Lentera Keluarga – Ya Tuhan, aku percaya

0
367 views

Tahun A-2. Minggu Biasa XVII.

Peringatan Santa Marta

Rabu,  29 Juli 2020. 

Bacaan: 1 Yoh 4,7-16; Mzm 34:2-3.4-5.6-7.8-9.10-11; Yoh 11:19-27

Renungan: 

MARTA, Lazarus dan Maria, mereka adalah keluarga yang dekat dengan Yesus secara personal. Injil Lukas dan Yohanes menggambarkan pribadi Marta sebagai orang yang sigap, cekatan dan bertanggunjawab dalam tugas dan perannya. Ia mempraktekkan hal itu untuk dirinya sendiri tetapi juga melihat orang lain dengan cara pandang yang sama. Di Injil Lukas, Marta cenderung menuntut Maria saudaranya melaksanakan tanggungjawab dan tugasnya; di dalam Injil Yohanes, Marta juga melakukan hal yang sama ‘Tuhan sekiranya Engkau ada di sini, saudaraku pasti tidak akan mati”.  Selain karakternya yang cekatan, sigap dan bertanggungjawab itu , Marta adalah pribadi yang mempunyai percaya kepada Yesus dan imannya yang cepat. Ia mengubah segera keyakinan imannya akan kebangkitan yang dihayati oleh imam yahudi pada umumnya, kepada iman akan Tuhan Yesus “Ya Tuhan, aku percaya bahwa Engkaulah Mesias. Anak Allah…” Dari pengalaman Marta ini kita dapat menangkap pertumbuhan iman yang luar biasa.

Kadang kita juga menuntut orang lain dan bahkan Tuhan bertindak sesuai dengan karakter dan perhitungan kita. Jika kita adalah orang yang berpikir sistimatis, cekatan dan tanggungjawab seperti Marta, kita juga akan cenderung mengharapkan Tuhan juga berpikir sistimatis, cekatan dan bertanggungjawab seperti kita. Jika kita orang yang santai, tidak menganggap banyak hal begitu serius, lebih kepada relasi dan afeksi, kita juga cenderung melihat Allah juga demikian: Allah yang rileks, santai, tidak menuntut tanggunjawab dan lebih menikmati kebersamaan. Masing-masing dari kita beriman dengan cara kita. Namun kitapun juga perlu menyadari sepenuhnya bahwa Allah itu berbeda dengan pola dan karakter kita. Dan kitapun juga siap berubah, ketika kehendak Allah tidak seperti yang kita perkirakan. 

Sama dengan relasi kita dalam perkawinan ataupun dalam hidup bersama, pola dan karakter kita kadang secara bawah sadar kita tuntutkan kepada orang lain. Hal ini kadang membuat benturan-benturan dalam keluarga dan komunitas.  Kita lupa bahwa setiap pribadi itu unik, dan belajar untuk saling memahami dan menerima karena kita percaya bahwa semuanya itu baik untuk hidup bersama.  Kita harus siap berubah dan itu membutuhkan waktu; pasangan atau anggota keluarga kita juga akan belajar berubah; karena tidak benar mengatakan “saya sejak lahir orangnya ya seperti ini”. Alasan ini hanya mau mengatakan bahwa “saya tidak dapat dan tidak mau bertumbuh”. Pribadi dan pola hidup kita bukan pedoman untuk orang lain; Namun kita juga harus bahagia dengan keunikan kita, sementara kita membangun terus hidup iman dan pribadi kita “sampai karakter Kristus hidup di dalam kita”. 

Kontemplasi:

Gambarkanlah karakter Marta secara positif dalam Injil Lukas maupun Yohanes. 

Refleksi:

Apakah aku melihat dan menuntut Allah dan orang lain sebagaimana karakter dan pribadi saya? Apakah aku mau berubah?

Doa:

Ya Bapa, semoga seperti Marta, aku boleh bertumbuh dalam iman dan kepribadian; bahwa Engkau jauh lebih dari apa yang dapat kami pikirkan dan kami bayangkan. Ajar kami menjadi pribadi yang terbuka dan terus bertumbuh. 

Perutusan:

Bahagialah dengan diri anda yang “bukan hanya apa adanya” tetapi diri anda yang mau berproses untuk bertumbuh seperti Kristus. 

(Morist MSF)

Kredit foto: Ilustrasi (Ist)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here