Lentera Keluarga – Perutusan ku atau Allah?

0
607 views

Senin, 23 April 2018.

Bacaan:  Kis 11:1-18; Mzm 42:2-3;43:3.4; Yoh 10:1-10

Renungan:

KERAP kali kita mendengar bahwa dalam sebuah kegiatan orang memilih tugasnya :” saya ditugaskan dibagian …..” Alasan yang biasa diberikan adalah bahwa tugas itu sesuai dengan kemampuannya, orang-orangnya pun sesuai dan sesuai dengan waktu yang ia miliki. Walaupun kadang alasan itu logis dan tak terbantahkan, tetapi pada dasarnya pernyataan seperti ini masih berdasar pada sikap : “akulah yang menentukan perutusanku”. Sikap dan kecenderungan yang sama dialami oleh awam saja, tetapi juga kami kaum tertahbis dan religius yang telah menyatakan diri secara publik bahwa kami akan menyerahkan diri kami sepenuhnya kepada kehendak Allah.

Dalam Kisah Rasul, Petrus mengalami dilema dalam perutusan. Di satu sisi, ia sadar bahwa tidaklah wajar dan adalah “haram” bagi orang yahudi bergaul apalagi bertandang ke rumah orang kafir. Tetapi di lain sisi, melelui penglihatan Tuhan mengutusnya untuk pergi ke rumah Kornelius dan itu ditegaskan oleh Kornelius. Selain itu tanda kuat bahwa itu adalah kehendak Allah adalah bahwa Roh Kudus tercurah dalam keluarga Kornelius, sehingga tidak ada alasan bagi Petrus untuk membaptiskan mereka. Petrus telah mengambil keputusan untuk taat pada perutusan Allah walaupun itu berbeda dari kebenaran dan cara berpikirnya.

Perutusan atau misi, baru menjadi sebuah misi, jikalau kita berani meletakkan perutusan itu lebih utama kepada kepentingan gereja dan kepentingan Tuhan. Benar bahwa kita boleh turut mempertimbangkan; kita berhak menolak; kita berhak memilih rekan kerja yang sesuai; keahlian yang tepat; tetapi lebih benar lagi jika kita menyadari bahwa perutusan itu miliknya Tuhan, gereja, tarekat atau komunitas. Ketika kita menerima dengan sukacita, kitapun akan dibentuk oleh Tuhan dengan caraNya yang ajaib. Tetapi jika kita resistes, melakukan dengan bersungut-sungut atau menolak, kita tidak akan bertumbuh dan perutusan kita tidak menjadi berkat bagi kita maupun orang lain. Tuhanlah yang merancang perutusan. Ia tahu siapa yang diutusNya. Perutusan adalah sebuah previligi dan kepercayaan yang diberikan kepada kita. Roh Kudus adalah motor perutusan itu. Beranikah kita berkata seperti yesaya : “Ini aku, utuslah Tuhan.” Kebahagiaan sebagai seorang utusan adalah “boleh mengambil bagian dalam pekerjaan Tuhan”.

Kontemplasi

Gambarkan bagaimana Petrus mengalami dilema dan kemudian berani mengambil perutusan dari Allah.

Refleksi

Bagaimana dengan diriku? Apakah aku menentukan perutusanku ataukah aku menyediakan diriku untuk diutus kemanapun dan menjadi apapun yang Tuhan kehendaki?

Doa

Ya Bapa, terima kasih atas setiap perutusan yang Engkau percayakan kepadaku. Dengan sukacita dan rendah hati aku bersedia diutus berada dimanapun dan menjadi apapun ketika Engkau mengendaki. Amin.

Perutusan

Lakukanlah tugas perutusan Tuhan dimanapun dan menjadi apapun dengan kesungguhan, kegembiraan dan totalitas.

Para petarung MSF : https://www.youtube.com/watch?v=8SBi45W6rDc

Lagu renungan : https://www.youtube.com/watch?v=IVSF7wKUQ9s

Kredit foto: Ilustrasi (Ist)

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here