BERBAGAI pengalaman iman telah dialami dan dirasakan para meditator Komunitas Meditasi Kristiani dari 22 kota di Indonesia dalam Pertemuan Nasional ke-2 di Wisma Syantikara, Yogyakarta, Jumat-Minggu (1-3/6).
Dari forum itu terjadilah jaringan kerja saling memotivasi dan meneguhkan.
Mereka datang dari Bandung, Bekasi, Cilacap, Jakarta, Kudus, Madiun, Magelang, Makassar, Malang, Maumere, Mojokerto, Pasuruan, Pati, Purwodadi, Purwokerto, Salatiga, Samarinda, Semarang, Solo, Surabaya, Tangerang, Yogyakarta
Peserta dibagi beberapa kelompok berdasarkan daerah asal komunitas. Kelompok dibentuk untuk mendiskusikan pencapaian pelaksanaan program yang telah dilaksanakan dan disebut outreach. Kemudian melalui perwakilan, kelompok dapat mempresentasikan pelaksanaan programnya.
Masing-masing meditator mempunyai pengalaman iman yang berbeda antara satu dengan yang lain. Meditator memiliki cerita, dan sentuhan iman yang berbeda pula. Misalnya, ada beberapa meditator yang merasa lebih tenang, mampu mengontrol emosi dalam menghadapi berbagai persoalan rumit, dan lebih sabar setelah meditasi.
Pernas ke-2 Komunitas Meditasi Kristiani ini menghadirkan dua nara sumber yakni Romo Tan Thian Sing MSF (Moderator Nasional Komunitas Meditasi Kristiani) dan Romo Yuventius Fusi Nusantoro Pr dari Keuskupan Surabaya.
Terjadi perubahan untuk berkembang
Para meditator semakin merasakan adanya keyakinan yang kuat untuk berkomitmen secara rutin dalam bermeditasi dan memperkokoh iman akan Yesus Kristus.
“Saya merasakan adanya perubahan diri saya sendiri dalam bersikap. Lebih tenang dan sabar. Melihat segalanya secara positif,” terang FX Nunuk, anggota Komunitas Meditasi Kristiani Samarinda.
Ketika ditanya tentang tantangan dalam memperkenalkan Meditasi Kristiani, Nunuk menjelaskan bahwa mereka telah berupaya memperkenalkan meditasi ini kepada umat Katolik yang ada di pedalaman yang dapat dijangkau.
Berbeda
Meditasi Kristiani yang ditemukan kembali oleh Romo John Main OSB dan kemudian diteruskan oleh Romo Laurence Freeman OSB ini berbeda dengan metode meditasi lainnya.
Meditasi Kristiani ini sangat sederhana, tetapi menuntut setiap meditator memiliki komitmen konsisten untuk melakukannya dua kali sehari.
Walaupun terkadang gagal dalam meditasi ini, tapi bila komitmen sudah terpatri dalam diri meditator maka hasilnya akan bercerita lain. Antara lain, orang dilatih bisa menjadi lebih sabar, lebih tenang, emosi semakin terkontrol, dan keinginan untuk banyak mendengarkan pihak lain itulah hasil yang dirasakan.
Saat rehat siang, Romo Vincent Watun OMI mengungkapkan pengalamannya telah bergabung sebagai meditator Meditasi Kristiani.
“Saya mengikuti pertemuan Meditasi Kristiani di Malang waktu ada kunjungan Romo Laurence Freeman. Dari pertemuan ini, saya diingatkan kembali bahwa sejak novisiat kami sudah diajarkan model meditasi seperti ini dari seorang pastor India. Saya juga banyak mendalami buku-buku John Main dan buku-buku lainnya. Selanjutnya saya mengikuti retret imam di Girisonta bersama Romo Tan Thian Sing MSF sebagai pembimbing,” ungkapnya.
http://www.sesawi.net/pertemuan-nasional-2-meditasi-kristiani-jaringan-kodok-meramu-jaringan-nasional-meditasi-kristiani-1/
Lebih lanjut Romo Vincent menjelaskan, doa meditasi ini tidak memerlukan banyak teori, tapi yang penting adalah mengalamiya dalam pelatihan pribadi.
Ia menyarankan meditator tekun bermeditasi pagi dan sore, dan tidak perlu berfikir tentang hasilnya; tetapi lebih mendekatkan diri dengan Tuhan Yesus dan merasakan janji Yesus bahwa Yesus akan menyertai kita sampai akhir zaman.
“Perlu pengajar yang mumpuni yang mau berbagi pengalaman bukan teori dalam seminar atau program six weeks di paroki-paroki agar lebih banyak umat yang tahu dan mengerti apa itu Meditasi Kristiani. Mungkin mereka tidak perlu bergabung ke MK, tapi mereka bisa menjalankannya di rumah atau di dalam kelompok kategorial mereka sendiri. Di sinilah kehadiran MK diperlukan. Dengan demikian MK diharapkan menjadi garam dan ragi, serta terang bagi kehidupan iman umat Katolik atau pun umat yang lain yang mau belajar berdoa dari Gereja Katolik,” ungkap Romo Vincent Watun OMI.
Meditasi Kristiani ini bukanlah suatu organisasi, melainkan satu ikatan antar meditator di seluruh dunia untuk saling meneguhkan, saling membantu dan menyebarkan Ajaran Kasih sebagaimana yang sangat diharapkan oleh Romo John Main OSB.
Saat berbagi pengalaman beberapa meditator menceritakan bagaimana upaya-upaya memperkenalkan Meditasi Kristiani baik di lingkungannya sendiri mau pun di paroki. Membutuhkan proses yang cukup panjang untuk meyakinkan calon meditator baru.
“Ada seorang umat yang baru saja berpindah dari keyakinan yang berbeda bergabung menjadi meditator dan melakukan meditasi. Ibu ini bekerja di rumah sakit swasta. Dia merasakan ada campur tangan Tuhan dalam dirinya. Khususnya dia merasa lebih tenang, sabar, dan semakin mau mendengarkan orang lain,” cerita Herman, peserta meditasi dari Pasuruan.
Menjawab pertanyaan tentang harapan dari Pernas ini, Romo Tan Thian Sing MSF selaku nara sumber menegaskan bahwa pertemuan ini dapat mempererat tali persaudaraan sesama anggota komunitas yang hadir, dan semua mendapat berbagai informasi penting dan strategis yang terkait dengan perjalanan komunitas selanjutnya.
Tujuan Meditasi Kristiani
Salah seorang meditator mengungkapkan bahwa Pernas ini menjadi sarana yang nyata untuk saling berinteraksi dan membahas berbagai permasalahan, dan sekaligus merumuskan cara penyelesaian hal-hal yang rumit.
John Main OSB menekankan tujuan Meditasi Kristiani adalah membiarkan kehadiran Allah dan keheningan ada dalam diri kita menjadi, makin lama, bukan saja suatu kenyataan tetapi suatu kenyataan memberi arti, bentuk dan tujuan terhadap segala sesuatu yang kita lakukan dan terhadap seluruh kepribadian kita.
Ikut pula hadir sebagai peserta Pernas adalah Romo Siriakus. M. Ndolu O.Carm (Maumere), Romo Emanuel Bambang Adhi Prakoso OSC (Bandung), Romo Vincent Watun OMI (Cilacap), Romo Andreas Suhono CSsR (Jogjakarta), Romo Alfonsus Yudono Suwondo Pr (Semarang), dan beberapa fasilitator awam.
Romo Tan Thian Sing MSF mengatakan, menjadi meditator tidak langsung bisa membuat kita lebih suci dari saudara-saudara yang berdoa dengan cara lain. Dengan rendah hati kita tetap berjalan untuk mencari Dia tanpa mencari hal-hal yang lain. Semakin hari kita tidak hanya belajar memahami kehendak Allah, tapi semakin masuk dalam kasih Allah sehingga Tuhan dimuliakan dan sesama dibahagiakan. (Berlanjut)