Menjadi Bijaksana Seperti yang Yesus Bilang

0
4,201 views

BAGAIMANA kesan kita mendengar perumpamaan Yesus ini? Keterlaluan, kejam! 5 gadis itu sudah siap-siap, dandan cantik. Hanya karena minyak habis, teman-teman yang disebut gadis bijaksana tidak mau membagi minyak; dan pengantin laki-laki yang datang terlambat malah menutup pintu dan tidak mau kenal mereka. Apa yang sebenarnya terjadi?

Di Israel, sudah biasa kalau persiapan pernikahan, terutama soal mas kawin, menjadi pembicaraan yang bertele-tele, sehingga kesepakatan baru terjadi sudah larut malam. Kedatangan pengantin laki-laki disambut dengan tarian penyambutan di pintu masuk desa atau kota. Karena sering terjadi penyambutan pada malam hari, sehingga tarian penyambutan itu menjadi tarian obor atau tarian pelita. Jadi dari pihak pengantin perempuan, menyambut rombongan pengantin laki-laki tanpa pelita bernyala, menunjukkan ketidak siapan yang memalukan.

Karena itu 5 gadis bijaksana itu tidak dapat membagi minyak mereka. Upacara pernikahan, tentu tidak lagi membutuhkan rombongan penari yang tidak siap itu. Mereka telah memalukan keluarga pengantin perempuan, mereka ‘tidak dikenal’ dalam upacara pernikahan itu. Padahal menyambut rombongan pengantin laki-laki merupakan kesempatan penting bagi para gadis, untuk berkenalan dan mendapat jodoh.

Sia-sia lah semua persiapan para gadis bodoh itu, karena tidak membawa minyak.  Kemalangan mereka tidak dapat ditimpakan pada temannya dengan menyebut mereka pelit dan kejam. Semua gadis itu siap untuk menyambut pengantin, mereka sudah berdandan cantik, memakai pakaian dan perhiasan terbaik. Semua tertidur waktu menunggu. Perbedaannya terletak pada minyak, barang sederhana, murah dan tidak sulit didapat dan mudah dibawa.

Bijaksana itu siap
Yang membawa minyak menggembirakan keluarga yang berpesta dan ikut dalam kegembiraan perjamuan. Yang lalai, memalukan keluarga pengantin perempuan dan tersingkir dari perjamuan. Jadi 5 gadis yang disebut Yesus bijaksana, bukan tidak boleh mengantuk atau tertidur. Bijaksana berarti meski tertidur tetap siap untuk segera bangun dan melaksanakan tugas. Kesiapan ini merupakan tanggung jawab masing-masing. Dapat dibantu, tetapi tidak dapat dioper tugaskan kepada orang lain.

Jadi kebijaksanaan menanti kedatangan Tuhan, tidak cukup dengan kesiapan jasmani. Bahkan juga tidak cukup pada saat terakhir memanggil Tuhan, Tuhan, bukakan kami pintu. Perlu kebijaksanaan dalam hidup ini, selalu siap siaga untuk bertemu dengan yang tak terduga.

Seorang ayah bingung mendengarkan doa putrinya yang masih kecil ketika akan tidur, “Tuhan, lindungi ibu, lindungi ayah, lindungi nenek, dan terimalah kakek.” “Kenapa doamu untuk kakek bunyinya seperti itu?” tanya ayahnya. Si kecil menjawab, “Nggak tahu, Yah. Aku pengen aja ngomong seperti itu.” Entah apa yang terjadi, keesokan harinya sang kakek meninggal dunia. Suatu kebetulan yang sangat aneh, pikir si ayah.

Beberapa hari kemudian sang ayah menidurkan kembali putrinya dan mendengar si anak berdoa, “Tuhan, lindungi ibu, lindungi ayah, dan terimalah nenek.” Dan keesokan hari, sang nenek meninggal dunia. Astaga, pikir si ayah, anak saya bisa berkomunikasi dengan alam gaib! Seminggu kemudian si ayah kembali mendengarkan anaknya berdoa, “Tuhan, lindungi ibu dan terimalah ayah.” Deg! Kontan saja sang ayah terkejut. Malam itu ia tidak dapat tidur memikirkan kejadian yang akan menimpanya besok pagi. Ketika mengemudi sampai kantor pikirannya tidak karuan. Jam makan siang telah lewat, namun tidak terjadi apa-apa.

Si ayah makin cemas. Ia memilih menghabiskan hari itu di kantor, minum kopi dan begadang menunggu tengah malam tiba. Ketika jarum jam menunjukkan 00.01, si ayah lega. Hari itu telah lewat dan ia masih selamat. Dengan langkah ringan ia pun kembali ke rumah. “Ya, ampun… tumben-tumbennya kamu kerja lembur. Ada apa sih?” tanya istrinya ketika membukakan pintu.

“Aku nggak mau ngomongin masalah ini. Pokoknya hari ini adalah hari terburuk dalam hidupku,” kata si suami. Kata istrinya, “Kalau kamu mendengar cerita yang akan aku sampaikan, kamu pasti nggak akan menyangka kalau hari ini lebih buruk dari yang kamu duga. Tahu tidak, tadi pagi Mas Tofik tetangga sebelah meninggal dunia ketika betulin jemuran belakang rumah.”

Takut menerima kenyataan
Cerita ini hanya lelucon saja. Tetapi ada yang dapat kita pelajari dari cerita ini. Bapak itu dapat menerima keistimewaan anaknya, yang dapat mengetahui siapa yang akan meninggal. Tetapi begitu hal ini menyangkut dirinya, ia tidak siap. Ia takut menerima kenyataan pahit itu. Begitu juga kita. Untuk berbagai peristiwa penting dalam hidup, yang berat sekali pun, membuat kita menjadi siap siaga. Kita biasa memperhatikan hal-hal besar; biaya anak sekolah, beli kendaraan baru.

Bahkan juga untuk menghadapi kematian orang dekat kita. Tetapi hal-hal rutin, yang tidak berat,  biasanya membosankan karena tidak disadari lagi nilainya. Bernafas itu tidak pernah dipikirkan, sampai sakit asma, baru orang menyadari betapa berharganya nafas dan betapa sengsaranya sulit bernafas. Begitu juga dengan doa teratur, menghadiri Ekaristi secara teratur, tidak terasa penting pada saat semua berjalan biasa-biasa. Dan terutama yang langsung berhubungan dengan kesiap-siagaan, adalah menerima Sakramen Tobat secara teratur. Kita mungkin masih akan jatuh dalam dosa yang sama lagi.

Tetapi dengan terus menerus mengaku dosa, kita tetap disadarkan bahwa hal itu merupakan dosa, sehingga tidak menganggapnya sebagai hal yang biasa-biasa dan tidak salah. Dengan kesadaran itu, kita tetap didorong untuk berusaha tidak menjadi lebih jelek dalam hal itu. Orang yang mengalami peristiwa besar dan gawat, biasanya mulai menyadari pentingnya hidup rohani itu. Dan sesudah melewatinya, baru mulai menjalankannya secara teratur. Mungkin kita tidak akan menjadikan kegiatan rohani sebagai yang paling penting dalam hidup kita.

Seperti gadis bijaksana, juga tidak menjadikan minyak sebagai pokok perhatian mereka. Berdandan cantik, baju bagus adalah yang terpenting bagi mereka. Tetapi mereka menyempatkan diri untuk membeli, menyimpan dan membawa minyak. Apakah kita menunggu sampai kita mengalami hidup yang pahit baru akan bersiap siaga dalam hidup ini dan memberi perhatian secukupnya dalam hidup rohan kita?

Perumpamaan Yesus hari ini mengajak kita menjadi bijaksana. Bukan dengan menjadi orang cemas akan akhir hidup. Tetapi menjadi orang yang hidup bahagia karena selalu siap untuk menjalani hidup ini sampai pada akhirnya. Itu adalah pilihan yang ditawarkan Allah kepada kita: Hidup hanya untuk masa kini, menjadi cemas tentang apa yang kita alami atau hidup bahagia dan bebas merdeka karena sudah terbiasa menjalani hidup yang baik. Orang lain dapat membantu dengan perhatian, dukungan, nasihat, teguran dsb. Tetapi pilihan itu akhirnya ada di tangan kita. Semoga kita menemukan kebebasan dan kebahagiaan dalam menjalani hidup baik kita setiap hari. AMIN.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here