Refleksi untuk Para Pejalan dalam Iman dan Dunia Kerja
ADA saatnya kita hanya menatap tanah di hadapan kaki.
Terlalu sibuk menyusun strategi, membalas pesan, mengatur target,
dan memastikan semuanya berjalan sesuai rencana.
Tapi dalam perjalanan ini,
mungkinkah kita lupa untuk… memandang ke seberang?
Bukan seberang sebagai tempat yang jauh.
Tapi seberang yang justru sudah hadir dalam sini dan sekarang.
Seberang itu bukan soal nanti,
tapi soal makna yang melintas di tengah rutinitas hari ini.
Memandang ke seberang adalah sebuah latihan iman.
Memandang bukan dengan mata, tapi dengan hati yang terbuka.
Sebab yang menyakitkan, tidak selalu harus ditolak.
Yang membingungkan, tidak selalu harus dijawab.
Kadang, cukup untuk dilewati bersama Dia yang tak kelihatan, tapi nyata.
“Aku berdoa, bukan agar Kau jauhkan aku dari gelombang,
tapi agar aku tak kehilangan arah di dalamnya.”
Sebagai PUKATers, kita tidak dipanggil untuk hidup nyaman.
Kita dipanggil untuk hidup nyata.
Di titik ini, bisnis bukan hanya angka dan untung-rugi.
Ia menjadi ladang kesaksian.
Ia menjadi medan pembentukan.
Ia menjadi tempat bertumbuhnya kasih, keadilan, dan pengharapan.
Memandang ke seberang berarti:
Melihat lebih dari laporan keuangan,
melihat manusia di balik angka.
Mendengar lebih dari suara pasar,
mendengar nyanyian pengharapan dari pekerja yang bertahan.
Percaya lebih dari proyeksi bisnis,
percaya bahwa tangan Tuhan tetap bekerja, meski tersembunyi.
Memandang ke seberang berarti berseru:
“Tuhan, untuk inilah aku berdoa:
Agar mataku tidak buta oleh ambisi,
Agar telingaku tidak tuli oleh kepentingan,
Agar hatiku tetap hidup di tengah tuntutan yang kian menekan.”
PUKATers terkasih,
Mari kita belajar untuk tidak hanya menjadi pengelola usaha,
tetapi penjala makna.
Jangan takut memandang ke seberang.
Karena di seberang itulah,
kita temukan alasan untuk tetap berdiri,
tetap mendayung,
dan tetap berharap.
Ferry Jusuf. 29.06.25