Menyambut Damai

0
378 views
Ilustrasi - Rukun dan rujuk lagi by Regain.

Minggu, 22 Mei 2022

  • Kis. 15:1-2.22-29.
  • Mzm. 67:2-3.5.6.8.
  • Why. 21:10-14.22-23.
  • Yoh. 14:23-29

SERING kali ketika kita menghindari masalah yang mestinya kita hadapi, justru hati kita tidak pernah tenang.

Namun ketika kita berani menghadapi situasi meski dengan segala pergulatannya, setelah itu kita merasakan ketenangan dan kedamaian.

Pikiran menjadi tenang karena tidak lagi dikuasai oleh berbagai macam pertanyaan yang bisa menimbulkan keresahan dan kegelisahan.

“Saya merasakan kesedihan yang tak terkirakan, ketika anakku memutuskan hubungan denganku,” kata seorang ibu.

“Dia lebih suka mengikuti kemauan bapaknya yang telah meninggalkan kami daripada ibunya ini yang miskin dan tidak bisa memanjakan seperti bapaknya,” lanjutnya.

“Tetapi dari hasil keringatku, aku telah membesarkan dan menyekolahkannya,” ujarnya.

“Namun semuanya itu seakan dia lupakan, dia menentang semua yang aku katakan dan puncaknya, ketika dia dibelikan rumah dan mobil oleh bapaknya,” kisahnya.

“Dia tidak mau lagi berhubungan denganku dan adik-adiknya,” sambungnya.

“Bahkan ketika dia menikah, aku dan adik-adiknya tidak diundangnya,” lanjutnya lagi.

“Sebagai ibu, aku sangat kecewa. Tetapi aku merasa bersalah, jika aku tidak merestui dan mendoakan anakku yang menempuh langkah penting dalam hidupnya,” katanya.

“Maka meski tidak diberitahu dan tidak diminta serta tidak diundang, saya memutuskan datang waktu pemberkatan perkawinan di gereja,” ujarnya.

“Saya ajak adik-adiknya, untuk ikut mendoakan. Kami duduk di belakang, saya tidak mau menganggu kesakralan pernikahan, maka sengaja kami datang dengan diam-diam,” ujarnya.

“Waktu misa itu, saya hanya berdoa tak hentinya, ‘Tuhan anak yang telah Kau anugerahkan dalam rahimku, kini telah dewasa dan bersujud dengan perempuan yang dipilih, berkenanlah Engkau memberkati dan meneguhkan cinta mereka. Itu harapanku,” doa ibu itu.

“Dia milik-Mu Tuhan, bimbing dan arahkan dia pada jalan yang benar dan penuh kebahagiaan,” imbuhnya.

“Maafkan aku Tuhan, yang tidak bisa mendampimpingi di sisinya. Namun dari bangku ini, restuku tercurah padanya,”nimbuhnya.

“Dari sejak masuk ke Geeja air mataku tak henti-hentinya tercurah, apalagi ketika acara sungkeman, dia berlutut di depan perempuan yang telah mengambil bapaknya dari sisiku,” lanjutnya.

“Namun semua itu saya tahan. Karena tujuanku ke ikut misa adalah berdoa dan memberi restu pada anakku. Saat menyadari tujuanku aku jadi tenang dan bisa ikhlas mendoakan anakku,” ujarnya.

“Setelah komuni dan doa penutup saya meninggalkan gereja dengan hati yang lega, tidak ada rasa marah ataupun kebencian,” lanjutnya.

“Dia adalah anakku, maka apa pun yang terjadi saya tidak akan bisa menutup pintu hati dan kasihku padanya,” tegasnya.

“Saya tidak tahu kekuatan mana yang bisa menguatkan langkahku, namun saya sadari dan percaya sungguh bahwa semua ini karena Tuhan, Roh Tuhan yang membimbingku hingga saya tidak dikuasai amarah, kebencian. Namun bisa bersikap rendah hati, tulus mencintai, tidak takut malu, tidak takut terluka,” sambungnya.

“Sejak peristiwa itu, saya jadi tenang dan tidak lagi ada rasa marah, atau pun kecewa,” sambungnya lagi.

Dalam bacaan Injil hari ini kita dengar demikian,

“Semuanya itu Kukatakan kepadamu, selagi Aku berada bersama-sama dengan kamu; tetapi Penghibur, yaitu Roh Kudus, yang akan diutus oleh Bapa dalam nama-Ku, Dialah yang akan mengajarkan segala sesuatu kepadamu dan akan mengingatkan kamu akan semua yang telah Kukatakan kepadamu.

Damai sejahtera Kutinggalkan bagimu. Damai sejahtera Kuberikan kepadamu, dan apa yang Kuberikan tidak seperti yang diberikan oleh dunia kepadamu.”

Damai sejahtera yang dibicarakan oleh dunia, sifatnya bergantung pada situasi yang dihadapi oleh seseorang.

Biasanya damai sejahtera seperti ini ada, ketika mengalami atau menjumpai situasi yang terbebas dari konflik, terbebas dari penyakit dan wabah penyakit, terbebas dari kekerasan dan sejenisnya.

Tetapi, damai sejahtera Allah menopang kita dalam segala situasi. Situasi damai sejahtera yang dimaksudkan oleh Tuhan Yesus harus dimulai dari diri sendiri, dari komunitas atau dari keluarga kita masing-masing.

Tidak mungkin ada damai di luar sana kalau diri masing-masing orang tidak damai.

Tidak mungkin kita mengharapkan ada damai sejahtera yang lebih besar, jika keluarga-keluarga atau komunitas-komunitas sibuk dengan permusuhan, pertengkaran, iri dengki dan seterusnya.

Kita juga tidak bisa menjaga kedamaian dalam lingkungan yang lebih besar jika kita sendiri atau komunitas kita atau keluarga kita belum mampu menciptakan kedamaian itu sendiri.

Bagaimana dengan diriku?

Apakah aku berani mengambil langkah pertama dalam memecahkan kebekuan relasi dengan sesama?

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here