Jumat. Pekan Prapaskah III (U)
- Hos. 14:2-10.
- Mzm. 81:8c-8a.8b-9.10-11b.14-17.
- Mrk. 12:28b-34.
Lectio
28 Lalu seorang ahli Taurat, yang mendengar Yesus dan orang-orang Saduki bersoal jawab dan tahu, bahwa Yesus memberi jawab yang tepat kepada orang-orang itu, datang kepada-Nya dan bertanya: “Hukum manakah yang paling utama?”
29 Jawab Yesus: “Hukum yang terutama ialah: Dengarlah, hai orang Israel, Tuhan Allah kita, Tuhan itu esa. 30 Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu. 31 Dan hukum yang kedua ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Tidak ada hukum lain yang lebih utama dari pada kedua hukum ini.”
32 Lalu kata ahli Taurat itu kepada Yesus: “Tepat sekali, Guru, benar kata-Mu itu, bahwa Dia esa, dan bahwa tidak ada yang lain kecuali Dia. 33 Memang mengasihi Dia dengan segenap hati dan dengan segenap pengertian dan dengan segenap kekuatan, dan juga mengasihi sesama manusia seperti diri sendiri adalah jauh lebih utama dari pada semua kurban bakaran dan kurban sembelihan.”
34 Yesus melihat, bagaimana bijaksananya jawab orang itu, dan Ia berkata kepadanya: “Engkau tidak jauh dari Kerajaan Allah.” Dan seorang pun tidak berani lagi menanyakan sesuatu kepada Yesus.
Meditatio-Exegese
Hukum manakah yang paling utama?
Setelah membungkam orang Saduki yang bertanya tentang kebangkitan badan (Mrk. 12:18-27), ahli-ahli Taurat bertanya tentang hukum mana yang paling utama. Pada saat itu orang Yahudi merumuskan 613 perintah dan larangan beserta komentar para rabbi sebagai tolok ukur pelaksanaan Hukum Taurat (www.jewfaq.org/m/613.htm).
Beberapa kalangan berkata, “Semua peraturan itu penting, karena semua berasal dari Allah. Manusia tidak boleh mengabaikan satu iota sekali pun (bdk. Mat. 5:17-18). Dan kita tidak boleh membeda-bedakan apa yang ditetapkan Allah.”
Yang lain berkata, “Beberapa peraturan lebih penting dari lainnya. Karena itu mereka harus diberi perhatian lebih untuk dilaksanakan.” Nah, ahli Taurat bertanya kepada Yesus bagaimana pandangan Yesus tentang hukum Taurat, mana yang terpenting.
Para ahli Taurat melupakan seruan tobat para nabi, termasuk Nabi Hosea. Nabi Hosea, yang berasal dari Kerajaan Utara, bekerja sebagai nabi pada tahun 750-735 SM. Ia bekerja ketika situasi kerajaan itu sangat keruh. Ia menikah dengan Gomer, seorang pelacur bakti, dan memiliki 3 orang anak.
Perkawinan nabi menjadi lambang ketidak setiaan Israel pada Yahwe, Allah (Hos. 1:2-9). Kepada bangsa itu Hosea menyerukan pertobatan dan kembali kepada Allah. Bangsa itu harus hidup dalam relasi kasih dan setia kepada Allah. Mereka tidak bisa mengandalkan kuasa manusia, sekalipun itu kemaharajaan Asyur.
Sang nabi berseru-seru, “Bertobatlah, hai Israel, kepada TUHAN, Allahmu, sebab engkau telah tergelincir karena kesalahanmu. Bawalah sertamu kata-kata penyesalan, dan bertobatlah kepada TUHAN! katakanlah kepada-Nya:
“Ampunilah segala kesalahan, sehingga kami mendapat yang baik, maka kami akan mempersembahkan pengakuan kami. Asyur tidak dapat menyelamatkan kami; kami tidak mau mengendarai kuda, dan kami tidak akan berkata lagi: Ya, Allah kami! kepada buatan tangan kami. Karena Engkau menyayangi anak yatim.” (Hos. 14:2-4).
Jalan Tuhan selalu benar. Kebijaksanaan-Nya selalu menguatkan dan berkat-Nya melimpah kepada mereka yang patuh kepada perintah-Nya.
Dengarlah, hai orang Israel
Di antara para penulis Injil Sinoptik, Santo Matius, Markus dan Lukas, hanya Santo Markus yang mengutip secara lengkap kata-kata pembukaan Syema (Dengarlah) sesuai dengan (Ul. 6:4-5). Perintah pada Kitab Ulangan ini diawali dengan pengakuan iman akan Allah.
Kemudian disusul pengakuan akan ke-esa-an Allah. Pengakuan ini sekaligus menepis dan menghapuskan praktik kepercayaan politheisme di antara umat (Mrk. 12:29).
Selanjutnya disusul perintah, “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu” (Mrk. 12:30). Mulai abad ke-2 SM, setiap orang Yahudi harus mendaraskan Shema Israel secara berulang, 3 kali sehari, pagi, tengah hari dan malam.
Pendarasan doa ini sejajar dengan pendarasan doa Bapa Kami, yang diajar Yesus di komunitas iman Perjanjian Baru.
Yesus melanjutkan mengutip perintah Allah dalam Kitab Imamat, “Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri (Mrk. 12:31; bdk. Im. 19:18). Tidak ada hukum lain yang lebih utama dari pada kedua hukum ini.”
Jawaban Yesus begitu singkat, tepat sasaran. Itulah isi seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi, yang diajarkan Yesus dan dihayati-Nya (Mat. 7:12).
Tepat sekali, Guru, benar kata-Mu itu
Ahli Taurat itu hanya dapat menyetujui dan membenarkan sabda-Nya. Ia lalu menyimpulkan sendiri, “Memang mengasihi Dia dengan segenap hati dan dengan segenap pengertian dan dengan segenap kekuatan, dan juga mengasihi sesama manusia seperti diri sendiri adalah jauh lebih utama dari pada semua korban bakaran dan korban sembelihan.” (Mrk. 12:33).
Para nabi dan pemazmur dalam Perjanjian Lama juga membenarkan kesimpulan itu (Hos. 6:6; Mzm. 40:6-8; Mzm. 51:18-19). Mengasihi Tuhan dan sesama dalam praktik hidup sehari-hari menjadi lebih penting dari novena, doa pujian, khotbah indah dan berapi-api serta perarakan megah.
Engkau tidak jauh dari Kerajaan Allah!
Yesus memuji ahli Taurat itu dengan bersabda, “Engkau tidak jauh dari Kerajaan Allah!”. Santo Markus menggunakan ungkapan βασιλειας του θεου, basileias tou Theou. Kerajaan Allah dibangun dari perpaduan dua kasih: kasih kepada Allah dan kasih kepada sesama.
Keduanya harus dilaksanakan dan dihidupi dalam komunitas iman; tidak dikhotbahkan dan dibicarakan. Sabda Tuhan kita, Yesus Kristus, “Pada kedua hukum inilah tergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi.” (Mat. 22:40).
Dan tolok ukur mengasihi menurut Perjanjian Lama: “Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu.” (Im. 19:18). Tetapi dalam Perjanjian Baru, Tuhan menetapkan tolok ukur baru (Yoh. 15:12): “Kamu saling mengasihi, seperti Aku telah mengasihi kamu.”, ut diligatis invicem, sicut dilexi vos.
Mengasihi, seperti Ia telah mengasihi, menghantar setiap manusia tidak hanya dekat dengan dengan Kerajaan Allah, tetapi masuk ke dalamnya.
Katekese
Api kasih Allah. Santo Augustinus, Uskup dari Hippo, 354-430:
“Gaya tarik bumi mempertahankan setiap benda tetap ada di tempat masing-masing. Api berkobar ke arah atas; sementara sebutir batu jatuh.
Benda-benda yang tidak ada di tempat masing-masing akan melayang-layang hingga mencapai tempat untuk meletakkan dirinya sendiri. Hal ini juga diterapkan pada kita.
Berat badanku adalah kasih; ke mana pun aku pergi, aku digerakkannya. Melalui kasih Allah, kita menangkap api kita sendiri dan, dengan bergerak ke atas, menemukan tempat dan peristirahatan kita.” (Confessions 13,9)
Oratio-Missio
Kami mengasihi-Mu, ya Allah kami; dan kami hendak semakin mengasihi-Mu. Bantulah kami, agar kami dapat mengasihi-Mu sebanyak yang kami mampu, dan sebanyak yang seharusnya.
Ya Sahabat yang terkasih, yang telah begitu mengasihi dan menyelamatkan kami, Engkau yang begitu manis dan selalu semakin manis dalam budi kami, datanglah bersama Kristus dan berdiamlah di dalam hati kami.
Kami sadar bahwa Engkau menjaga bibir, langkah, dan perbuatan kami; maka, tidak perlu jiwa dan tubuh kami cemas dan gelisah. Berilah kami kasih-Mu, yang termanis dari semua anugerah, yang tidak mengenal musuh.
Tanamkanlah di dalam hati kami kasih murni, yang lahir dari kasih-Mu kepada kami, agar kami dapat mengasihi sesama seperti Engkau mengasihi kami.
Ya Allah, Bapa Tuhan kami, Yesus Kristus, dari-Nya mengalir seluruh kasih, biarkan hati kami, yang beku karena dosa, dingin pada-Mu dan dingin pada sesama, dihangatkan oleh api ilahi ini. Maka, tolonglah dan berkatilah kami di dalam Anak-Mu (doa Santo Anselmus, abad ke-12, terjemahan bebas)
- Apa yang harus aku lakukan untuk masuk dalam Kerajaan-Nya?
Non es longe a regno Dei – Marcum 12: 34