Home BERITA Melihat yang Tersembunyi

Melihat yang Tersembunyi

0
33 views
Ilustrasi: Pamer by Faultable.

Rabu, 18 Juni 2025

2Kor 9:6-11
Mzm 112:1-2.3-4.9
Mat 6: 1- 6, 16- 18

BANYAK orang gemar menilai berdasarkan penampilan, pencapaian luar, dan pengakuan publik, kita sering kali merasa harus terus “membuktikan diri”. Kita tergoda untuk menunjukkan bahwa kita cukup baik, cukup suci, cukup berhasil.

Itulah sebabnya, hidup rohani yang sejati tidak bisa didasarkan pada pencitraan. Kita bisa tampak saleh di mata manusia, tapi Tuhan menilai hati. Kita bisa tidak dikenal atau dihargai oleh siapa pun, tapi Tuhan tidak pernah melewatkan satu pun tindakan kasih yang dilakukan dengan tulus.

Tuhan tidak tertipu oleh apa yang tampak di permukaan. Dia melihat motivasi hati, niat yang tidak diucapkan, dan perbuatan tersembunyi. Ia menilai bukan dari apa yang terlihat oleh manusia, melainkan dari kebenaran batin.

Maka, kita tidak perlu membuktikan apapun kepada dunia. Cukup setia dalam hal-hal kecil, dalam diam, karena Tuhan melihat dan Dia tidak pernah lupa membalas.

Dalam bacaan Injil hari ini kita dengar demikian, “Dan apabila kamu berpuasa, janganlah muram mukamu seperti orang munafik. Mereka mengubah air mukanya, supaya orang melihat bahwa mereka sedang berpuasa. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya mereka sudah mendapat upahnya.”

Yesus tidak menolak puasa, Dia sendiri berpuasa dan mengajarkannya. Tapi Ia menegur cara sebagian orang berpuasa: dengan wajah muram dan tampilan yang sengaja dibuat menyedihkan, agar orang lain tahu bahwa mereka sedang “berkorban.” Bagi Yesus, motivasi batin jauh lebih penting daripada penampilan luar.

Mengapa kita berpuasa? Apakah untuk dilihat sebagai orang suci? Untuk mendapat simpati? Atau untuk menundukkan diri di hadapan Allah?

Jika puasa hanya menjadi pertunjukan kesalehan, maka kata Yesus: “Mereka sudah mendapat upahnya” yakni pujian manusia. Tapi pujian manusia adalah upah yang cepat berlalu dan kosong di hadapan Tuhan.

Puasa sejati tidak berisik. Ia lahir dari hati yang ingin bertobat, bukan dari kebutuhan akan validasi sosial. Puasa sejati memurnikan jiwa, bukan memoles citra. Ia dilakukan dengan diam, dalam kasih, dalam keintiman dengan Allah? bukan dalam sorotan.

Tuhan mengundang kita untuk puasa yang tersembunyi, puasa yang mengubah hati, bukan hanya wajah.

Puasa yang disertai dengan kebaikan hati, bukan sekadar menahan makan. Puasa yang memberi ruang bagi kasih, bukan memperbesar ego rohani.

Maka, jangan buat wajahmu muram. Biarlah wajahmu tetap cerah, senyum tetap ada, dan hatimu tetap penuh kasih saat engkau berpuasa.

Karena Tuhan melihat hatimu, dan Dia tidak pernah melewatkan satu pun bentuk kesetiaan yang kau berikan dalam sunyi.

Bagaimana dengan diriku?

Apakah aku berdoa, berpuasa, berderma secara sembunyi?

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here