Lectio Divina 28.06.2021 – Liang Serigala dan Sarang Elang

0
350 views
Ilustrasi: Ikutlah aku. Biarkan orang mati menguburkan orang mati by Vatican News.

Senin. Pekan Biasa XIII. Peringatan Wajib Santo Ireneus dari Lyon, Uskup dan Martir (M)     

  • Kej. 18: 16-33.
  • Mzm. 103: 1-2.3-4.8-9.10-11.
  • Mat. 8: 18-22.

Lectio

18 Ketika Yesus melihat orang banyak mengelilingi-Nya, Ia menyuruh bertolak ke seberang. 19 Lalu datanglah seorang ahli Taurat dan berkata kepada-Nya: “Guru, aku akan mengikut Engkau, ke mana saja Engkau pergi.”

20 Yesus berkata kepadanya: “Serigala mempunyai liang dan burung mempunyai sarang, tetapi Anak Manusia tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepala-Nya.” 21  Seorang lain, yaitu salah seorang murid-Nya, berkata kepada-Nya: “Tuhan, izinkanlah aku pergi dahulu menguburkan ayahku.”

22 Tetapi Yesus berkata kepadanya: “Ikutlah Aku dan biarlah orang-orang mati menguburkan orang-orang mati mereka.”

Meditatio-Exegese

Ia menyuruh bertolak ke seberang

Perikop ini mirip sekali dengan Luk 8, 51-62. Dalam mewartakan Kerajaan Allah Yesus tidak pernah berdiam dan menetap di suatu tempat. Ia terus bergerak, berpindah dari satu lokasi ke lokasi lain. 

Dalam Lukas, Yesus ditampilkan dalam perjalan ke Yerusalem; sedang dalam Matius, Yesus bertolak ke seberang Danau Galilea. Kemungkinan Matius menekankan keinginan Yesus untuk meluaskan pewartaanNya ke darah-darah lain, termasuk daerah asing (Mrk 5:1).

Matius mengungkapkan kehendak-Nya (Mat 8:18), “Ia menyuruh bertolak ke seberang.”, iussit ire trans fretum.

Serigala mempunyai liang dan burung mempunyai sarang

Saat seorang ahli Taurat mengungkapkan keinginan untuk mengikuti-Nya, Yesus tidak segera menjawab, “Ya, ikutlah Aku.” Tetapi Ia menantang orang itu, termasuk setiap murid-Nya sepanjang jaman untuk terlebih dahulu melepaskan ikatan yang merugikan diri sendiri dan jemaat.

Ikatan yang dimaksudkan-Nya adalah rasa aman palsu, karena bergantung pada kekuasaan yang dengan mudah diselewengkan untuk memenuhi kenikmatan pribadi (bdk. Am. 2:6-10,13-16).

Rasa aman palsu dipersonifikasi dalam diri Herodes Antipas yang dipanggil-Nya serigala (bdk. Luk. 13:31-32).

Personifikasi mengandung makna bahwa serigala memiliki karakter atau sifat tetap: loba (Kej. 49:27), buas dan bengis di waktu malam (Yer. 5:6; Hab. 1:8), membinasakan domba (Yoh. 10:12), jahat, licik dan penuh tipu muslihat (Luk. 13:32).

Tetapi, serigala juga bisa bermakna sebagai guru agama atau pewarta palsu yang sangat mementingkan dirinya sendiri dan berniat jahat (Mat. 7:15; 10:16; Luk. 10:3; Yoh. 10:12; Kis. 20:29).

Di samping personifikasi serigala, Yesus menuntut tiap murid-Nya untuk waspada terhadap mentalitas suka menjajah, memeras, menindas, merampas, merampok, menghancurkan, memecah-belah, seperti yang dilakukan oleh Kekaisaran Romawi.

Kekuasaan yang begitu menakutkan hadir dalam lambang aquila, burung elang, dengan tulisan SPQR Senatus Populusque Romanus, Pemerintahan Senat dan Penduduk Kota Roma.

Pada dasarnya, serigala dan elang tiada berbeda. Santo Matius mencatat (Mat. 8:20), “Serigala mempunyai liang dan burung mempunyai sarang.” Vulpes foveas habent, et volucres caeli tabernacula.

Anak Manusia tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepala-Nya

Gelar Anak Manusia mengungkapkan  salah satu inti iman Perjanjian Lama, yakni: Mesias, Yang Diurapi, Juruselamat.

Gelar ini pertama kali digunakan dalam penglihatan Nabi Daniel dalam Dan. 7:13-14; dan digunakan secara umum pada tulisan-tulisan keagamaan bangsa Yahudi pada abad pertama Masehi.

Yesus sangat mengerti secara mendalam makna gelar ini saat ia memulai karya pewartaan Kerajaan Allah.

Namun, kebanyakan orang  yang hidup sezaman dengan Yesus tidak merasa cocok dengan gelar itu, karena bertentangan dengan paham bahwa Mesias harus membebaskan mereka dari penjajahan bangsa asing dan membawa kemakmuran  di dunia.

Penggunaan gelar itu pada Yesus untuk menghindari penyempitan makna hanya pada nasionalisme suatu bangsa. Dalam nubuat Nabi Daniel gelar Anak Manusia memiliki makna transendental, mengatasi seluruh alam ciptaan.

“Tampak datang dengan awan-awan dari langit seorang seperti anak manusia; datanglah ia kepada Yang Lanjut Usianya itu, dan ia dibawa ke hadapan-Nya.

Lalu diberikan kepadanya kekuasaan dan kemuliaan dan kekuasaan sebagai raja, maka orang-orang dari segala bangsa, suku bangsa dan bahasa mengabdi kepadanya.

Kekuasaannya ialah kekuasaan yang kekal, yang tidak akan lenyap, dan kerajaannya ialah kerajaan yang tidak akan musnah.” (Dan. 7:13-14).

Dengan bijaksana dan cerdik Yesus menggunakan gelar Anak Manusia seperti yang disingkapkan Nabi Daniel.

Dengan cara itu, Ia mencegah orang banyak menyeret-Nya dalam percaturan politik untuk merebut kekuasaan duniawi, seperti yang Ia hindari saat pencobaan di padang pasir Yudea (Mat. 4:1-11).

Namun, setelah kebangkitan-Nya, para Rasul menyadari bahwa Anak Manusia memiliki makna yang sama dengan Anak Allah.

Maka, mengacu pada gelar transendental  Anak Manusia, seperti pada penglihatan Nabi Daniel, Yesus tidak memiliki tempat untuk meletakkan kepala-Nya.

Langit dan bumi adalah tumpuan kaki-Nya (bdk. Yes. 66:1).

Namun, saat Ia mengosongkan diri-Nya, Ia justru meletakkan kepala-Nya di palungan dan di haribaan Ibu Maria (Luk. 2:7) dan, akhirnya, Ia juga meletakkan kepala-Nya di kayu salib, lalu di pangkuan Sang Ibu dan di baringkan di pemakaman (Yoh. 19:30, 38-42).  

Ikutlah Aku dan biarlah orang-orang mati menguburkan orang-orang mati mereka

Setiap orang yang ingin bersama Yesus harus mengikuti-Nya. Mengikuti Yesus hanya memiliki makna tunggal: menjadi murid-Nya (bdk. Mat 19:28).

Menjadi murid-Nya, setelah peristiwa kebangkitan-Nya, bermakna menjadi Kristiani, yang ditandai dengan pembaptisan, dan melibatkan diri sepenuh-penuhnya dalam kehidup jemaat, seperti peristiwa pembaptisan sida-sida dari Etiopia oleh Filipus di wilayah Gaza (Kis. 8:26-40).

Santo Matius memberikan dua contoh bagaimana panggilan menjadi murid-Nya. Pada ahli Taurat, Yesus menjelaskan iman macam apa yang dituntut-Nya. Ia mengajak si ahli Taurat untuk melulu mengimani Anak Manusia dan mengikuti jalan yang ditempuh-Nya.

Ia meminta setiap orang yang yang mau mengikuti-Nya melepaskan tata nilai atau mind set yang berlawanan dengan tuntutan Anak Manusia, yakni : tata nilai serigala dan burung elang.

Dan pada orang yang bersedia mengikuti-Nya, Ia menuntut setiap orang untuk terlibat penuh pada tugas perutusan yang diemban. Tuntutan itu seperti tuntutan pada seorang prajurit yang dipanggil bertugas ke medan laga.

Sang prajurit tidak akan meninggalkan posisinya berdiri untuk menguburkan ayahnya yang meninggal dunia.

Murid Yesus memusatkan diri pada tugas perutusan mewartakan Kerajaan Allah; dan, dalam tugas perutusan itu, ia tetap mengandalkan Yesus, Anak Manusia

Maka, menguburkan orang mati bermakna: tidak melekatkan diri pada apa yang dapat musnah.

Santo Yohanes Chrysostomus menulis, “Bila Yesus melarang orang itu, itu tidak dimaksudkan kita mengabaikan penghormatan kepada orang tua kita.

Tetapi Ia menyadarkan kita bahwa tidak ada yang lebih penting dari pada hal-hal surgawi dan kita harus berpaut padanya.

Kita tidak boleh mengesampingkannya walau hanya sejenak, walau tugas perutusan kita menuntut keterlibatan penuh dan menguras seluruh hidup kita” (dikutip dari Homily on St. Matthew, 27)

Santo Matius menyingkapkan dalam Mat 19:29, “Setiap orang yang karena nama-Ku meninggalkan rumahnya, saudaranya laki-laki atau saudaranya perempuan, bapa atau ibunya, anak-anak atau ladangnya, akan menerima kembali seratus kali lipat dan akan memperoleh hidup yang kekal.”

Katekese

Mengikuti Tuhan Yesus. Santo Augustinus, Uskup Hippo, 354-430:

“Datanglah dan ikutlah Aku, sabda Tuhan. Apakah engkau mengasihi? Ia telah bergegas; Ia telah terbang mendahuluimu. Lihat dan pandanglah ke mana Ia pergi.

Hai orang Kristen, tidakkah kalian tahu kemana Tuhanmu pergi? Aku bertanya padamu: Tidakkah engkau ingin mengikuti Dia ke sana?

Melalui pengadilan, penghinaan, salib dan kematian. Mengapa engkau bergegas? Kini, jalan itu telah ditunjukkan padamu.” (dikutip dari Sermon 64,5)

Oratio-Missio

Ambillah, ya Tuhan, kebebasanku, kehendakku budi ingatanku. Pimpinlah diriku dan Kau kuasai. Perintahlah akan kutaati. Hanya rahmat dan kasih dari-Mu, yang kumohon menjadi milikku.

Berikanlah menjadi milikku. Lihatlah semua yang ada padaku, kuhaturkan menjadi milikMu. Pimpinlah diriku dan Kau kuasai, perintahlah akan kutaati. (Doa Santo Ignatius Loyola, 1491-1556, terjemahan bebas).

  • Apa yang perlu aku lakukan untuk  mengikuti-Nya dan menjadi utusan-Nya dengan penuh suka cita?.

Sequere me et dimitte mortuos sepelire mortuos suos – Matthaeum 8:22

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here