Memahami Konteks Keputusan Uskup KAJ atas “Nasib” Imam Diosesannya

6
17,828 views
Ilustrasi: Imam ber-collar by Lisa F. Young CNA.

SEPANJANG hari Senin tanggal 25 Februari 2019 ini telah beredar viral kopian surat berisi informasi  tentang status  seorang imam diosesan (praja) KAJ. Surat ini dirilis mengikuti surat keputusan Kaj yang diterbitkan pada hari-hari sebelumnya menyangkut status imamat seorang imam diosesan (praja) anggota Unio Keuskupan Agung Jakarta.

Dalam surat terkini yang dikeluarkan oleh pejabat Kuria KAJ dan resmi ditandatangani oleh Sekretaris Uskup KAJ Romo V. Adi Prasojo Pr disebutkan beberapa hal penting sebagai berikut:

  • Imam diosesan (praja) KAJ yang disebutkan namanya secara jelas dalam surat edaran resmi KAJ itu sudah bukan lagi seorang imam diosesan KAJ.
  • Yang bersangkutan sudah secara definitif “dicabut” kuasa imamatnya yang pernah dia peroleh atas dasar penerimaan Sakramen Imamat.
  • Dengan demikian, ketika kuasa tahbisan imamatnya sudah resmi dicabut, maka mantan imam diosesan KAJ ini juga sudah tidak boleh lagi menggunakan kuasa imamatnya dan memegang fungsi jabatan imamat di dalam organ gerejani.
  • Karena sudah bukan lagi menjadi seorang imam (diosesan) yang sebelumnya resmi “nginduk” di KAJ, maka yang bersangkutan juga tidak bisa lagi mengatasnamakan dirinya sebagai imam diosesan KAJ.
  • Dengan demikian, seluruh perkataan dan tindakannya kini sudah menjadi tanggungjawab pribadi yang bersangkutan.
  • KAJ tidak lagi bertanggungjawab atas semua perkataan dan tindakan mantan imam diosesan KAJ tersebut, karena sudah bukan “orangnya” lagi.

Bagaimana kita mesti menyikapi dan memahami hal ini?

Itulah pertanyaan yang kini muncul, setelah surat edaran resmi itu viral di jagad medsos.

Pertama-tama, Sesawi.Net segera melakukan klarifikasi kepada pejabat Kuria Keuskupan Agung Jakarta dan dikatakan bahwa “surat edaran” itu resmi dan valid alias bukan hoaks.

Kedua, seorang imam –apakah dia itu diosesan atau religius anggota Ordo/Kongregasi— terkena “hukum” wajib taat sepenuh-penuhnya kepada Uskup atau Pemimpin Tarekat Religiusnya yang biasa disebut Provinsial, Pemimpin Umum, Abbas atau Abdis.

Ketiga, kalau ada seorang imam diosesan (praja) tidak mau taat kepada Uskupnya atau seorang imam religius tidak mau taat kepada Provinsial atau Pemimpin Umumnya, maka sebagai pemimpin –baik Uskup atau Provinsial—bisa memberi sanksi kepada yang bersangkutan. Sanksi itu bisa saja masuk kategori ringan atau malah berat. Sanksi ini bisa juga diberikan bila terjadi pelanggaran-pelanggaran serius yang tidak lagi sesuai dengan kaidah hidup baik seorang imam.

Keempat, sanksi paling “ekstrim” adalah pemberhentian keanggotaan yang bersangkutan dari membership-nya yang sebelumnya telah menginduk pada Keuskupan atau Kongregasi/Ordo di mana yang bersangkutan resmi “pernah tercatat sebagai anggotanya” (yang dalam bahasa resmi gerejani sering disebut dengan istilah “Inkardinasi”)

Kelima, kalau Uskup atau Pemimpin Tarekat Religius –setelah mempertimbangkan banyak hal secara matang dan bijaksana—akhirnya dengan berat hati juga terpaksa “melepaskan keanggotaan” imam yang tidak taat atau hidup serta kesehariannya tidak lagi selaras dengan hidup imamatnya, maka itu berarti:

  1. Yang bersangkutan tidak bisa disebut lagi sebagai imam atau pastor.
  2. Memang benar bahwa Sakramen Imamat yang diterima oleh seorang pastor itu sifatnya “abadi” atau kekal.
  3. Namun, fungsi imamat seorang pastor –apakah itu imam diosesan atau imam religius dari tarekat Ordo atau Kongregasi— itu juga secara hukum selalu “melekat” pada Imamat Episkopal yang dimiliki oleh Ordinaris Wilayah Gerejani (baca: Uskup).
  4. Dengan demikian, kalau Uskup sudah mengeluarkan keputusan tidak mau lagi menerima imamnya yang tidak mau, maka ada dua jenis konsekuensi yang mau tidak mau akan “terjadi” pada yang bersangkutan.
  5. Kalau dia seorang imam praja, maka dia akan kehilangan hak dan kuasa tahbisannya sebagai imam dan itu berarti dia tidak boleh lagi menjalankan fungsi imamatnya (memberi pelayanan sakramental dan lainnya).
  6. Kalau yang bersangkutan itu seorang imam religius anggota Ordo/Kongregasi tertentu, maka yang bersangkutan tidak boleh lagi berkarya di wilayah gerejani di mana Uskup itu memerintah. Urusan internal selanjutnya menjadi tanggungjawab pemimpin Ordo/Kongregasinya.
  7. Keputusan Uskup untuk membekukan kuasa tahbisan itu bisa terjadi, tidak hanya karena urusan tidak taat, tapi juga atas pertimbangan-pertimbangan lainnya yakni penghayatan kaul triprasetya religius atau perilaku yang tidak lagi selaras dengan hidup imamatnya.
  8. Ketika Uskup sudah memutuskan hal tersebut dan kalau yang terkena keputusan itu seorang imam diosesan, maka yang bersangkutan dengan sendirinya sudah bukan imam lagi.
  9. Kalau yang bersangkutan seorang imam religius, maka urusan internal menjadi tanggungjawab Pemimpin Tarekat Religiusnya. Yang pasti, yang bersangkutan tetap tidak boleh “berkarya” di Keuskupan di mana Uskup yang memberi putusan ‘berat” itu memerintah.
  10. Apakah yang bersangkutan bisa pindah “wilayah kerja” atau ganti inkardinasi? Tentu saja, tetap bisa.
  11. Tetapi, proses Inkardinasi tidak mudah. Semua itu tergantung Uskup mana yang bersedia menerima kembali imam “bermasalah” tersebut boleh berkarya lagi sebagaimana layaknya imam-imam baik lain yang bekerja di wilayah gerejani “milik” Ordinaris Wilayah (baca: Uskup) tersebut.

Semua penjelasan ringkas ini membantu pembaca memahami konteks umum tentang keputusan Uskup yang secara definitif telah memutuskan mencabut kuasa imamat seorang imam diosesan yang dulu menjadi anggotanya.

6 COMMENTS

  1. surat ( tdk ada tanggal hanya ada nomor surat ) yg ditandatangani sekretaris kaj adalah surat pemberitahuan tentang surat keputusan uskup kaj tanggal 19 feb 2019 … saya lebih tertarik dengan surat keputusan tsb karena biasanya ada disebutkan alasan2 yg menyebabkan diambil keputusan … ada yg bisa kasih lihat surat keputusan nya ?

  2. Banyak yang dipilih tapi tidak terpanggil, banyak pula yang terpanggil tapi tidak dapat memenuhi panggilannya. Tuhan Yesus Berkatmu akan menyertai semua Anak2 Mu dimanapun Mereka ber Bakti dengan sepenuh Hatinya dalam pelayanan nya. Amin

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here