Minggu. Pekan Biasa XVII (H). Santo Yakobus, Rasul
- 2Raj. 4: 42-44.
- Mzm. 145: 10-11.15-16.17-18.
- Ef. 4: 1-6.
- Yoh. 6: 1-15.
Lectio (baca. Yoh. 6:1-15)
Meditatio-Exegese
Beginilah perkataan TUHAN, ‘Orang akan makan, dan ada sisanya.’
Hari raya Buah Sulung yang ditetapkan Allah dilaksanakan sehari setelah Sabat raya, pada hari pertama yang kita sebut sebagai hari Minggu.
Hari raya ini diselenggarakan selama delapan hari dari kurban Paskah hingga berakhirnya Hari Raya Roti Tak Beragi (Im. 23:9-14; Yoh. 19:31).
Hukum Taurat menuntut umat perjanjian mempersembahkan bulir gandum dan roti yang dibuat dari gandum sulung ke Bait Allah dan mengucapkan pengakuan iman akan Yahwe di depan altar saat mempersembahkan korban buah dan roti sulung (Ul. 26:1-11).
Umat mengulang persembahan ini selama lima puluh hari ke depan ketika mereka mempersembahkan buah sulung dari panen gandum pada Hari Raya Pentakosta (Im. 23:15-22).
Pada masa kerajaan Israel terpecah, 930-722 sebelum Masehi, para raja Kerajaan Utara menyimpang dari segala bentuk peribadatan yang ditetapkan dalam Perjanjian Sinai.
Mereka membangun bait yang berbeda dan menyusun tata ibadat yang berlainan yang dilakukan di Bait Allah di Yerusalem.
Mereka menambahkan ritus pemujaan pada berhala (1Raj. 12:26-33).
Walau mengalami pelarangan untuk beribadat sesuai tradisi suci di Bait Allah, seorang laki-laki yang setia pada Allah pergi dari kediamannya di Baal-Salisa untuk menjumpai komunitas nabi yang dipimpin Nabi Elisa.
Ia membawa roti hasil yang pertama, dua puluh roti jelai, dan gandum baru dalam kantong.
Setelah diserahkan kepada pelayannya, Nabi Elisa meminta supaya persembahan itu dibagikan untuk memberi makan pada banyak orang.
Tetapi pelayan itu ragu, karena jumlah gandum persembahan cuma sedikit dan tidak akan cukup.
Namun Nabi Elisa, yang telah mengenal kebijaksanaan Allah, meyakinkan bahwa persembahan yang sedikit itu tidak hanya akan mencukupi kebutuhan banyak orang, tetapi justru makanan itu akan tersisa.
Tanda heran yang dilakukan nabi untuk memberi makan seratus orang menjadi pralambang tanda heran yang dilakukan Yesus, saat Ia menggandakan sedikit roti dan ikan untuk memberi makan lima ribu dan empat orang laki-laki, tanpa menghitung jumlah perempuan dan anak-anak (Mat. 14:13-21; Mrk. 6:31-44; Luk. 9:10-17; Yoh. 6:1-13; Mat 15:32-39; Mrk 8:1-10).
Setelah semua orang kenyang, para Rasul Yesus mengumpulkan sisa makanan. 12 keranjang besar tersisa.
Waktu terjadinya tanda heran ini berperan sangat penting. Tanda ini terjadi selama Hari Raya Buah Sulung, yang terjadi pada hari pertama setelah Sabat Pekan Suci pada Hari Raya Paskah/Roti Tak Beragi.
Maka, hari saat Nabi Elisa memberi makan seratus orang menjadi pralambang mukjizat yang paling agung, yakni: Yesus, Sang Roti Hidup, bangkit dari kematian pada hari pertama minggu itu pada Hari Raya Buah Sulung pada tahun 30 Masehi (Mat. 28:1-8).
Ketiga mukjizat pemberian makan pada banyak orang menjadi pralambang mukjizat yang lebih agung, yakni Ekaristi yang dianugerahkan Yesus kepada seluruh umat manusia di seluruh dunia hingga kedatangan-Nya kembali.
Paskah, hari raya orang Yahudi, sudah dekat
Sungai Yordan membentuk dua danau. Di hulu danau besar berair tawar dan di hilir berair garam, Laut Mati.
Yang pertama dikenal sebagai Danau Genesaret (Luk. 5:1), karena mengambil nama daerah di sisi timur laut danau.
Nama lainnya, Danau Galilea (Mat. 4:18; 15:29; Mrk. 1:16; 7:31), karena terletak di Provinsi Galilea.
Santo Yohanes juga menyebut Danau Tiberias (bdk. Yoh. 21:1) mengikuti nama kota baru yang didirikan di tepi danau untuk menghormati Kaisar Tiberius.
Cukup banyak kota di pantai danau itu yang dikunjungi-Nya untuk mengajar di Tiberias, Magdala, Kapernaum, Betsaida, dll.
Santo Yohanes menempatkan kisah dua tanda besar secara berurutan: penggandaan roti (Yoh 6:1-15) dan berjalan di atas air (Yoh 6:16-21). Kemudian, disusul dialog panjang tentang Roti Hidup (Yoh 6:22-71).
Dua peristiwa ini disajikan untuk menjelas makna Paskah (Yoh 6:4). Ia hendak membandingkan Paskah lama dan Paskah baru yang terjadi dalam Yesus. Perbandingan itu menjadi jelas melalui dialog panjang tentang Roti Hidup.
Orang banyak berbondong-bondong mengikuti Dia
Saat Paskah lama, berbondong orang menyeberangi Laut Teberau. Saat Paskah baru, Yesus menyeberangi Danau Galilea. Berbondong orang mengikuti Yesus dengan menyusuri tepi danau.
Saat Paskah Lama Musa naik ke gunung. Saat Paskah baru, Yesus, Musa baru, naik gunung. Orang banyak mengikuti Musa, yang melakukan karya ajaib atas nama Allah.
Orang banyak berbondong mengikuti Yesus karena melihat mujizat penyembuhan yang diadakan-Nya terhadap orang sakit.
Hal itu dikatakan-Nya untuk mencobai dia
Yesus menyaksikan keletihan pada orang banyak yang mengikuti-Nya sehari semalam. Maka, Ia bertanya pada Filipus, “Di manakah kita akan membeli roti, supaya mereka ini dapat makan?” (Yoh. 6:5).
Yesus menghadapkan Filipus dengan situasi nyata di depan mata dan meminta inisiatif untuk bertindak.
Ungkapan yang digunakan: πειραζων, peirazon, dari kata kerja peirazo. Kata itu tidak bermakna mencobai atau menjebak, seperti yang digunakan iblis di gurun (bdk. Mat. 4:1.7; Luk 4:12.13), tetapi menguji.
Filipus gagal mengambil inisitif langkah pertama pemecahan masalah. Ia berpikir seperti orang kebanyakan, “Roti seharga dua ratus dinar tidak akan cukup untuk mereka ini, sekalipun masing-masing mendapat sepotong kecil saja.” (Yoh. 6:7).
Uang sedinar setara dengan upah kerja sehari (Mat. 20:2), setara upah tukang batu kira-kira Rp. 90.000-100.000/hari. Filipus tidak memberi solusi, tetapi menambah masalah.
Seorang anak mempunyai lima roti jelai dan dua ikan
Andreas mencari pemecahan masalah. Ia menemukan seorang anak yang membawa lima roti jelai dan dua ikan. Roti itu terbuat dari tepung jelai bekualitas jelek, yang menjadi makanan pokok keluarga miskin. Lauk pauknya hanya dua ekor ikan kering termurah.
Anak kecil, yang tidak pernah diperhitungkan dalam strata sosial bangsa Yahudi, memberikan seluruh bekalnya untuk hari itu.
Bisa saja ia menolak, “Maaf, pak. Ini hanya cukup untuk untuk saya sendiri. Tidaklah mungkin roti dan ikan ini dibagi untuk seluruh orang. Atau kita bagi berdua saja?”
Si kecil berani memberikan apa yang ia punya untuk memberi makan 5000 orang laki-laki, belum termasuk kaum perempuan dan anak-anak.
Yesus menyuruh semua orang untuk duduk berkelompok, sangat mungkin tiap kelompok berangotakan sepuluh orang (bdk. Kel. 18:25). Ia mengikuti ketentuan pembagian kelompok seperti diatur Hukum Tuhan.
“Lalu Yesus mengambil roti itu, mengucap syukur dan membagi-bagikannya kepada mereka yang duduk di situ, demikian juga dibuat-Nya dengan ikan-ikan itu, sebanyak yang mereka kehendaki.” Accepit ergo panes Iesus et, cum gratias egisset, distribuit discumbentibus; similiter et ex piscibus, quantum volebant.
Pada tahun 100, saat menulis Injil, Santo Yohanes mengulang apa yang ditulis oleh Santo Paulus tentang gerak tubuh Yesus pada Perjamuan Terakhir (1Kor. 11:23-24). Ekaristi, ketika dirayakan sesuai dengan kehendak Tuhan, menuntun tiap anggota jemaat memberikan seluruh hidup.
Tiap anggota komunitas iman Katolik perlu memandang si anak kecil. Ia memberikan seluruh makanannya hari itu, lima roti jelai dan dua ekor ikan kering termurah.
Kumpulkanlah potongan yang lebih supaya tidak ada yang terbuang
Yesus meminta para rasul mengumpulkan apa yang tersisa. Jumlah dua belas bakul berarti jumlah yang banyak, sekaligus melambang dua belas suku Israel.
Yesus meminta para murid mengumpulkan seluruh sisa makanan untuk mengajarkan bahwa anugerah Allah tidak boleh disia-siakan.
Anugerah itu harus diperlakukan dalam spiritualitas kemiskinan. Sabda-Nya (Mat. 6:11), “Berilah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya.” Panem nostrum supersubstantialem da nobis hodie.
Bapa Suci Paulus VI mengajarkan, “Setelah memberi makan sampai kenyang orang banyak itu, Tuhan meminta para murid-Nya untuk mengumpulkan makanan yang tersisa, supaya tidak ada yang terbuang (bdk. Yoh 6:12). Teladan yang layak diajarkan, sangat kuat memberi makna di jaman kita, anugerah sering disia-siakan!
Perintah-Nya merupakan kecaman terhadap seluruh pemikiran masyarakat bahwa konsumsi menjadi tujuan akhir. Pemikiran itu juga melecehkan kaum miskin, dan mereka yang tidak beruntung, khususnya mereka yang dianggap hanya menjadi beban.
Manusia tidak mampu memahami dirinya sendiri yang dipanggil untuk meraih tujuan hidup yang lebih luhur.” (dikutip dari Address to Participants at the World Food Conference, 9 November 1974).
Ia menyingkir pula ke gunung, seorang diri
Mengalami mujizat yang luar biasa, orang banyak itu berseru, “Dia ini adalah benar-benar nabi yang akan datang ke dalam dunia.” (Yoh. 6:14). Apa yang dirasakan orang banyak itu terjawab. Pada diri Yesus terpenuhilah janji Allah untuk mengutus nabi yang seperti Musa, Mesias (Ul. 18:15-19).
Tetapi Yesus menolak. Niat baik mereka ternyata bertentangan kehendak Allah. Ia menghayati diri sebagai Hamba Yahwe dalam tradisi Nabi Yesaya, bukan pahlawan perang, imam agung, hakim, atau raja.
Berbeda dengan orang jaman sekarang yang tamak akan popularitas, Yesus menghindarinya. Maka, Santo Yohanes bersaksi (Yoh. 6:15), “Ia menyingkir ke gunung seorang diri.”, secessit iterum in montem ipse solus.
KATEKESE
Allah memampukan kita. Santo Leo Agung, 400-461 :
“Dalam melaksanakan pelayanan pada rahmat Allah, kita tidak hanya hanya menundukkan diri pada Raja kita melalui ketaatan. Tetapi kita juga menggabungkan diri pada-Nya dengan kehendak bebas.
Jika kita memiliki kehendak yang sama dengan kehendak-Nya, karena menghendaki apa yang Ia kehendaki, menolak apa yang Ia tolak, Ia sendiri pasti menghantar kita pada pada kemenangan di seluruh medan laga hidup kita.
Ia yang telah menganugerahkan ‘kehendak’, pasti akan menganugerahkan juga kemampuan. Dengan cara ini kita dapat ‘bekerja sama’ dalam melaksanakan karya-Nya.
Karena kita percaya akan kebenaran nubuat nabi, “TUHAN adalah terangku dan keselamatanku, kepada siapakah aku harus takut? TUHAN adalah benteng hidupku, terhadap siapakah aku harus gemetar?” (Mzm. 27:1”” (dikutip dari Sermon 26,4,2)
Oratio-Missio
- Tuhan, Engkau memuaskan dahaga hatiku akan Dikau dan mengenyakan kami dengan gandum terbaik (Mzm. 81:16). Penuhilah hatiku dengan ucapan syukur dan berilah semangat murah hati untuk rela memberikan anugerah-Mu kepada sesama dengan murah hati pula. Amin.
- Apa yang perlu aku lakukan untuk tidak membuat anugeran Allah sia-sia?
Colligite, quae superaverunt, fragmenta, ne quid pereat – Ioannem 6:12