Lentera Keluarga – Yusuf Berbuat Seperti Yang Diperintahkan

0
612 views

Tahun A-2. Malam Natal
Selasa, 24 Desember 2019
Bacaan: Yes 62:1-5; Kis 13:16-17.22-25; Mat 1:1-25.

Renungan:

INJIL Matius memberikan peran kepada Yusuf, Keturunan Daud, sebagai tokoh kunci dalam kelahiran Yesus dan sekaligus menegaskan bahwa Yusuf bukan ayah biologis dari Yesus. Ia ayah yuridis Yesus karena Yesus adalah anak dari Maria. Pribadi Yusuf digambarkan sebagai pribadi yang “tulus hati”  (yun: dikaios) , lebih tepatnya adalah  taat hukum, saleh, total dan segera melaksanakan kehendak Allah tanpa banyak waktu untuk menimbang. Ia berpegang pada hukum tetapi menerapkan hukum dengan cara yang sangat manusiawi. Dalam pergumulannya, Yusuf memutuskan untuk menerima kehadiran Yesus, sebagai anaknya, dan Maria sebagai isterinya dalam arti yuridis. Yusuf meletakkan impian, cita-cita, rencana hidup bahagianya dengan Maria, ke dalam tangan Tuhan. Dalam dalam kisah-kisah selanjutnya, Yusuf menunjukkan diri sebagai suami dan ayah yang sangat bertanggungjawab sampai akhir hidupnya di Nazareth. 

Yusuf menjadi contoh bagi kita arti menerima Yesus atau merayakan natal. Kita belajar bahwa menjadi orang saleh tidak serta merta membuat segala impian, keinginan, harapan dan cita-cita itu dituruti oleh Allah. Semakin kita bertumbuh dalam iman, nampaknya Allah akan semakin mempercayakan kepada kita hal-hal yang kadang menuntut pemberian diri lebih, yang tidak jelas, tidak nyaman dan mengubah rencana kita. Semakin bertumbuh di dalam iman, kitapun juga akan berani menerima semuanya itu dengan kegembiraan, sukacita dan tanggungjawab. 

Natal menjadi kesempatan bagi kita sebagai keluarga untuk belajar tanggungjawab dengan sukacita. Kebutuhan dan tuntutan hidup semakin berat tetapi itu bukan alasan bagi kita untuk kehilangan sukacita. Tidak mudah menjadi orang tua pada masa kini untuk menjamin hidup masa depan dan dalam mempersiapkan anak-anak menjadi mandiri tetapi natal membawa kita untuk terus melaksanakan tanggungjawab kita sampai paripurna dengan sukacita.

Natal menjadi kesempatan bagi kita untuk menerima tanggungjawab kita pada komunitas dan gereja. Suka dan tidak suka, merasa mampu atau merasa tidak mampu, ringan atau beratnya tugas tidak menjadi ukuran tanggungjawab kita. Semuanya itu kita perlu laksanakan dengan kesungguhan, kesetiaan dan sukacita. 

Natal bukan hanya sukacita mendapatkah “hadiah” Yesus untuk kita; tetapi natal itu menjadi kesempatan bagi Allah untuk memberikan “hadiah” bagi kita yaitu melibatkan kita dalam rencanaNya dan menempa pribadi kita menjadi yang semakin beriman-berkenan pada Allah. 

Kontemplasi:

Gambarkan bagaimana Yusuf menerima dan mengalami “natal” dalam hidupnya. 

Refleksi:

Apakah aku semakin berani menerima tangungjawab iman dari Allah dan melaksanakannya dengan totalitas, kesungguhan, dan sukacita?

Doa: 

Ya Bapa, terima kasih atas “hadiah” natal yaitu kehadiran PuteraMu ke tengah-tengah kami; terima kasih juga atas anugerahMu karena kami boleh lahir dan bertumbuh dalam iman. 

Perutusan:

Berlututlah di depan palungan natal, pandanglah Yusuf dan pikullah tanggungjawab anda untuk keluarga, komunitas dan gereja dengan kesungguhan, totalitas, dan sukacita. 

Ku Bersujud

Ku datang Tuhan, Mengikuti bintangMu
Dahagaku puaslah, Bertemu denganMu
Lihat ku Tuhan, Apa adanya aku
Ku rindu tuk menjadi, Milik kesayanganMu

Chorus :

Ku bersujud dihadapan tahta hadiratMu
Menaikkan pujian dan sembahku
Kubersyukur sbab Kau memilih tuk kasihi ku
Hidupku ini milikMu
Biarlah aku senangkanMu slalu

SELAMAT NATAL 

(Morist MSF)

Kredit foto: Ilustrasi (Ist)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here