Home BERITA Lectio Divina 31.5.2025 – Hatiku Bergembira karena Allah Juruselamatku 

Lectio Divina 31.5.2025 – Hatiku Bergembira karena Allah Juruselamatku 

0
178 views
Magnificat anima mea Dominum, by Sandro Botticelli

Sabtu. Pesta Santa Perawan Maria Mengunjungi Elisabet (P)

  • Zef 3:14-18 atau Rm 12:9-16b
  • Mazmur Tanggapan Yes 12:2-3.4-bcd.5-6
  • Luk 1:39-56

Lectio

39 Beberapa hari kemudian berangkatlah Maria dan bergegas menuju  sebuah kota di pegunungan Yehuda. 40 Lalu ia masuk ke rumah Zakharia dan memberi salam kepada Elisabet. 41 Ketika Elisabet mendengar salam Maria, melonjaklah anak yang di dalam rahimnya dan Elisabet pun penuh dengan Roh Kudus,

42 lalu berseru dengan suara nyaring, “Diberkatilah engkau di antara semua perempuan dan diberkatilah buah rahimmu. 43 Siapakah aku ini sampai ibu Tuhanku datang mengunjungi aku? 44 Sebab, pada saat  salammu sampai di telingaku, anak yang di dalam rahimku melonjak kegirangan. 45 Berbahagialah ia yang  percaya bahwa apa yang dikatakan kepadanya dari Tuhan akan terlaksana.”

46 Lalu kata Maria, “Jiwaku memuliakan Tuhan, 47 dan hatiku bergembira karena Allah, Juruselamatku, 48 sebab Ia telah memperhatikan kerendahan hamba-Nya. Mulai dari sekarang segala keturunan akan menyebut aku berbahagia, 49 karena Yang Maha Kuasa telah melakukan perbuatan-perbuatan besar kepadaku dan kuduslah nama-Nya.

50 Rahmat-Nya turun-temurun atas orang yang takut akan Dia. 51 Ia memperlihatkan kuasa-Nya dengan perbuatan tangan-Nya dan mencerai-beraikan orang yang congkak hatinya; 52 Ia menurunkan orang yang berkuasa dari takhtanya dan meninggikan orang yang rendah.

53  Ia melimpahkan segala yang baik kepada orang yang lapar, dan menyuruh orang yang kaya pergi dengan tangan hampa. 54 Ia menolong Israel, hamba-Nya, karena mengingat rahmat-Nya,

55 seperti yang dijanjikan-Nya kepada nenek moyang kita, kepada Abraham dan keturunannya untuk selama-lamanya.” 56 Maria tinggal kira-kira tiga bulan lamanya bersama Elisabet, lalu pulang ke rumahnya.

Meditatio-Exegese

Berangkatlah Maria dan berjalan ke pegunungan menuju rumah Zakharia

Melalui kisah kunjungan Ibu Maria, Santo Lukas mengharapkan komunitas iman yang anggotanya tersebar di pelbagai kota penjuru kekaisaran Romawi dan dibinanya belajar dari teladan ibu Yesus.  

Saat mendengar seorang perempuan berseru dari kerumunan orang, “Berbahagialah ibu yang telah mengandung Engkau dan susu yang telah menyusui Engkau.”

Segera Yesus menjawab, “Yang lebih berbahagia ialah mereka yang mendengarkan firman Allah dan yang memeliharanya.” (Luk. 11:27-28).

Komunitas harus bertindak seperti Ibu Maria: mendengarkan sabda dan mengubah kunjungan Sang Sabda menjadi tindakan pelayanan bagi para saudara dan saudari dalam komunitas dan masyarakat lain, tanpa pilih bulu.

Ibu Maria mampu melihat dan menjumpai Anaknya dalam diri “salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku.” (Mat. 25:40). 

Tentang cara Ibu Maria ambil bagian dalam karya keselamatan Allah, Gereja mengajarkan : “Adapun persatuan Bunda dengan Puteranya dalam karya penyelamatan itu terungkapkan sejak saat Kristus dikandung oleh Santa perawan hingga wafat-Nya.

Pertama-tama, ketika Maria berangkat dan bergegas-gegas mengunjungi Elisabet, dan diberi ucapan salam bahagia olehnya karena Maria beiman akan keselamatan yang dijanjikan, dan ketika pendahulu melonjak gembira dalam rahim ibunya (lih. Luk. 1:41-45). 

Kemudian pada hari kelahiran Yesus, ketika Bunda Allah penuh kegembiraan menunjukkan kepada para Gembala dan para Majus Puteranya yang sulung, yang tidak mengurangi keutuhan keperawanannya, melainkan justru menyucikannya.

Ketika ia di Kenisah, sesudah menyerahkan persembahan kaum miskin, menghadapkan-Nya kepada Tuhan, ia mendengarkan Simeon sekaligus menyatakan, bahwa Puteranya akan menjadi tanda yang akan menimbulkan perbantahan dan bahwa suatu pedang akan menembus jiwa Bunda-Nya, supaya pikiran hati banyak orang menjadi nyata (lih. Luk. 2:34-35).

Ketika orang tua Yesus dengan sedih hati mencari Putera mereka yang hilang, mereka menemukan-Nya di Kenisah sedang berada dalam perkara-perkara Bapa-Nya, dan mereka tidak memahami apa yang dikatakan oleh Putera mereka.

Tetapi Bundanya menyimpan itu semua dalam hatinya dan merenungkannya (lih. Luk. 2:41-51).” (Konsili Vatikan II, Konstitusi Dogmatis Tentang Gereja, Lumen Gentium, 57). 

Diberkatilah engkau di antara semua perempuan dan diberkatilah buah rahimmu

Setiap orang diberkati apabila ia mampu melihat dan mengenal Allah. Santo Lukas memakai kata ευλογημενη, eulogemene dan ευλογημενος, eulogemenos, berasal dari kata eu, baik, dan logos, berbicara.

Kata itu dalam Kitab Suci sepadan dengan kata memberkati, benedicere (Latin). Orang yang diberkati adalah mereka yang berkenan kepada Allah.

Saat Elisabeth berkata, “Diberkatilah engkau di antara semua perempuan dan diberkatilah buah rahimmu.” (Luk. 1:42),  ia menyingkapkan keyakinannya bahwa perempuan yang kepadanya Allah paling berkenan adalah Ibu Maria.

Ibu Maria bekenan bagi Allah karena Yesus menjadi Pribadi yang paling berkenan di antara semua manusia. Buah rahim, ungkapan kuna, digunakan sebagai pengganti kata anak (bdk. Kej. 30:2; Ul. 28:4).

Ibu Maria mengalami dua sisi hidup yang saling bertentangan. Ia diberkati karena menjadi ibu Putera Allah. Karena itu sebilah pedang menancap di hatinya ketika Anaknya wafat di salib.

Santo Anselmus, guru agung dan Uskup Agung Canterbury, 1033-1109, dalam suatu khotbah, berkata, “Tanpa Putera Allah, tidak ada karya penciptaan. Tanpa Putera Maria, tidak ada karya penebusan.”

Ibu Maria menerima anugerah baik mahkota suka cita maupun salib duka.  Suka citanya tak pernah sirna hanya karena duka. Suka citanya dibakar oleh iman, harapan, dan kepercayaannya pada Allah dan janji-Nya.

Allah menganugerahkan suka cita surgawi yang memungkinkan murid Yesus menanggung setiap duka dan lara. Sepertinya, Yesus memuji ibu-Nya ketika bersabda pada para murid-Nya (Yoh. 16:22), “Tidak ada seorang pun yang dapat merampas kegembiraanmu itu dari padamu.”, gaudium vestrum nemo tollit a vobis.

Maria dan Elisabet pun penuh dengan Roh Kudus

Ketika Ibu Elisabet memberi salam pada Ibu Maria dan mengenali bahwa yang dikandung sepupunya adalah Sang Mesias, mereka dipenuhi Roh Kudus. Mereka bersuka cita atas janji Allah yang segera terlaksana: Ia menganugerahkan Sang Penyelamat.

Kata Ibu Maria (Luk. 1:47), “Dan hatiku bergembira karena Allah, Juruselamatku.”, et exsultavit spiritus meus in Deo salvatore meo.

Ternyata, yang bersukacita tidak hanya mereka berdua, bayi yang dikandung Ibu Elisabet, kelak diberi nama Yohanes, ikut bersukacita. Roh Kudus menyingkapkan kehadiran Sang Raja yang segera akan lahir.

Katekese

Perempuan yang ringan tangan. Paus Fransiskus, 1926-2025: 

Menurut Injil Lukas, segera setelah Ibu Maria menerima kabar gembira dari malaikan dan menjawab, “ya” pada panggilan untuk menjadi Ibu Sang Juruselamat, Ia segera pergi untuk mengunjungi saudari sepupunya, Elizabet, yang sedang mengandung enam bulan (bdk. Luk. 1:36.39). Ibu Maria sangat muda.

Apa yang dikatakan malaikat padanya tak hanya merupakan anugerah yang besar, tetapi juga mengandung tantangan yang berat. Tuhan meyakinkan-Nya bahwa Ia mendampingi dan mendukungnya, namun, banyak hal tetap gelap dalam benak dan hatinya.

Namun, Ibu Maria tidak menutup diri di rumah atau membiarkan diri lumpuh karena rasa takut atau kesombongan. Ibu Maria bukan tipe perempuan seperti ini, nyaman, hanya duduk berpangku tangan di sofa, tempat ia merasa nyaman dan tenteram.

Ia bukan perempuan yang lembek (bdk. Paus Yohanes Paulus II, Address at the Vigil, Kraków, 30 Juli 2016). Jika sepupunya yang lebih tua membutuhkan uluran tangannya, ia tidak menunda, tetapi segera pergi ke rumahnya untuk membantu.

Jarak kira-kira 150 kilometer membantang dari rumah Ibu Maria ke rumah Ibu Elizabet. Tetapi, perempuan muda dari Nazaret, yang dibimbing Roh Kudus, tidak mengenal rintangan. Pasti, waktu yang panjang selama perjalanan membantunya merenungkan peristiwa yang luar biasa yang sedang dialaminya.

Hal yang demikian berlaku juga bagi kita, setiap kalai kita berangkat berziarah. Sepanjang perjalanan, peristiwa-peristiwa yang kita alami dalam hidup muncul dalam kenangan.

Kita belajar untuk menghargai maknanya. Kita mengolah panggilan kita, yang kemudian menjadi jelas saat kita berjumpa dengan Allah dan melayani sesama.” (Pesan Untuk Hari Kaum Muda Se-dunia ke-32,  27 Februari 2017).

Oratio-Missio

Tuhan, penuhilah hatiku dengan Roh Kudus dan anugerahkanlah suka cita padaku untuk mencarimu dengan lebih giat. Kuatkanlah iman, harapan dan kasihku pada-Mu. Amin.

  • Apa yang perlu aku lakukan untuk berbagi sukacita dengan komunitas yang mendukung hidupku?

et exsultavit spiritus meus in Deo salvatore meo – Lucam 1: 46-47

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here