Menemukan Tuhan Hanya Permainan Pikiran Belaka?

2
4,007 views

SEPERTI  biasa, Tono, teman saya sebut saja demikian siap berangkat kerja. Maklum waktu sudah menunjukkan pukul 06.00 pagi. Bila tak segera berangkat, pengalaman yang sudah-sudah membuktikan membuktikan bahwa dia pasti terlambat meski meleset beberapa menit saja.

Namun, tak seperti biasanya saat sudah membuka pintu depan rumah, si kecil yang masih balita bangun dan rewel. Jika tak segera berangkat, dia pasti terlambat padahal hari itu dia harus tepat waktu menghadiri pertemuan bisnis yang sudah diagendakan jauh-jauh hari sebelumnya.

Dia pun bimbang. Namun dia  memilih menghampiri anaknya, menggendong dan merangkulnya hingga si kecil tenang. Tentu dengan pilihannya ini, dia kehilangan waktu 15 menit dan hampir bisa dipastikan akan terlambat masuk kantor.

Anehnya, saat sudah berada di jalanan, suasana macet yang biasa dia temui tak terjadi. Jalan yang dilaluinya tidak terlalu macet sehingga dia bisa sampai kantor pada waktunya.

Kejadian itu membuatnya terkesima. Tono yakin bahwa semua ini rencana Tuhan. Dia menganggap bahwa Tuhan menghendaki dia memprioritaskan menenangkan anaknya daripada urusan pertemuan bisnis. Nyatanya, kedua hal berjalan lancar.

Permainan pikiran
Apakah sharing teman saya itu merupakan bentuk pengalaman menemukan kehendak Tuhan? Bisa jadi itu hanya permainan pikiran belaka? Atau hanya “kebetulan”? Bagaimana misalnya,  dia terlambat masuk kantor, dan dia tidak bisa tepat waktu menghadiri pertemuan bisnis? Apakah dia juga akan berefleksi tentang peran Tuhan dalam peristiwa itu? Apakah tidak kemudian justru dia “menyalahkan” Tuhan yang membisiki hati nuraninya untuk menggendong anaknya terlebih dahulu?

Bisa jadi, sesuatu yang dianggap sebagai pengalaman akan Tuhan bersifat subyektif. Kualitasnya pun berbeda-beda. Namun apa yang ditulis oleh Santo Ignatius mungkin bisa menjadi rujukan untuk mengevaluasi apakah pengalaman itu merupakan pengalaman akan Tuhan.

Dalam Latihan rohani 329 Santo Ignatius menulis “Ciri khas Allah dan malaikat-malaikat-Nya, bila bertindak dalam jiwa, ialah memberi sukacita dan kegembiraan sejati dengan menyingkiran segala kesedihan dan kekacauan.”

Di nomor 333 disebutkan,”Hendaknya diperhatikan dengan sungguh-sungguh seluruh jalan pikiran. Bila awal, tengah an akhir seluruhnya baik, mengarah pada yang serba baik maka itu pertanda bahwa berasal dari malaikat baik. Tetapi, bila jalan pikiran yang disodorkan berakhir pada sesuatu yang buruk, atau menyeleweng, atau kurang baik dibandingkan dengan niat jiwa sebelumnya, atau membuat jiwa lemah, resah dan bingung, menyingkirkan damai dan tenang serta tenteram yang sebelumnya dimiliki, maka itu pertanda jelas bahwa asalnya dari roh jahat, musuh kemajuan dan keselamatan kekal kita.

Jadi, jika keseluruhan proses yang dilakukan teman saya ini berakhir baik, kita yakin bahwa itu memang pengalaman akan Tuhan. Maka perlu direfleksikan lagi: apakah yang dilakukan terhadap anaknya berdampak positif bagi anak dan keluarganya (anak tenang, isteri juga tenang)?

Apakah selama “mengejar waktu” karena kehilangan 15 menit tidak diwarnai dengan “umpatan di jalan”, serobot sana serobot sini yang merugikan pengendara lain? Apakah sewaktu sampai di kantor, “mood”nya masih bagus, masih bisa mengikuti rapat secara profesional dan baik, membuat nyaman semua pihak?

Jika seandainyapun terlambat masuk kantor, terlambat ke pertemuan bisnis yang sudah jauh hari diagendakan sebelumnya, apakah perasaan hatinya dan dampak yang ditimbulkan tetap kondusif, atau dia justru marah-marah menyalahkan anaknya?

Sikap hati
Orang dapat mengatakan bahwa menemukan Tuhan adalah permainan pikiran. Memang harus diakui pikiran memegang peranan, tetapi yang paling penting adalah bagaimana sikap hati, proses, dan dampak yang ditimbulkannya sebagaimana ditulis oleh Ignatius dalam Latihan Rohani nomer 329 dan 333.

Jika teman saya itu mengklaim telah menemukan Tuhan, tetapi sampai kantor pikirannya menjadi kacau balau karena terburu-buru menghindari keterlambatan dan akibatnya hubungan dengan teman kantor atau rekan bisnis dalam pertemuan itu diwarnai dengan amarah, tidak adanya saling menghargai, pantas dipertanyakan “pengalaman Tuhan”? Jika demikian, mungkin pengalamannya hanyalah permainan pikiran saja.

2 COMMENTS

    • Dear bu Harini, Latihan rohani secara keseluruhan memang tidak pernah ditulis secara lengkap di website ini. Buku lengkap Latihan Rohani pernah diterbitkan oleh Penerbit Kanisius. Mungkin ibu bisa menghubungi penerbit Kanisius untuk mendapatkan buku “Latihan Rohani St. Ignatius Loyola”. Nomor-nomor itu ada di buku tersebut.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here