Lectio Divina 27.03.2021 – Kematian Rasa Takut

0
321 views
Kematian rasa takut by Vatican News.

Sabtu. Pekan Prapaskah V (U)

  • Yeh. 37:21-28.
  • Mzm. Yer.31:10.11-12b.13.
  • Yoh. 11:45-56

Lectio

46 Tetapi ada yang pergi kepada orang-orang Farisi dan menceriterakan kepada mereka, apa yang telah dibuat Yesus itu. 47 Lalu imam-imam kepala dan orang-orang Farisi memanggil Mahkamah Agama untuk berkumpul dan mereka berkata: “Apakah yang harus kita buat? Sebab orang itu membuat banyak mujizat. 48 Apabila kita biarkan Dia, maka semua orang akan percaya kepada-Nya dan orang-orang Roma akan datang dan akan merampas tempat suci kita serta bangsa kita.”

49 Tetapi seorang di antara mereka, yaitu Kayafas, Imam Besar pada tahun itu, berkata kepada mereka: “Kamu tidak tahu apa-apa, 50 dan kamu tidak insaf, bahwa lebih berguna bagimu, jika satu orang mati untuk bangsa kita dari pada seluruh bangsa kita ini binasa.”

51 Hal itu dikatakannya bukan dari dirinya sendiri, tetapi sebagai Imam Besar pada tahun itu ia bernubuat, bahwa Yesus akan mati untuk bangsa itu, 52 dan bukan untuk bangsa itu saja, tetapi juga untuk mengumpulkan dan mempersatukan anak-anak Allah yang tercerai-berai. 53 Mulai dari hari itu mereka sepakat untuk membunuh Dia. 54  Karena itu Yesus tidak tampil lagi di muka umum di antara orang-orang Yahudi, Ia berangkat dari situ ke daerah dekat padang gurun, ke sebuah kota yang bernama Efraim, dan di situ Ia tinggal bersama-sama murid-murid-Nya.

55 Pada waktu itu hari raya Paskah orang Yahudi sudah dekat dan banyak orang dari negeri itu berangkat ke Yerusalem untuk menyucikan diri sebelum Paskah itu. 56 Mereka mencari Yesus dan sambil berdiri di dalam Bait Allah, mereka berkata seorang kepada yang lain: “Bagaimana pendapatmu? Akan datang jugakah Ia ke pesta?”

Meditatio-Exegese

Ada yang pergi kepada orang Farisi dan menceriterakan apa yang telah dibuat Yesus

Yesus mengarahkan mata ke Yerusalem, sadar sepenuhnya akan apa yang akan dialami dan menimpa diri-Nya (Luk. 9:51; Yes. 50:7). Pembangkitan Lazarus dari kematian, tanda, semeion ketujuh yang dibuat-Nya, ditanggapi secara berbeda. Bagi sementara orang, mereka menjadi percaya bahwa Ia adalah sungguh benar dari Allah. Tetapi, bagi sementara yang lain, Yesus dianggap penghasut, penyesat dan penghujat Allah.

Dari antara sekian orang yang melayat di rumah keluarga Lazarus, Marta dan Maria, ada yang melaporkan kepada kaum Farisi peristiwa Yesus membangkitkan Lazarus yang telah empar hari mati itu. Peristiwa ini pasti mengguncangkan sistem sosio-religius yang mereka bangun. Kalau Ia melakukan mujizat, Ia pasti berasal dari Allah dan tindakan-Nya direstui Allah.

Kalau Yesus benar datang dari Allah, banyak orang akan meninggalkan para pemimpin agama dan berbalik pada Yesus. Maka, Bait Allah ditinggalkan. Agama yang sarat dengan perintah dan larangan dicampakkan, sebab Allah tidak menjadi sumber sukacita. Ia diganti oleh pemenuhan hukum dan peraturan adat istiadat. 

Dalam sidang Sanhedrin, majelis agama Yahudi, terungkap kecemasan dan kekhawatiran. Para pemimpin umat cemas, karena makin banyak orang percaya kepada Yesus. Mereka mulai kehilangan kendali atas pengajaran agama.

Terlebih, kegoncangan di tengah masyarakat pasti dijawab secara militer oleh penguasa Romawi. Kekaisaan Romawi tidak pernah membiarkan munculnya bibit pemberontakan, seperti terjadi tahun 64 SM (bdk. Kis. 5: 35-37). 

Kata mereka, Apakah yang harus kita buat? Sebab orang itu membuat banyak mujizat. Apabila kita biarkan Dia, maka semua orang akan percaya kepada-Nya dan orang-orang Roma akan datang dan akan merampas tempat suci kita serta bangsa kita.” (Yoh. 11:47-48).

Lebih berguna bagimu, jika satu orang mati untuk bangsa kita  

Di tengah kecemasan dan kekhawatiran, para pemimpin agama tidak menilik dan meneliti kehendak Allah. Mereka lupa membaca kehendak Allah dalam Kitab Suci, seperti nubuat Nabi Yehezkiel.

Nabi Yehezkiel, di saat kepedihan karena pembuangan di Babel, menyalakan harapan umat yang ditindas dengan menubuatkan bahwa Allah akan mentahirkan mereka dari dosa. Penyucian dari pihak Allah menjadikan mereka menjadi umat-Nya dan Allah menjadi Allah mereka.

Dan hamba-Nya, Daud, menjadi gembala dan raja mereka satu-satunya. Maka, mereka hidup menurut peraturan dan ketetapan-Nya dengan setia. Inilah perjanjian damai dan kekal antara Allah dengan mereka (bdk. Yeh. 37:21-28).

Harapan Nabi Yehezkiel yang menyala-nyala sepertinya padam di tangan Imam Agung Kayafas. Di tengah kecemasan yang semakin meningkat, ia berkata, lebih berguna bagimu, jika satu orang mati untuk bangsa kita dari pada seluruh bangsa kita ini binasa.” (Yoh. 11:50). Imam agung itu lebih memilih kematian dari pada kebenaran dan hidup.

Santo Yohanes justru memberi komentar tentang bagaimana Allah terus berkarya. Tangan setan dan kepicikan hati manusia berusaha menghalangi rencana-Nya. Tetapi, semua rekayasa gagal menghadang rencana keselamatan Allah.

Santo Yohanes mencatat, Hal itu dikatakannya bukan dari dirinya sendiri, tetapi sebagai Imam Besar pada tahun itu ia bernubuat, bahwa Yesus akan mati untuk bangsa itu, dan bukan untuk bangsa itu saja, tetapi juga untuk mengumpulkan dan mempersatukan anak-anak Allah yang tercerai-berai.” (Yoh 11:51-52).

Mulai saat itulah majelis agama menaruh perhatian besar pada Yesus. Ia makin banyak diikuti orang. Terlebih, ketakutan akan penumpasan seluruh bangsa oleh pemerintahan Kekaisaran Romawi terus melingkupi pikiran mereka.

Selanjutnya, mereka berupaya untuk mencari cara menangkap dan membunuh Lazarus dan Yesus. Melalui tanda yang dibuat-Nya terbukalah lebar-lebar gerbang menuju pemuliaan dan peninggian diri-Nya di kayu salib (Yoh 3:14; 12:32). Dan nubuat Nabi Yehezkiel makin lama makin menjadi nyata.

Bagaimana pendapatmu? Akan datang jugakah Ia ke pesta?

Kematian Yesus telah diincar oleh pemimpin bangsa Yahudi. Ia sudah tidak dapat lagi tampil terang-terangan, harus menyembunyikan diri. Dan secara sembunyi-sembunyi bila harus pergi ke Bait Allah. Maka, Ia menyingkir ke daerah dekat padang gurun, ke sebuah kota yang bernama Efraim, dan di situ Ia tinggal bersama-sama murid-murid-Nya. (Yoh. 11:54).

Sementara itu, pesta di Hari Raya Paskah Yahudi makin dekat. Pada saat seperti ini, selalu setiap tahun, penduduk Yerusalem meningkat padat, hingga tiga kali lipat dari pada hari biasa. Kota penuh karena kedatangan para peziarah dari pelbagai penjuru angin.

Banyak orang yang datang dan berkumpul di Bait Suci saat Yesus mengajar tahu ancaman yang akan menimpa Yesus. Maka, di antara mereka pun juga saling bertanya (Yoh. 11:56), “Bagaimana pendapatmu? Akan datang jugakah Ia ke pesta?”, Quid videtur vobis? Numquid veniet ad diem festum?

Benar, Yesus akhirnya datang dalam pesta perayaan hari besar mereka. Pesta itu dalam sekejap segera berubah menjadi pesta bersimbah darah. Tetapi, kemudian diubah-Nya menjadi pesta untuk kemenangan atas dosa dan maut pada Paskah Kristus.

Dan, pada saat Injil Yohanes ditulis pada akhir abad pertama Masehi, komunitas pengikut Yesus hidup dalam situasi pengejaran pada masa pemerintahan Kaisar Domitianus, dari tahun 81 hingga 96. Pada masa itu komunitas pengikut Yesus yang harus saling melayani satu dengan yang lain. Mereka harus hidup secara sembunyi-sembunyi.

Katekese

Penyaliban selalu dihayati. Santo Augustinus dari Hippo, 354-430:

Penyaliban merupakan kisah yang harus terus berlanjut sepanjang hidup kita, tak hanya selama empat puluh hari, walau Musa, Elia dan Kristus berpuasa selama empat puluh hari. Kita diminta untuk belajar dari mereka untuk tidak terlekat pada dunia saat ini atau meniru apa yang dikatakan dunia, tetapi harus menggantung diri kita yang selalu memberontak melawan Allah di kayu salib. (dikutip dari Sermon 205,1). 

Oratio-Missio

  • Tuhan, semoga aku selalu menjadi murid-Mu yang selalu bersedia menjadikan hidupku seperti yang Engkau kehendaki. Dengan cara itu, Engkau mengizinkan aku ambil bagian dalam kemenangan dan kemuliaan-Mu. Amin.
  • Apa yang perlu kulakukan apabila imanku ditantang untuk kutanggalkan?

Quid videtur vobis? Numquid veniet ad diem festum? – Ioannem 11:56

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here