Selasa, 24 Januari 2023
- Ibr. 10:1-10.
- Mzm. 40:2, 4ab, 7-8a, 10, 11.
- Mrk. 3:31-35
SEORANG sahabat begitu bersyukur pada Hari Raya Imlek ini, karena sejak pandemi baru kali ini perayaan Imlek bisa dirayakan dengan kebersamaan dalam keluarga.
Semua keluarga besar dari mana-mana bisa datang dan berkumpul.
Suasana yang sangat menyejukan dan mengantar pada pengalaman syukur setelah badai pandemi yang terjadi.
Tidak dapat dipungkiri, bahwa kehangatan keluarga merupakan bagian terpenting dari setiap kehidupan manusia.
Sebab, keluarga merupakan hal pertama yang memperkenalkan seseorang kepada dunia.
Di tangan keluarga lah seharusnya seseorang mendapatkan kasih sayang secara utuh.
Kasih sayang keluarga merupakan kebahagiaan yang tak tergantikan.
Maka dari itu, penting bagi kita semua untuk tetap menjaga dan saling mengasihi satu sama lain antar anggota keluarga.
Apalagi pada dasarnya keluarga selalu diwarnai dengan rasa saling terhubung dan rasa kedekatan yang didasari dari rasa cinta.
Anggota keluarga saling terhubung dan bisa dengan mudah memiliki cara pandang yang sama ketika mereka menghadapi setiap masalah keluarganya.
Dalam bacaan Injil hari ini kita dengar demikian,
“Ia melihat kepada orang-orang yang duduk di sekeliling-Nya itu dan berkata: “Ini ibu-Ku dan saudara-saudara-Ku.
Barangsiapa melakukan kehendak Allah, dialah saudara-Ku laki-laki,
dialah saudara-Ku perempuan, dialah ibu-Ku.”
Yesus menegaskan bahwa orang-orang yang duduk disekeliling-Nya adalah
ibu-Nya dan saudara-Nya.
Kalimat ini mengajarkan bahwa relasi ibu dan saudara tidak dibatasi oleh hubungan secara jasmani, tetapi juga secara rohani.
Hal ini berarti bahwa mereka yang mendengar Injil dan menerima Injil itu adalah ibu dan saudara Yesus dan berita Injil berlaku untuk setiap bangsa.
Bagi Yesus dan dalam kerajaan-Nya ikatan darah tidak berlaku seperti di dunia, tetapi yang menentukan ialah ikatan iman dan kasih kepada Allah.
Bukan berarti Yesus tidak menghargai Maria ibu-Nya dan saudara-saudara-Nya. Tapi Yesus mau mengatakan bahwa hubungan darah dan kekerabatan sangatlah terbatas dan mudah retak.
Keinginan ibu Tuhan Yesus untuk bertemu anak-Nya adalah wajar. Tetapi di sisi lain, Tuhan Yesus mau menyatakan sebuah kebenaran sejati yang harus Dia beritakan.
Hal yang utama bukanlah mengikuti kehendak jasmani tetapi yang rohani.
Bagaimana dengan diriku?
Apakah aku membangun persaudaraan rohani untuk menjadi saudara bagi sesama?