Senin. Minggu Biasa XXX (H)
- Rm. 8:12-17
- Mzm. 68:2.4.6-7ab.20-21
- Luk. 13:10-17
Lectio
10 Pada suatu kali Yesus sedang mengajar dalam salah satu rumah ibadat pada hari Sabat. 11 Di situ ada seorang perempuan yang telah delapan belas tahun dirasuk roh sehingga ia sakit sampai bungkuk punggungnya dan tidak dapat berdiri lagi dengan tegak.
12 Ketika Yesus melihat perempuan itu, Ia memanggil dia dan berkata kepadanya: “Hai ibu, penyakitmu telah sembuh.” 13 Lalu Ia meletakkan tangan-Nya atas perempuan itu, dan seketika itu juga berdirilah perempuan itu, dan memuliakan Allah.
14 Tetapi kepala rumah ibadat gusar karena Yesus menyembuhkan orang pada hari Sabat, lalu ia berkata kepada orang banyak: “Ada enam hari untuk bekerja. Karena itu datanglah pada salah satu hari itu untuk disembuhkan dan jangan pada hari Sabat.”
15 Tetapi Tuhan menjawab dia, kata-Nya: “Hai orang-orang munafik, bukankah setiap orang di antaramu melepaskan lembunya atau keledainya pada hari Sabat dari kandangnya dan membawanya ke tempat minuman?
16 Bukankah perempuan ini, yang sudah delapan belas tahun diikat oleh Iblis, harus dilepaskan dari ikatannya itu, karena ia adalah keturunan Abraham?” 17 Dan waktu Ia berkata demikian, semua lawan-Nya merasa malu dan semua orang banyak bersukacita karena segala perkara mulia, yang telah dilakukan-Nya.
Meditatio-Exegese
Seorang perempuan dirasuk roh, sakit, bungkuk punggungnya dan tidak dapat berdiri tegak
Yesus membela kaum perempuan dan membebaskannya dari segala kesulitan. Di tengah perayaan Sabat, Yesus mendapati perempuan yang sakit dalam jangka waktu lama, seperti dilukiskan dalam angka 18. Angka ini melambangkan 6+6+6, yang berarti lama dan parah.
Perempuan itu dilukiskan sebagai pribadi dengan citra Allah yang buram. Ia sakit bungkuk atau sakit punggung. Tidak dapat berdiri tegak. Terlebih ia juga dirasuk roh (Luk. 13:11).
Yesus menambahkan bahwa ia telah delapan belas tahun diikat oleh Iblis (Luk. 13:16). Kondisi itu memaksa perempuan ini dipinggirkan.
Ia tidak pernah diperhitungkan (bdk. Mat. 14:21; Mrk. 6:44; Luk. 9:14). Ia digolongkan sebagai yang sakit, bisu, tanpa nama, tak pernah ditanya mau disembuhkan atau tidak. Ia dibuat bersikap pasif total.
Keadaan perempuan itu mengingatkan pada keadaan Ayub. Ia, yang paling kaya di wilayah timur dengan harta tak terbilang, tiba-tiba harus kehilangan seluruh keluarga dan harta benda (Ayb. 1:9-22). Menyusul tak lama, kesehatannya semakin memburuk (Ayb. 2:4-10).
Yesus mewujud nyatakan nubuat nabi tentang diri-Nya (bdk. Luk. 4:16-21). Dengan cara inilah Ia berpartisipasi dalam merayakan hari Sabat, seperti diatur dalam Ul. 5:15.
Tetapi, keberpihakan dan pilihan-Nya untuk mengutamakan yang paling rentan dan menderita selalu ditentang. Ia mendapatkan penentangan dari pemimpin sinagoga yang hadir dalam perayaan Sabat itu (Luk. 13:14).
Hai ibu, penyakitmu telah sembuh
Yesus melihat iman di dalam hati dan pancaran mata perempuan yang sakit. Imannya sebesar iman Bartimeus (Mrk. 10:46-52).Yesus menyapa, memanggil namanya, dan meletakkan tangan-Nya pada perempuan itu. Ia bersabda (Luk. 13:12), “Hai ibu, penyakitmu telah sembuh.”, Mulier, dimissa es ab infirmitate tua.
Ia dilepaskan dari penyakit berat dan setan. Setelah sembuh, ia bangkit, berdiri dan memuliakan Allah, seperti ibu mertua Petrus: berdiri dan melayani (Mrk. 1:31). Melayani para saudara dan saudari merupakan jalan untuk memuliakan Allah.
Tetapi, suka cita atas penyembuhan itu dikecam pemimpin sinagoga secara tak langsung. Ia berkata, “Ada enam hari untuk bekerja. Karena itu datanglah pada salah satu hari itu untuk disembuhkan dan jangan pada hari Sabat.” (Luk. 13:14; bdk. Kel. 20:8-10).
Yesus langsung membungkam alasan manipulasi hukum Taurat itu dan mengecam sebagai kemunafikan. Lembu dan keledai yang digunakan untuk bekerja berhak mendapat istirahat selama hari Sabat (Kel. 23:12), tetapi binatang-binatang itu perlu dilepaskan dari tali pengikat dan digiring ke tempat minum.
Kalau lembu dan keledai saja dikecualikan dari hukum Taurat, mengapa anak Abraham yang telah diikat oleh setan selama 18 tahun dibiarkan terus terikat dan dilarang ambil bagian dalam sukacita hari Sabat serta memuliakan Allah?
Pemimpin rumah ibadat itu gagal memahami seruan pemazmur, “Tuhan itu pengasih dan penyayang, panjang sabar dan besar kasih setia-Nya. Tuhan itu penopang bagi semua orang yang jatuh dan penegak bagi semua orang yang tertunduk. Tuhan membuka mata orang-orang buta, Tuhan menegakkan orang yang tertunduk, Tuhan mengasihi orang-orang benar.” (Mzm. 145:8.14; 146:8).
Yang disukai Allah adalah belas kasih, penerimaan, dan rekonsiliasi (bdk. Hos. 6:6; Yak. 2:13).
Katekese
Yesus mengalahkan kematian dan kehancuran. Santo Cyrilus dari Alexandria, 376-444:
“Melalui misteri inkarnasi dan menjadi manusia seutuhnya, Sang Sabda mengalahkan kematian, kehancuran dan rasa dengki yang ditanamkan dalam jiwa kita oleh ular yang terkutuk, sumber asali kejahatan.
Kebenaran ini dapat dibuktikan dengan cara sederhana. Ia membebaskan puteri Abraham dari penyakit yang menderanya bertahun-tahun, saat Ia memanggilnya dan berkata, “Hai ibu, penyakitmu telah sembuh.”
Sabda yang paling luhur keluar dari mulut Allah, penuh kuasa ilahi. Penuh belas kasih dan kehendak kuat, Ia mengusir penyakit. Ia juga menumpangkan tangan-Nya dan memberkati ibu itu. Semua yang dilakukan-Nya membuktikan bahwa si ibu segera dipulihkan.
Kita juga dapat menyaksikan bahwa saat Ia hidup sebagai manusia Ia tetap berkuasa dan bertindak dari Allah. Benarlah bahwa Ia menjelma menjadi manusia seperti kita, dan bukan seorang Anak lain di samping Dia, yang berbeda dan terpisah dari-Nya, seperti lamunan liar banyak orang yang tidak benar.” (Commentary On Luke, Homily 96).
Oratio-Missio
Tuhan, anugerahkanlah kemerdekaan bagi siapa pun yang mencari-Mu. Tunjukkan aku jalan agar aku mampu menjadi saluruan belas kasih dan pemulihan bagi mereka yang membutuhkan di sekelilingku. Amin.
- Apa yang perlu aku lakukan untuk membantu orang kecil, lemah, asing, miskin, dan difabel di sekelilingku?
Et imposuit illi manus; et confestim erecta est et glorificabat Deum – Lucam 13:13