Lepas dari Mabuk, Kini Berdoa Mohon Keturunan

0
211 views
Ilustrasi: Ibu dan anaknya. (Ist)

BAPERAN-BAcaan PERmenungan hariAN.

Kamis, 13 Januari 2022.

Tema: Tetap berharap dan percaya.

Bacaan

  • 1 Sam. 4: 1-11.
  • Mrk. 1: 40-45.

SEPASANG suami isteri terlihat selalu berdua dan rajin berdoa. Beberapa kali terlihat kalau mereka turun dari mobil selalu berjalan bersama; bergandengan tangan atau yang laki-laki memegang pundak yang perempuan.

Sebuah pemandangan yang menyejukan.

“Romo, mau minta bantuan doanya. Dan kalau boleh sering diintensikan dalam misa,” kata mereka sambil memberi amplop.

“Ingin didoakan apa ya?”

“Kami sudah lima tahun berkeluarga, tetapi belum punya buah hati.”

“Sudah cek kesehatan ta?”

“Kami dinyatakan sehat. Kami disarankan untuk tidak stres. Tidak banyak pikiran. Jangan terlampau capek”

“Usahanya apa ta?”

“Sembako. Kami setiap saat berdoa hal yang sama. Apakah Tuhan bosan ya?”

“Tuhan, ya tidak bosanlah. Kan ada nas: ‘Berdoalah dengan tidak jemu jemu.’ Kadang kita sendiri yang bosan. Kurang berkobar datang dan bersyukur dengan hati yang gembira.”

Bukankah hati yang gembira memudahkan kehidupan? Bahkan memulihkan kehidupan.

Tuhan punya rencana untuk setiap kehidupan kita.

Bagaimana mungkin anak akan tumbuh bahagia bila kita, orangtuanya, tidak bergembira. Apalagi jarang bersyukur.

Kadang kita datang, bila ada keinginan. Kalau doa-doa tidak segera dikabulkan, kita sendiri kendor.

“Apa yang kalian siapkan terkait doa kalian?”

“Ya, kami akan mensyukuri rahmat itu. Kami akan merawat anak-anak dengan baik. Kami pun tidak akan menghalangi cita-cita anak kami. Kalau mereka mempunyai pilihan lain.”

“Kalau ingin jadi romo atau suster?”

“Ya, monggo saja. Kami sadar anak itu pemberian. Bahkan titipan. Kami tidak boleh menghambat cita-citanya kalau mereka ingin mengabdi kepada-Nya. Kami hanya merawat kehidupannya.”

Setahun ini kami sadar dan menyiapkan diri.

Suami dulu suka minum minuman beralkohol. Kadang saya ikut juga. Kami sadar, bahwa itu tidak sehat. Apalagi untuk kualitas benih dan rahim saya.

Kami bernazar, setiap kami ingin minum, uang sejumlah harga  membeli minuman itu kami donasikan kepada orang-orang yang membutuhkan.

Entah itu sebagai uang jajan dari anak-anak pegawai kami. Atau bonus untuk pasukan kuning. Atau juga pantai-panti asuhan. Kami mengurangi kecanduan.

“Apakah ada kemajuan kesehatan?”

“Iya. Badan terasa segar. Pikiran juga jauh lebih tenang.”

“Semoga Tuhan mendengarkan niat baik kalian.”

Saya pindah ke paroki lain. Tetapi tetap berkontak.

Hampir dua tahun kemudian saya mendapat berita bahwa mereka sudah dikaruniai buah hati kembar. Satu lagi dan satu perempuan.

Betapa hatiku senang mendengar kebahagiaan mereka. Mereka mengirim foto sedang menggendong bayi. Si ayah menggendong sang putera dan si ibu mencium sang puteri.

“Inilah anak dari nazar kami. Buah dari pertobatan kami.

Doakan kami terus ya. Kami tetap komitmen dalam hati atas janji yang pernah terucap dan saat nazar-nazar kami.

Kami akan menumbuhkan kebahagian kami. Kami percaya Tuhan baik. Ia dengar nazar kami dan bertindak saat kami lelah.

Kami dilatih untuk belajar percaya dan berani berserah.”

“Baiklah. Syukurlah. Teruslah berlutut dihadapan-Nya. Tetaplah percaya dan berharap kendati doa lama terjawab. Bahkan tidak.

Hati Tuhan ada untuk kita, anak-anak-Nya. Datanglah dan berlutut lah di hadapannya sesering mungkin.

Sembahkan syukurmu. Lanjutkanlah nazar-nazar kebaikanmu yang lain.”

‘Iya omo. Terimakasih bantuan doanya. Kami akan melanjutkan nazar kami sebagai sembahan syukur.”

Maka tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan, lalu Ia mengulurkan tangan-Nya, menjamah orang itu dan berkata kepadanya: ‘Aku mau, jadilah engkau tahir.’ Seketika itu juga lenyaplah penyakit kusta orang itu, dan ia menjadi tahir.” ay 41-42.

Tuhan, Engkau mengerti dan bertindak apa yang membuat kami bahagia.

Terima kasih Tuhan. Amin.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here