala sesuatu dalam diri PuteraNya, Tuhan kita Yesus Kristus (Ef. 1:10). 

Apakah yang kamu cari?

Yohanes menunjukkan kerendahan hatinya ketika secara terus terang ia berkata bahwa ia bukan Mesias. Ia hanya mempersiapsiapkan jalan bagi-Nya (Yoh. 1:19-23).

Ia justru menunjuk dan mengantar para muridnya untuk berjumpa dan mengikuti Sang Musias, Kristus, Yang Diurapi (Yoh. 1: 36).  Dan kedua muridnya mengikuti apa yang disarankannya, mengikuti Yesus (Yoh. 1: 37).

Merasa diikuti orang, Yesus menoleh dan mengambil inisiatif dialog, “Apakah yang kamu cari?” (Yoh. 1: 38). Mereka menjawab dengan balik bertanya, “Guru, di manakah Engkau tinggal?” (Yoh. 1: 38).

Kata kata Yunani, μένω, meno, yang berpadanan kata dengan kata ‘tinggal/diam’, dalam Injil Yohanes, memiliki beragam makna.

Misalnya: Yesus tidak hanya tinggal/diam di Galilea, Yudea, atau Yerusalem, tetapi Ia juga tinggal/diam di dalam Bapa (Yoh. 14:10-11); Ia juga tinggal-diam di rumah Bapa serta mempersiapkan tempat bagi para muridNya untuk tinggal/diam bersamanya. Tinggal/diam juga bisa bermakna bersatu: “Barangsiapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia” (Yoh. 6:56).

“Marilah dan kamu akan melihatnya” (Yoh. 1: 39) menjadi ajakan untuk datang dan berkumpul bersama dengan Yesus.

Inilah tahap pertama perkembangan iman/pengenal akan Yesus. Perjumpaan ini selalu bermakna untuk saling mengenal pribadi masing-masing, terlebih pribadi Dia yang mengajak untuk tinggal bersama-Nya.

Kami telah menemukan Mesias

Ketika Andreas berjumpa dengan Yesus dan menemukan bahwa Ia adalah Mesias (Yoh. 1:41), segera ia memberitahu dan mengajak Simon, kakaknya, berjumpa dengan-Nya. Ia mengajak Simon untuk “datang dan melihat”-Nya sendiri.

Maka, Andreas adalah Rasul-Nya yang pertama dan Gereja menghormatinya dengan gelar Protokletos, yang dipanggil pertama.

Ketika Yesus melihat Simon datang, Ia menyambutnya seperti yang dilakukan-Nya pada Andreas. Saat itu juga Ia menyingkapkan bahwa Ia telah mengenal siapa Simon, asal usulnya, sebelum ia bertatap muka dengan-Nya, “Engkau Simon, anak Yohanes” (Yoh. 1:42).

Kemudian  Ia memberi nama baru bagi Simon, “Kefas”, ungkapan dalam bahasa Aram, dalam Yunani ‘Petros’ dan Latin ‘Petrus’, karang.

Pada masa Israel kuno, sebutan “Karang” berarti pujian atau penghormatan tertinggi bagi seseorang.

Merujuk pada Abraham, tradisi para rabbi Israel mengatakan ketika Allah berjumpa dengan Abram, Ia bersabda, “Aku telah menemukan karang, yang di atasnya akan Kubangun dunia.”

Melalui Abraham Ia membangun umat bagi diri-Nya. Melalui iman Petrus mengenal Sang Mesias, Kristus, Yang Diurapi, Putera Allah yang tunggal.

Perjanjian Baru menggambarkan Gereja sebagai rumah rohani yang dibangun di atas batu yang hidup, yakni persekutuan iman para anggotanya (bdk. 1Ptr. 2:5).

Katekese

Murid-murid pertama yang mengharapkan Mesias. Santo YohanesChrysostomus, 349-407:  

“Setelah tinggal bersama Yesus dan belajar tentang apa yang dilakukan-Nya, Andreas tidak menyembunyikan harta yang berharga itu untuk dirinya sendiri.

Tetapi, ia bergegas dan lari menemui saudaranya untuk memberi tahu tentang kebaikan hati Yesus yang dirasakannya.

Namun, mengapa Yohanes tidak menyebutkan apa pembicaraan mereka? Bagaimana kita tahui tentang hal ini : mengapa mereka tinggal bersama-Nya? …

Amati apa yang dikatakan Andreas kepada saudaranya, “Kami telah menemukan Mesias (artinya: Kristus)”.

Kalian tahu, dalam waktu yang sangat pendek, bagaimana ia menunjukkan tidak hanya daya pikat yang memancar dari Guru yang bijaksana, tetapi juga kerinduan hatinya yang membuncah sejak dari permulaan.

Karena kata ini, “kami telah menemukan”, merupakan ungkapan jiwa yang merindukan kehadiran-Nya, menanti-nantikan kehadiran-Nya, mengharapkan kedatangan-Nya dari surga, dan begitu bersuka cita ketika apa yang diharapkannya terjadi, sehingga ia bergegas menyebarluaskan Kabar Gembira kepada orang lain.

Inilah kebenaran tentang rasa persaudaraan, persahabatan yang wajar.

Semua terjadi ketika seseorang ingin mengulurkan tangan pada sesama ketika kegembiraan rohani datang pada saatnya. Perhatikan juga bagaimana nada bicara yang penuh tekanan pada kata ‘Mesias’.

Ia tidak mengucapkan dengan nada datar, biasa saja. Penuh tekanan untuk mempertegas dengan siapa ia berjumpa. Mereka tidak mengharapkan Kristus yang tidak pernah mempunyai relasi dengan sesama (dikutip dari  Homilies On The Gospel Of John 19.1)

Oratio-Missio

  • Tuhan, penuhi hati kami dengan kuasa Roh Kudus agar aku tumbuh dalam pengetahuan akan kasih dan kebenaran-Mu. Semoga Roh-Mu berkobar dalam hatiku agar aku dengan suka cita mencari-Mu dan melaksanakan sabda-Mu dalam segala hal. Amin.
  • Apa yang perlu aku lakukan sebagai jawaban atas pertanyaan-Nya, “Apakah yang kamu cari?z’ (Yoh. 1: 38)? Atau “Berbicaralah, sebab hamba-Mu ini mendengar!” (1 Sam 3:10)?   

Dicit eis: “ Quid quaeritis? – Ioannem 1:38

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here