Home KITAB SUCI & RENUNGAN HARIAN Renungan Harian Lectio Divina 29.4.2024 – Mengasihi Anak-Nya Dikasihi Bapa-Nya

Lectio Divina 29.4.2024 – Mengasihi Anak-Nya Dikasihi Bapa-Nya

0
Roh Kudus turun pada para murid, by Titian, 1490–1576.

Senin. Minggu Paskah V, Perayaan Wajib Santa Katarina dari Siena (P)

  • Kis. 14:5-18
  • Mzm. 115:1-2.3-4.15-16
  • Yoh. 14:21-26

Lectio

21 Siapa pun yang memegang perintah-Ku dan melakukannya, dia mengasihi Aku; dan orang yang mengasihi Aku akan dikasihi oleh Bapa-Ku, dan Aku akan mengasihi dia dan akan menyatakan diri-Ku kepadanya.” 22 Yudas, yang bukan Iskariot, berkata kepada-Nya, “Tuhan, bagaimana Engkau akan menyatakan diri-Mu kepada kami dan bukan kepada dunia?”

23 Yesus menjawab dan berkata kepadanya, “Jika seseorang mengasihi Aku, ia akan menuruti firman-Ku; dan Bapa-Ku akan mengasihi dia, dan Kami akan datang kepadanya dan tinggal bersamanya. 24 Akan tetapi, orang yang tidak mengasihi Aku, tidak menuruti firman-Ku. Dan, firman yang kamu dengar itu bukan dari-Ku, melainkan dari Bapa yang mengutus Aku.

25 Semua hal ini telah Aku katakan kepadamu selama Aku masih bersamamu. 26 Akan tetapi, Penolong itu, yaitu Roh Kudus, yang akan Bapa utus dalam nama-Ku, Dia akan mengajarkan segala sesuatu kepadamu, dan akan mengingatkanmu pada semua yang telah Kukatakan kepadamu.” 

Meditatio-Exegese

Kami ada di sini untuk memberitakan Injil kepada kamu

Koloni, colonia -ae f. Pada mulanya merupakan pos militer Romawi di wilayah yang ditaklukkannya. Masing-masing biasanya dihuni oleh 300 warga negara Romawi dan keluarga mereka. Hingga tahun 218 sebelum Masehi, terdapat kira-kira 6000 koloni di kekaisaran Romawi.

Di akhir abad ke-2 sebelum Masehi, Julius Caesar dan Augustus menetapkan bahwa tiap koloni tidak hanya bertujuan untuk kepentingan pertahanan dan keamanan, tetapi juga sarana untuk penyebaran budaya Romawi di wilayah jajahan. Koloni juga menerima banyak orang dari pelbagai bangsa taklukan untuk dipekerjakan, termasuk kaum Yahudi.

Koloni diberi nama sesuai dengan nama pendiri atau penyandang dana (https://www.britannica.com/ topic/ colony-ancient-Roman-settlement). Listra adalah salah satu koloni Romawi. Timotius lahir dan besar di koloni ini (bdk. Kis.  16:1-2). 

Tidak mudah  Paulus, Barnabas dan rekan sekerasulan mewartakan Injil. Mereka mengalami pengusiran, penganiayaan dan ancaman pembunuhan oleh orang Yahudi dan orang bayaran.

Benih sabda mendapatkan tanah subur di Listra, saat Paulus menyembuhkan orang lumpuh yang ditemui keramaian. Penyembuhan terjadi karena rasul itu melihat iman yang tumbuh di hati si sakit, seperti yang dialami si lumpuh yang disembuhkan tubuh dan jiwanya di Kapernaum (Mrk. 2:1-12).

Heran atas kesembuhan mukjizati yang diali si lumpuh, orang Listra mengira mereka didatangi Dewa Zeus dan Hermes menurut kepercayaan asli. Maka, penduduk kota menyambut dua orang utusan Tuhan dan memperlakukan mereka seperti dewa.

Paulus dan Barnabas mengoyakkan pakaian mereka. Dalam tradisi Yahudi, pengoyakan pakaian menjadi tanda keterkejutan dan penolakan. Mereka menolak kepercayaan yang keliru, seperti imam agung yang menolak pernyataan bahwa saat Ia diadili, Ia duduk di sisi kanan Bapa dan datang di atas awan-awan di langit (bdk. Mat. 26:65).

Menggunakan latar belakang kepercayaan mereka, kedua utusan itu mengundang seluruh warga koloni untuk meninggalkan kepercayaan pada berhala dan berpaling kepada Allah yang hidup. Sang Pencipta mengatasi manusia, tetapi Ia selalu mengasihi masing-masing pribadi.

Sepanjang sejarah manusia, dalam pengalaman sehari-hari, Allah menyelenggarakan dan menopang hidup manusia. Ia berkarya dengan menurunkan hujan dan panas; mengganti musim pada saatnya; memuaskan hati dengan makanan dan kegembiraan.

Tentang keyakinan-keyakinan asli pribumi, para Bapa Konsili Vatikan II mengajar, “Sudah sejak dahulu kala hingga sekarang ini di antara pelbagai bangsa terdapat suatu kesadaran tentang daya-kekuatan yang gaib, yang hadir pada perjalanan sejarah dan peristiwa-peristiwa hidup manusia.

Bahkan kadang-kadang ada pengakuan terhadap Kuasa ilahi yang tertinggi atau pun Bapa. Kesadaran dan pengakuan tadi meresapi kehidupan bangsa-bangsa itu dengan semangat religius yang mendalam. (Pernyataan Tentang Hubungan Gereja Dengan Agama-Agama Bukan Kristiani, Pada Zaman Kita, Nostra Aetate, 2).

Barangsiapa mengasihi Aku, ia akan dikasihi Bapa-Ku dan Aku

Kasih mengatasi segala, kekuatannya mengalahkan dunia orang mati dan kegairahannya seperti nyala api Tuhan (Kid. 8:6).  Selama perjamuan terakhir Yesus membicarakan kasih-Nya dan kasih Bapa-Nya. Santo Augustinus berkata, “Tuhan mengasihi kita masing-masing seolah kitalah satu-satunya yang dikasihi-Nya.”

Allah tidak bisa melupakan manusia. Ia bersabda, “Dapatkah seorang perempuan melupakan bayinya, sehingga ia tidak menyayangi anak dari kandungannya? Sekalipun dia melupakannya, Aku tidak akan melupakan engkau.” (Yes. 49:15).

Allah menghendaki manusia mengasihi-Nya dengan setia dan melakukan perintah-Nya (Yoh. 14:21). Siapa pun yang mengasihi Yesus dikasihi Bapa dan Ia akan menyatakan diri padanya. Inilah tanggapan Yesus pada Filipus, “Tuhan, tunjukkanlah Bapa itu kepada kami, itu sudah cukup bagi kami.” (Yoh. 14:8).

Pertanyaan Filipus serupa dengan pertanyaan Musa, “Perlihatkanlah kiranya kemuliaan-Mu kepadaku.” (Kel. 33:18). Allah menjawab, “Engkau tidak tahan memandang wajah-Ku, sebab tidak ada orang yang memandang Aku dapat hidup.” (Kel. 33:20).

Allah tidak dapat dipandang dengan mata telanjang. Ia bersemayam dalam terang yang tak terhampiri (1Tim. 6:16). Santo Yohanes bersaksi, “Tak seorang pun pernah melihat Allah.” (1Yoh. 4:12).

Tetapi manusia dapat merasakan kehadiran Allah melalui pengalaman akan kasih. Santo Yohanes menulis (1Yoh. 4:8), “Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih”, qui non diligit non novit Deum, quoniam Deus caritas est.

Maka Yesus menjawab Filipus, “Dan barangsiapa mengasihi Aku, ia akan dikasihi oleh Bapa-Ku dan Akupun akan mengasihi dia dan akan menyatakan diri-Ku kepadanya.” (Yoh. 14:21).

Dengan kata lain, manusia mengasihi Yesus dengan cara melakukan perintah-Nya, “Inilah perintah-Ku kepadamu: Kasihilah seorang akan yang lain.” (Yoh. 15:17).

Tuhan, apakah sebabnya maka Engkau hendak menyatakan diri-Mu kepada kami?

Pertanyaan Yudas, bukan Yudah Iskariot, senada dengan pertanyaan kerabat Yesus mengapa Ia tidak memperlihatkan diri kepada dunia supaya semua orang mengetahui (Yoh. 7: 3-4). Menanggapi pertanyaan Yudas, Yesus mengulang kembali tanggapan-Nya pada Filipus.

Tolok ukur untuk dikasihi adalah mengasihi Yesus dan menuruti sabda-Nya (Yoh. 14:23-24; bdk. Yoh. 15:17). Perintah untuk saling mengasihi ditanam dalam hati seluruh umat manusia.

Benih ini seharusnya tumbuh dan berkembang, agar hidup dipenuhi damai sejahtera, sukacita dan saling berbagi beban derita dan luka. Sabda-Nya (Yoh. 15:17), “Kasihilah seorang akan yang lain”, αγαπατε αλληλους, agapate allelous , ut diligatis invicem.

Tetapi yang kita temukan, seolah-olah benih kasih hampir mati karena kebencian yang justru ditanamkan atas nama agama, bahkan Allah, ideologi keliru, peri hidup kacau, dan tata dunia yang melawan keadilan dan peri kemanusiaan. Yesus menghendaki para murid-Nya menjadi saksi untuk melawan kebencian.

Dialah mengajarkan dan mengingatkan yang telah Kukatakan kepadamu

Di tengah kesulitan membedakan antara suara yang melawan dan memihak Allah, Yesus menjanjikan Roh Kudus, yang dicurahkan di hati (Rm. 5:5). Bila manusia mendengarkan bisikan dan bimbingan-Nya, ia terus akan berpaut pada Allah dan menaati perintah-Nya.

Bila demikian, tiada satu kekuatan pun mampu memisahkan manusia dari Allah (Rm. 8:35-39). Roh itu pulalah membantu manusia menjadi pendengar sabdaNya. Ia memahami sabda-Nya dan mengasihi-Nya lebih dari emas dan perak (Mzm. 119:72).  

Katekese

Allah berkenan tinggal di antara kita. Santo Augustinus, Uskup dari Hippo, 354-430 : “Allah tidak pernah merasa terlalu hina untuk datang; Ia tidak pernah merasa amat canggung atau malu; atau terlalu sombong. Sebaliknya, Ia merasa bersuka cita untuk datang jika kalian tidak melukai hati-Nya. Dengarkan janji yang Ia ucapkan.

Dengarkan Dia yang berjanji dengan perasaan yang meluap karena suka cita. Ia tidak pernah mengancam saat merasa sedih. “Kami akan datang padanya,” sabda-Nya, “Aku dan Bapa”.

Pada orang yang dulu dipanggilnya sahabat-Nya, orang yang menaati ajaran-Nya, pelaku perintah-Nya, kekasih Allah, kekasih sesama-Nya, Ia bersabda, “Kami akan datang  datang padanya dan tinggal di dalam dirinya.” (Sermon 23,6)

Oratio-Missio

Tuhan, dalam kasih Engkau menciptakan aku dan menarikku untuk dekat denganMu. Semoga aku tidak berpaling dari-Mu. Semoga aku selalu tinggal dalam perlindungan-Mu. Amin.  

  • Apa yang perlu aku lakukan saat muncul dorongan untuk tidak mengasihi sesama dan Tuhanku?

Qui habet mandata mea et servat ea, ille est, qui diligit me – Ioannem 14: 21

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version