Menjadi Seperti Apa Yang Kita Makan

0
124 views
Ilustrasi byist

Hari Raya Tubuh dan Darah Kristus

Ul 8:2-3, 14b-16a; 1Kor 10:16-17 dan Yoh 6:51-58

SEORANG filsuf yang ateis menulis: “Manusia menjadi sama dengan apa yang ia makan.”

Tanpa sadar pemikiran filsuf ini sebenarnya berbicara juga tentang Ekaristi. Orang Kristen yang menerima Tubuh dan Darah Kristus berkomunio dengan Kristus, dan bersatu dalam hidup dan perjuangan Yesus Kristus.

Yesus adalah roti hidup, bukan saja dalam arti kiasan, yaitu ajaran dan karya-Nya sebagai bekal hidup, melainkan juga dalam arti yang lebih khusus, yakni Tubuh-Nya yang diserahkan di kayu Salib dan darah-Nya yang tertumpah di Golgota menjadi bekal hidup bagi setiap orang yang menyambut-Nya dalam Ekaristi.

Hanya dengan menyambut Tubuh dan Darah Kristus orang beriman mendapat bagian penuh dalam hidup Kristus yang diterima-Nya dari Bapa. Tapi, kita tidak bisa terlalu memahami Ekaristi secara materiil sebagai semacam jejamu atau ramuan yg secara ajaib dan otomatis membangkitkan daya hidup yang tak akan berkurang.

Dengan menyambut Tubuh dan Darah Kristus kita diharapkan masuk dalam relasi timbal balik dengan Yesus: kita membuka diri bagi Yesus yang telah menyerahkan hidup-Nya untuk kita, dan kita tinggal dalam semangat Yesus yang menyerahkan diri-Nya itu.

Kita menerima hidup dari Yesus (Dia hidup di dalam kita), yang sekaligus menumbuhkan hidup seperti Yesus (kita tinggal di dalam Yesus). Kita menjadi sama seperti apa yang kita makan, yakni Tubuh dan Darah Yesus.

St. Leo Agung menegaskan: “Saat kita menerima Tubuh dan Darah Kristus, kita akan diubah menjadi seperti apa yang kita terima.”

Hidup dan perjuangan Kristus hendaknya menjadi hidup dan perjuangan kita murid-murid-Nya, yakni berjuang menegakkan persatuan, keadilan, kedamaian dan cinta kasih di tengah dunia ini.

Selain itu, dari dan dengan Ekaristi orang Kristen wajib menyatakan hubungan kasih, membangun komunio dalam Gereja.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here