Home BERITA Lectio Divina 17.8.2025 – Kaisar-Warga: Hak dan Kewajiban

Lectio Divina 17.8.2025 – Kaisar-Warga: Hak dan Kewajiban

0
27 views

Minggu. Hari Raya Kemerdekaan Republik Indonesia (P)

  • Sir. 10:1-8
  • Mzm. 101:1a.2ac.3a.6-7
  • 1Ptr. 2:13-17
  • Mat. 22:15-21

Lectio

15 Kemudian pergilah orang-orang Farisi dan membuat rencana bagaimana mereka dapat menjerat Yesus dalam perkataan-Nya. 16 Mereka menyuruh murid-murid mereka bersama para penduduk Herodes bertanya kepada-Nya, “Guru, kami tahu, Engkau adalah seorang yang jujur dan dengan jujur mengajar jalan Allah dan Engkau tidak takut kepada siapapun juga, sebab Engkau tidak memandang muka.

17 Katakanlah kepada kami pendapat-Mu: Apakah diperbolehkan membayar pajak kepada Kaisar atau tidak?” 18 Namun, Yesus mengetahui kejahatan hati mereka itu lalu berkata, “Mengapa kamu mencobai Aku, hai orang-orang munafik?

19 Tunjukkanlah kepada-Ku mata uang untuk pajak itu.” Mereka membawa suatu dinar kepada-Nya. 20 Ia bertanya kepada mereka, “Gambar dan nama siapakah ini?” 21 Jawab mereka, “Gambar dan nama Kaisar.”

Lalu kata Yesus kepada mereka, “Berikanlah milik kaisar kepada kaisar dan milik Allah kepada Allah.”

Meditatio-Exegese

Hiduplah sebagai orang merdeka

Tidak mudah bagi anggota Gereja yang telah tersebar di seluruh penjuru Kekaisaran Romawi, terutama para anggota baru, hidup di tengah masyarakat, seperti saat Santo Petrus mengirim surat kepada seluruh umat. Sejak Kaisar Nero berkuasa, 37-68, umat mengalami tekanan berat karena ditentang dan akan datang gelombang pengejaran, penganiayaan, pemenjaraan, bahkan pembunuhan di bawah perintah Kekaisaran Romawi.

Di tengah pengejaran dan penganiayaan , Santo Petrus menguatkan iman umat untuk menghadapi tekanan yang sedang berlangsung dan menghadapi gelombang yang akan datang. Paus pertama Gereja menggunakan beberapa butir nasihat yang disampaikan Nabi Yeremia kepada para tawanan yang dibuang di Babel (Yer. 29).

Anggota jemaat perdana, yang hidup dibawah tekanan berat dari sesama warga, pemerintahan yang kejam dan pengejaran yang tak kunjung putus, harus tetap menghormati, mentaati hukum dan menunjukkan peri hidup yang baik. Nasihatnya juga berlaku bagi tiap pribadi Kristen menghadapi pemerintahan yang jahat terhadap rakyat. 

Allah mendirikan pemerintahan-perintahan dan menempatkan rakyat di bawah kuasa mereka. Ia menghendaki mereka bertindak bijaksana untuk menjamin kesejahteraan umum (bdk. Ams. 8:15; Dan. 2:21). Maka, setiap pribadi dipanggil untuk menuruti kehendak Allah, walau sering kali sangat berat karena kualitas atau spiritualitas kepemimpinan seseorang.

Tiap orang Kristen memiliki dua kewargaan. Ia menjadi warga Kerajaan Surga, karena pembaptisan dan dengan itu diangkat menjadi anak-anak-Nya, dan warga negara.

Menggunakan kosa kata yang biasa dipakai dalam kemiliteran, hupotasso, ὑποτάσσω, sepadan dengan menundukkan diri atau menempatkan diri di bawah, paus yang dipilih langsung oleh Yesus (Mat. 16:18), meminta setiap pribadi Kristen sebagai warga negara, “Tunduklah, karena Tuhan, kepada semua lembaga manusia, baik kepada raja sebagai pemegang kekuasaan yang tertinggi, maupun kepada gubernur-gubernur yang diutusnya.” (1Ptr. 2:13-14).

Karena mereka diberi wewenang untuk menghukum orang yang berbuat baik dan memuji orang yang berbuat benar.

Petrus juga menekankan tidak hanya supaya setiap pribadi untuk terus menerus berbuat baik. Dengan cara ini, orang-orang bodoh dan picik dibungkam. Tetapi juga, menghormati semua orang, mengasihi sesama dan menghormati kaisar (1Ptr. 2:17). Karena mereka diciptakan sebagai citra Allah (Kej. 1:27).

Namun demikian, setiap pribadi Kristen adalah orang merdeka. Artinya, melalui Sakramen Baptis, mereka dibebaskan dari seluruh ikatan dan cara hidup dunia. Tetapi, masing-masing tetapi memiliki kehendak bebas untuk memilih: tunduk/menjadi budak dosa atau tunduk/menjadi budak Allah.

Bila tunduk pada dosa, orang Kristen tetap akan mengikuti cara hidup dunia, yakni: menyalahgunakan kemerdekaan untuk menyelubungi kejahatan-kejahatan (bdk. 1Ptr. 2:15), yang bisa berbentuk: pengkhianatan, persekongkolah jahat, perilaku koruptif, pengingkaran iman pada Allah, dll. Paulus menambah daftar:  percabulan, kecemaran, hawa nafsu, penyembahan berhala, sihir, perseteruan, perselisihan, iri hati, amarah, kepentingan diri sendiri, percideraan, roh pemecah, kedengkian, kemabukan, pesta pora dan sebagainya (Gal. 5:19-21).

Maka, Petrus mendesak (1Ptr. 2:15), “Hiduplah sebagai orang merdeka dan bukan seperti mereka yang menyalahgunakan kemerdekaan itu untuk menyelubungi kejahatan-kejahatan mereka, tetapi hiduplah sebagai hamba Allah.”,  quasi liberi, et non quasi velamen habentes malitiae libertatem, sed sicut servi Dei.

Namun, bila dihadapkan pada penguasa yang bertindak tidak sesuai dengan kehendak Allah, yang memberinya kuasa untuk menjamin kesejahteraan umum, tiap pribadi Kristen harus mengambil sikap melawan dengan tindakan yang patut, tanpa kesewenang-wenangan.

Kisah-kisah di masa lalu menginspirasi cara bagaimana menolak kesewenang-wenangan: para bidan Yahudi menolak pembunuhan terhadap bayi laki-laki dari bangsanya (Kel. 1:17); 3 pemuda Yahudi menolak untuk menyembah patung Nebukadnezar (Dan. 3:16-18).

Nabot beradu argumen melawan raja dan berpuasa untuk membela tanah warisannya dari perampasan oleh Raja Ahab dan Izebel, istrinya yang berkebangsaan asing (1Raj. 21:1-16).

Seorang janda yang terus menerus mengetuk pintu pengadilan untuk meminta keadilan pada hakim yang bengis (Luk. 18:1-8); Yesus memberikan seluruh hidup hingga wafat di salib saat berkata, “Sudah selesai.” (Yoh. 19:30).

Orang-orang Farisi menyuruh murid mereka dan orang Herodian

Oran Farisi dan Herodian tak kenal lelah mencoba menjebak Yesus supaya mereka punya alasan untuk menghukum-Nya. Kedua kelompok itu menghendaki pemenjaraan atau kematian Yesus.

Orang Herodian selalu setia pada Herodes Agung,  yang lahir di Askalon dan pendiri wangsa Herodian. Mereka memihak pada kekaisaran Romawi. Herodes Agung dan anak turunnya menjadi penguasa taklukan dan tunjukan Roma. 

Mereka menghendaki kematian Yesus seperti yang dialami Yohanes Pembaptis. Sejak bayi Yesus menjadi ancaman bagi wangsa itu (Mat. 2:1-12). Saat mengajar dan melayani di Galilea, Ia diawasi jangan-jangan membentuk kelompok yang mengecam dan menggoncang kekuasaan mereka, seperti Yohanes Pembaptis.

Orang Farisi sangat membenci penjajah, baik Yunani, Romawi atau siapa pun yang menindas bangsa Yahudi dan bekerja sama dengan musuh. Maka, mereka pun mengecam Yesus saat Ia makan siang di rumah para pemungut cukai, seperti Zakheus.

Memang, mereka membayar pajak, tetapi hapusnya penindasan menjadi cita-cita hidup keagamaan mereka. Cara kaum ini membuat mereka tidak dimusuhi kaum Zelot, yang menentang Romawi.

Maka, persekongkolah antara Farisi dan Herodian merupakan bentuk permufakatan unik. Dua kelompok yang bertentangan ini justru bersatu melawan Yesus. 

Kaum Farisi selalu berjuang untuk merebut kemerdekaan dari tangan penjajah, termasuk Romawi. Sebaliknya,  kaum Herodian mendukung wangsa Herodes dan dan menjadi kaki tangan penjajah Romawi. Tahta yang mereka nikmati dibayar dengan upeti dari hasil memeras rakyat, termasuk dari kaum Farisi.

Orang Herodian berusaha menjerat Yesus dengan memanfaatkan segala situasi. Terlebih, apa yang dilakukan Yesus setelah Yesus masuk kota Yesusalem dengan gilang gemilang (Mat. 21:1-11) seolah menguntungkan mereka.

Kaum Farisi Ia mengecam mereka yang menjadikan agama sebagai kedok untuk mengambil keuntungan pribadi. Ia membersihkan Bait Allah dari pedagang (Mat. 21:12-17) dan mengutuk pohon ara yang mandul (Mat. 21:18-22).

Orang Farisi sebenarnya telah lama merencanakan pembunuhan atas dirinya (Mat. 12:14). Mereka telah berusaha mencobainya, tetapi sia-sia (Mat. 16:1; 19:3). 

Kelompok lain yang terusik adalah para imam dan tua-tua bangsa itu. Mereka menentang dengan mempertanyakan landasan kuasa-Nya (Mat. 21:23-17). Kemarahan mereka makin memuncak setelah Yesus  menanggapi dengan serangkaian perumpamaan, yang bernada menentang kuasa penyerang-Nya (Mat. 21:28-32; 21:33-46; 22:1-14).

Tetapi, karena para memimpin itu takut pada orang banyak, mereka mencari cara lain untuk membunuh Dia (Mat. 21:45-46).

Apakah diperbolehkan membayar pajak kepada Kaisar atau tidak?

Kaum Farisi dan Herodian terlebih dahulu memuji Yesus, “Engkau adalah seorang yang jujur dan dengan jujur mengajar jalan Allah dan Engkau tidak takut kepada siapapun juga, sebab Engkau tidak mencari muka” (Mat. 22:16).

Pujian itu kemudian disusul pencobaan yang membuat relasi makin runcing. Orang-orang suruhan itu mencobai Yesus dengan jebakan tentang pembayaran pajak. Tanya mereka, “Katakanlah kepada kami pendapat-Mu: Apakah diperbolehkan membayar pajak kepada Kaisar atau tidak?” (Mat. 22:17).

Pertanyaan tentang pembayaran pajak menjadi buah simalakama bagi Yesus. Apabila Ia menjawab bahwa pembayaran pajak adalah haram menurut agama Yahudi, Ia pasti dilaporkan pada penguasa Romawi dan segera ditangkap sebagai penghasut pemberontakan.

Sedangkan apabila Ia menjawab bahwa pembayaran pajak dihalalkan oleh hukum Taurat, Ia dianggap sebagai orang yang melecehkan hukum agama dan dibenci mereka yang menentang pembayaran pajak.

Setiap tahun orang dewasa dikenai pajak. Tiap kepala dibebani sebesar dua dinar. Satu dinar setara upah kerja sehari. Kalau memakai ukuran upah per hari sekarang mencapai kira-kira Rp. 70.000 – Rp. 100.000.

Orang Yahudi saat itu percaya bahwa raja mereka adalah Yahwe, Allah. Mereka adalah bangsa teokratik. Maka, pembayaran pajak pada raja di dunia dianggap sebagai penghinaan pada Allah.

Terlebih, kemarahan orang Yahudi makin memuncak apabila harus membayar pajak pada raja yang berasal dari negeri asing. Kelak, salah satu alasan pemberontakan mereka pada tahun 65-70 dipicu oleh keengganan untuk membayar pajak pada penguasa asing.

Tunjukkanlah kepada-Ku mata uang untuk pajak itu

Dalam hidup sehari-hari orang Yahudi menggunakan mata uang perak bergambar kaisar Romawi untuk segala macam transaksi sehari-hari. Pada tahun 14-37 Masehi saat Kaisar Tiberius berkuasa,  gambar kepalanya dicetak di setiap keping uang logam, dinar. 

Dinar Romawi dilarang untuk digunakan dalam peribadatan di Bait Allah. Karena gambar kepala menjadi lambang penghinaan terhadap Allah.

Untuk membuat keping uang asing itu ‘halal’, keping uang Romawi harus ditukarkan di tempat penukaran uang yang dikelola kaum Lewi di Bait Allah (bdk. Mat. 21:12; Mrk. 11:15; Yoh. 2:14). Uang logam bergambar kaisar ditukar dengan uang tembaga tanpa gambar cetakan, sehingga dapat digunakan di Bait Allah.

Bagi orang Yahudi gambar penguasa di permukaan uang logam merupakan pelanggaran terhadap perintah Allah kedua. Pencetakan gambar penguasa setara dengan membuat patung berhala (Kel. 20:4-6).

Dinar Romawi pasti bernilai lebih tinggi dari pada uang tembaga yang digunakan di Bait Allah.  Uang itu biasanya disimpan di saku pakaian. Ringkas dan bisa dibawa ke mana pun untuk transaksi. 

Maka, dalam kebisuan, tiap orang yang membawa mata uang bergambar Caesar tidak hanya berarti mengkui kedaulatan dan kekuasaannya. Ia juga menaklukkan diri pada penjajah.

Tetapi, di tahun 70 bangsa Yahudi memberontak melawan Kekaisaran Romawi. Mereka tidak menentang uang yang dipakai, tetapi menentang panji-panji bergambar Caesar  yang dikibarkan di Bait Allah.

Sejarahwan Yahudi, Flavius Josephus mencatat bahwa penduduk Yerusalem “memilih mati dari pada membiarkan panji-panji bergambar Caesar masuk Yerusalem.” (Antiquities of the Jews, 18:59).

Maka, Yesus meminta ditunjukkan uang untuk membayar pajak itu dan bertanya pada mereka (Mat. 22:19-20), ”Tunjukkanlah kepada-Ku mata uang untuk pajak itu. Gambar dan tulisan siapakah ini?”,Ostendite mihi nomisma census. Cuius est imago haec et suprascriptio?

Uang yang ditunjukkan adalah sekeping dinar dengan cap/gambar Caesar. Maka, tepatlah kecaman Yesus akan kemunafikan orang Farisi. Kata Yunani υποκριται, hupokritai, bermakna “pemain sandiwara/drama yang berperan bukan sebagai dirinya sendiri”.

Yesus menyebut mereka orang munafik sebanyak empat belas kali dalam Injil Matius (Mat. 6:2.5.16; 15:7; 16:3; 22:18; 23:13.14.15.23.25.27.29; 24:51).

Saat bertanya tentang εικων, eikon, ‘gambar’, Yesus mengejutkan setiap orang, termasuk kaum Farisi. Kata itu mengingatkan orang Farisi bahwa tiap manusia diciptakan “menurut gambar Allah” (Kej. 1:27). Maka, mereka meninggalkan Yesus dengan langkah cepat dan terburu.

Wajah kaisar tercetak di uang logam Romawi. Dan ia diciptakan Allah menurut gambar-Nya. Maka, kaisar dan tiap aparatur negara harus tunduk pada kedaulatan dan kekuasaan Allah, Penguasa hidup dan matinya.

Berikanlah apa yang wajib kamu berikan

Kewajiban warga negara adalah membayar pajak kepada negara. Kewajiban ini dilandaskan pada pemikiran bahwa segala kuasa berasal dari Allah (Rom. 13:1).

Pemerintahan memiliki kuasa untuk menyelenggarakan dan mengusahakan kesejahteraan umum. Dan  mereka yang menentangnya layak dihukum, karena berlawanan dengan kesejahteraan umum.

Maka, “tiap warga negara wajib membayar pajak kepada orang yang berhak menerima pajak, cukai kepada orang yang berhak menerima cukai; rasa takut kepada orang yang berhak menerima rasa takut dan hormat kepada orang yang berhak menerima hormat.” (Rm. 13:6-7).

Imbal balik yang diterima oleh warga sebagai wujud nyata kesejahteraan umum: terjaminnya rasa aman, perlakuan setara di muka hukum, sarana-prasarana pergerakan warga, jaminan untuk mengekspresikan hasil budaya, jaminan atas kebebasan berkeyakinan, dan sebagainya.

Ketaatan kepada penguasa yang dilambangkan dengan pembayaran pajak. Tetapi ini tidak berlaku lagi apabila penguasa melanggar hukum yang ditetapkan Tuhan, yakni prinsip penyelenggaraan kekuasaan yang melanggar hak asasi manusia (bdk. Kis. 5:29).

Sabda-Nya (Mat. 18:20), “Berikanlah milik kaisar kepada kaisar dan milik Allah kepada Allah.”, Reddite ergo, quae sunt Caesaris, Caesari et, quae sunt Dei, Deo.    

Katekese

Perhatikan dan ulurkan tangan untuk yang miskin dan rentan. Paus Fransiskus, 1936 – 2025:

“Sangat perlu memberi perhatian dan mendekatkan diri kepada bentuk-bentuk baru kemiskinan dan kerentanan, di mana kita dipanggil untuk mengenali Kristus yang menderita, bahkan jika hal ini tampaknya tidak memberi kita manfaat nyata dan langsung.

Saya berpikir tentang para tunawisma, para pecandu napza, para pengungsi, penduduk asli, orang lanjut usia yang semakin terasing dan terlantar, dan banyak orang lainnya. Para migran memberikan tantangan khusus bagi saya, karena saya adalah imam dari sebuah Gereja tanpa perbatasan, Gereja yang menganggap dirinya ibu bagi semua.

Oleh sebab itu, saya menyerukan kepada setiap negara untuk memiliki keterbukaan murah hati yang akan mampu menciptakan bentuk-bentuk sintesis budaya baru tanpa perlu takut kehilangan identitas lokal.

Betapa indahnya kota-kota yang mampu mengatasi kecurigaan yang melumpuhkan, mengintegrasikan orang-orang yang berbeda dan menjadikan integrasi ini suatu faktor baru dari pengembangan.

Betapa menariknya kota-kota yang, bahkan dalam rancangan arsitekturnya, penuh dengan ruang yang menghubungkan, menciptakan relasi dan mendukung pengakuan akan yang lain.” (Seruan Apostolik Sukacita Injil, Evangelii Gaudium, 210).

Oratio-Missio

Tuhan, karena Engkau menciptakan aku, aku berhutang pada-Mu seumur hidupku. Karena Engkau menebus aku, aku berhutang nyawa pada-Mu. Karena Engkau melimpahi aku dengan janji setia-Mu, aku berutang pada-Mu seluruh jiwa, raga dan budiku.

Terlebih, aku berutang atas limpahan kasih yang Engkau curahkan lebih dari yang aku mampu bayangkan, karena Engkau sendiri memberikan Diri-Mu sendiri dan menjanjikan Diri-Mu padaku. Tuhan, aku berdoa pada-Mu, karena kasih, buatlah aku mampu merasakan apa yang kurasakan melalui akal budiku. Karena kasih, buatlah aku mengenal apa yang kuketahui melalui pemahamanku.

Aku berutang pada-Mu lebih dari seluruh diriku, tetapi aku tak punya apa-apa lagi, dan, karena diriku aku tak mampu meluasi seluruh hutangku pada-Mu. Tuhan, perkenankanlah aku dekat padaMu, dalam kepenuhan kasih-Mu.

Karena aku Engkau ciptakan, seluruhnya aku milik-Mu. Buatlah aku selalu menjadi milik-Mu, dalam kasih. Amin. (Doa Santo Anselmus, 1033-1109, terjemahan bebas) 

  • Apa yang perlu aku lakukan untuk terlibat dalam memajukan lingkungan tempatku tinggal?

“Reddite ergo, quae sunt Caesaris, Caesari et, quae sunt Dei, Deo” – Matthaeum 18:20

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here