Mencoba Jadi Jesuit

0
642 views
Pemandangan Gereja St. Stanislaus Girisonta dilihat dari perspektif sudut bidik samping pintu gerbang kolese. (Mathias Hariyadi)

BAPERAN – Bacaan PERmenungan HariAN

Kamis, 8 Juli 2021

Tema: Dalam genggaman-Nya.

  • Bacaan Kej. 44: 18-21, 23b-29, 45: 1-5.
  • Mat. 10: 7-15.

Indahlah rencana Allah. Ia mencipta dari hati-Nya dengan cinta yang utuh dan penuh.

Ia mempercayakan dan mengutus kita, dalam kuasa Roh Kudus, mengembangkan dunia sebagai rumah bersama. Sekaligus belajar bersaudara dengan semua orang. Demi kebaikan bersama.

Seandainya mengalami penderitaan, bahkan karena kecerobohannya sendiri, Allah tidak tinggal diam.

Di balik penderitaan ada berkat.

“Akulah Yusuf, saudaramu, yang kamu jual ke Mesir. Tetapi sekarang, janganlah bersusah hati dan janganlah menyesali diri, karena kamu menjual aku ke sini, sebab untuk memelihara kehidupanlah Allah menyuruh aku mendahului kamu.” ay 4-5.

Ia hidup dalam Terang iman.

Banyak kesaksian dan pengalaman serupa. Orang yang menderitaan karena diperlakukan tidak adil, Allah tetap merancang yang baik.

Allah tidak pernah kalah. Bapa kita penyempurna kehidupan. Setiap dari kita dipakai untuk tujuan-Nya. 

Tidak untuk kalah atau berserah pada keterbatasan bahkan kejahatan.

Lugu

Sekitar tahun 1981, saya melamar ingin masuk Jesuit. Proses lamaran dan seleksinya terjadi di Novisiat Santo Stanislaus Girisonta di Karangjati, Ungaran.

Tiga hari mengalami proses solisitasi dan live in, mengenal cara hidup mereka. Salah satu pewancara saya dalam proses solisitasi itu adalah almarhum Romo Hari van Voorst tot Voorst SJ.

Dengan senyum ramah, cirikhas almarhum pastor misionaris dari Negeri Belanda ini bertanya soal keluarga dan latar belakang keinginan menjadi imam.

Ada satu pertanyaan yang bagi saya sekarang merupakah hal yang lugu dan polos. Tapi sebenarnya jujur saja juga tidak mengerti apa yang saya katakan. Tetapi, kehendak menjadi imam itu besar.

Berkobar-kobar.

Dan itu saya rawat sebagai kehendakku, sejak menjadi misdinar nulai kelas 4 SD di Pekanbaru, Riau.

Apalagi, romo-romo paroki saya yang berasal dari Itali (Romo Furlan SX, Romo Gastali SX, Romo Mido SX, dan lainnya) selalu memberi saya cokelat.

Enak bingit. Tidak ada yang jual di tempatku di Pekanabaru, Riau, waktu itu.

Setiap akhir tahun saya dapat nilai yang baik. Diberi hadiah pergi ke seminari di Padang.

Betapa senang dan bangga, sebagai seorang anak, bisa pergi dari rumah dan libur. Apalagi di sana saya bertemu dengan teman kakak, yang akhirnya juga menjadi seorang imam: Romo Nanang. Pr.

Keluarganya pun bersahabat dengan orang uaku.

Romo pewawancara itu berkata mengapa aku berketetapan ingin menjadi imam?

“Ingin memperluas Kerajaan Allah,” jawabku tegas dan mantap.

“Tapi, apa itu Kerajaan Allah?” tanya Romo van Voorst SJ.

“Ya memperluas wilayah Allah. Bangun Gereja di mana-mana,” kataku lagi.

“Bagaimana kamu memperluas Kerajaan Allah?” tanya Romo van Voorst lagi.

“Jadi Jesuit,” jawabku singkat.

“Kenapa kamu memilih Serikat Yesus,” ditanyai lagi.

“Ya, ingin saja. Itu pilihan saya. Saya berpikir demikian Romo. Saya dari Pekanbaru. Romo-romonya Xaverian. Sebenarnya saya mau menjadi seperti mereka, tetapi mereka belum mau menerima calon imam pribumi. Lalu saya masuk seminari dulu. Mau masuk apa saya tidak tahu. Saya kira semua sama,” jawabku berterus-terang.

Di Seminari Mertoyudan, saya barulah mengerti, Serikat Xaverian itu spiritualitasnya dari Santo Fransiskus Xaverius yang adalah seorang imam Jesuit.

Karena Serikat Xaverian belum menerima calon lokal, lalu saya berpikir kenapa saya tidak mengikuti sumber asli mereka: Serikat Yesus.

Maka saya lalu berkehendak menjadi Jesuit.

Seingat saya, Romo Hari van Voorst tot Voorst SJ waktu itu hanya senyum dan tidak berkomentar lagi.

“Apakah kamu tahan menderita, karena Ignasius pun menderita dan banyak ditolak pada awalnya?” tanyanya lagi.

Dengan yakin saya bilang, “Ya, sanggup. Saya ini anak tentara. Tapi, saya ingin menjadi imam.”

Kata terakhir yang almarhum Romo Hari lalu ucapkan, seingatku begini, “Terimakasih Danang. Kamu punya semangat. Tunggu saja pengumumannya.”

Sebulan kemudian, saya mendapat kabar saya diterima. Betapa bahagia dan bangga saat itu. Walau tidak mengerti nagaimana proses pendidikan nanti.

Tahun 1985, tiba-tiba saya mendapat surat dari Pekanbaru. Konggregasi Xaveian sudah bisa menerima untuk anak-anak lokal.

Romo paroki menawari. Saya pun membalasnya. Saya menyatakan saya sudah dalam proses menjadi calon jesuit

Dan memang tidak mudah. Keteguhan, ketangguhan, kehendak kuat, keyakinan panggilan harus ada.

“Kamu telah memperolehnya dengan cuma-cuma karena itu berikanlah pula dengan cuma-cuma.”

Tuhan, semoga kami dapat menjadi berkat yang cuma-cuma pula bagi yang lain. Amin.

.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here