Menjadikan Rumah sebagai Produksi Kebaikan

0
313 views
Ilustrasi -- Rumah isi lengkap tapi tidak ada penghuninya. (Ist)

BAPERAN-BAcaan PERmenungan hariAN.

Kamis, 9 Desember 2021.

Tema: Hadiah Kehidupan.

Bacaan

  • Yes. 41: 13-20.
  • Mat. 11: 11-15.

MENYENANGKAN. Suatu kesan yang dialami membuat seseorang bergembira tidak hanya terbatas pada rasa. Tetapi juga mengelorakan suatu keyakinan bahwa dirinya dicintai tanpa batas.

Membuat yang lain tersenyum dan bahagia adalah sebuah rahmat kehidupan.

Menyenangkan sesama lebih-lebih mereka yang dirundung duka atau hidupnya tidak seperti yang diharapkan pun bisa menggelorakan keteguhan sesame. Itu tanda kasih dan kebaikan.

Suatu cara yang manusiawi mendukung agar orang lain tetap bertumbuh, berkembang dan belajar membuahkan kebaikan dalam diri sesama.

Saling menyenangkan dan membahagiakan dapat menjadi proses manusiawi agar kegembiraan hidup bersama menghasilkan persahabatan, persaudaraan bahkan kebaikan bersama.

Inilah hadiah kehidupan, bahkan buah dan tindakan iman. Sebuah perhatian yang mengembangkan kebaikan sesama.

“Nanti malam di rumah saya akan ada pendalaman iman. Kami bergembira dan senang, kalau Romo sudi datang. Kami mengharapkan.”

“Semoga aja ya.”

“Baiklah Mo. Maaf sudah mengganggu.”

Saya tersentuh dengan kata terakhir, maaf sudah mengganggu.

Betapa halus budinya. Lembut tuturnya. Gambaran kualitas jiwa. Ia berharap yang mungkin dapat menyenangkan keluarganya atas kehadiran seseorang tetapi tidak memaksa.

Sebuah kerendahan hati.

Saja sengaja tidak datang tepat waktu.

Saya melihat begitu banyak potensi baik dari pribadi-pribadi yang mampu berbagi pengalaman imannya atas bahan yang diajukan. Komunitas mereka selalu berkumpul. Kendati hanya beberapa orang yang hadir, suasana mendukung perkembangan iman bersama.

Kira-kira 45 menit kemudian saya datang dan saya langsung mengatakan, “Silahkan dilanjutkan tanpa terganggu oleh kehadiran saya. Saya belajar mendengarkan pengalaman-pengalaman iman.”

Mereka baru memulai, karena hujan. Suasana cukup tercipta.

Ada sukacita berbagi pengalaman. Ada yang masih meraba-raba arah pertanyaan. Ada yang tekun mendengarkan. Ada yang mengingat-ingat kejadian masa lalu yang terkait dengan bahan.

Dan itu menyentuh. Menyenangkan.

Tidak ada satu pun dari anggota komunitas yang sibuk dengan HP-nya. Sangat  membanggakan. Mereka berjumpa, saling berbicara, saling mendengarkan. Sebuah kebersamaan yang meneguhkan.

Waktu pertemuan pun selesai. Nyonya yang punya rumah pun mengeluarkan konsumsi. Yang menakjubkan adalah mereka sungguh mempersiapkan.

Hidangannya pun cukup mewah, kendati bagi mereka biasa.

Anak-anak pun bergembira karena cocok juga dengan dunia mereka.

Nyonya ini dengan per-hati-an melayani anggota komunitas. Bolak-balik ke dapur untuk mungkin sekedar mengisi teh atau menambah makanan.

Kami sungguh dijamu laksana tamu istimewa. Tentu kami menyantap dengan gembira sambil bertanya sana-sini, baik soal-soal yang lain maupun yang terkait dengan tema pertemuan tadi.

Nyonya itu bercerita.

“Romo rumah kami terbuka untuk pertemuan. Tapi ya beginilah, apa adanya. Kami selalu bersyukur, rumah kami boleh menjadi tempat pertemuan iman, tempat kami berdoa bersama. Anak, mantu cucu juga berkumpul bersama.

Saya ingin cucu-cucu kami sejak dari awal mengenal orang lain, ikut dalam kebersamaan. Maaf ya Romo, kadang mereka tidak bisa tenang; jalan sana-sini; atau melakukan sesuatu yang mungkin mereka ingin diperhatikan.  Itulah anak-anak, Mo, Rasa ingin tahu mereka cukup besar,” kata ibu.

“Bagus itu Bu. Biarlah anak-anak ikut walaupun kadang mengurangi konsentrasi, bahkan membuyarkan diskusi karena harus tertawa melihat tingkah laku cucu. Itu menggembirakan.”

Kita ingat apa kata Yesus, “Jangan halangi anak-anak ini. Sebab merekalah yang empunya kerajaan surga.”

“Jangan lupa doakan kami ya Romo. Kami ingin anak, mantu dan cucu kami nanti pun terbuka untuk menerima kedatangan saudara seiman berdoa bersama di rumah mereka.

Bagi kami itulah tanda kehadiran dan penyertaan Tuhan bagi keluarga kami.”

“Begitu ya bu. Hebat. Menyentuh.”

Yesaya bernubuat, “Aku ini, Tuhan, Allahmu, memegang tangan kananmu dan berkata kepadamu: ‘Janganlah takut, Akulah yang menolong engkau’.” ay 13.

Tuhan, syukur atas kebersamaan iman kami.  Amin.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here