
PADA bulan Juni 2025, para pendidik dan tenaga kependidikan Sekolah St. Theresia Menteng mengikuti sebuah retret rohani yang diselenggarakan di Wisma Samadi, Klender.
Retret ini berlangsung dalam dua gelombang, masing-masing melibatkan sekitar enam puluhan peserta, dan menjadi salah satu kegiatan penting dalam agenda pembinaan spiritual komunitas sekolah.
Dengan memilih tempat tenang dan kondusif untuk permenungan, kegiatan ini bertujuan mengajak para peserta keluar sejenak dari kepadatan rutinitas dunia pendidikan, dan masuk ke dalam ruang batin yang lebih hening, merefleksikan kembali panggilan mereka sebagai pendidik dan pelayan dalam dunia sekolah.
Retret ini mengusung tema besar pembentukan karakter, sebuah tema yang sangat relevan dengan tantangan dunia pendidikan saat ini. Sebagai bahan permenungan utama, peserta dibekali dengan buku Selubung Didik Karakter, karya penulis, yang juga merupakan pendamping retret bagi komunitas pendidikan tersebut.

Proses pembentukan karater
Buku ini tidak sekadar menyodorkan narasi tentang karakter, tetapi menyentuh inti terdalam dari pendidikan sebagai proses pembentukan manusia seutuhnya—yang utuh secara intelektual, emosional, sosial, dan spiritual.
Dalam setiap kisah, pembaca diajak menembus lapisan-lapisan luar yang sering kali membungkus pendidikan hanya sebagai urusan teknis dan administratif.
Dengan pendekatan kontemplatif dan naratif khas, buku Selubung Didik Karakter membuka ruang luas bagi refleksi pribadi. Para peserta diminta tidak hanya membaca secara intelektual, tetapi juga mengizinkan diri mereka mengalami setiap kalimat sebagai undangan agar dapat masuk ke dalam perjumpaan dengan diri, sesama, dan Tuhan.
Buku ini menjadi semacam jendela bagi para pendidik untuk melihat kembali niat terdalam mereka dalam mendidik, serta menilai kembali relasi mereka dengan murid, rekan kerja, dan seluruh dinamika di lingkungan sekolah.
Suasana retret berjalan dengan sangat dinamis namun tetap dalam bingkai keheningan dan keintiman spiritual. Setiap sesi dirancang secara mendalam dengan metode yang menggabungkan pembacaan teks, sharing kelompok kecil, doa pribadi, dan penggalian makna dari kisah-kisah nyata yang diangkat dalam buku maupun dari pengalaman hidup peserta sendiri.
Tidak sedikit peserta mengaku tersentuh secara emosional, bahkan menangis, ketika menemukan cermin dari pengalaman hidup mereka dalam narasi dan refleksi yang ditawarkan dalam buku tersebut.
Selain menggunakan buku Selubung Didik Karakter, para peserta juga diajak memperdalam permenungan dengan membuka Kitab Suci dan dokumen-dokumen rohani lain dari tradisi Gereja.
Perpaduan ini membuat proses retret menjadi lebih kaya dan berlapis, tidak hanya mengandalkan refleksi pribadi tetapi juga menyentuh warisan iman yang telah terbukti membentuk karakter para kudus dan pendidik besar dalam sejarah Gereja.
Dalam suasana doa dan meditasi, para peserta mengalami bahwa pendidikan sejati tak pernah bisa dilepaskan dari spiritualitas dan relasi dinamis dengan Tuhan.
Pengalaman selama retret juga menjadi ajang pertukaran hati dan penguatan komunitas. Dalam sesi syering, para pendidik dan tenaga kependidikan saling membuka diri mengenai pengalaman pahit, harapan, maupun pergumulan yang mereka hadapi di ruang-ruang kelas dan kantor.
Proses demikian tidak sekadar membuat kelegaan emosional, tetapi juga mempererat rasa kebersamaan sebagai sesama peziarah yang berjalan dalam medan pendidikan. Banyak peserta merasa bahwa mereka tidak lagi berjalan sendiri, tetapi menemukan kembali semangat kolektif sebagai tim yang memiliki misi bersama.
Retret ini pun membangkitkan kembali kesadaran bahwa mendidik merupakan sebuah panggilan, bukan semata-mata profesi. Dalam keheningan dan keintiman bersama Tuhan, para peserta disadarkan bahwa kehadiran mereka di sekolah adalah bagian dari misi Allah untuk menyentuh dan membentuk generasi muda.

Maka pendidikan bukan melulu tentang mengajar mata pelajaran, tetapi tentang memperlihatkan kasih, keadilan, dan keteladanan hidup sehari-hari. Di sinilah karakter seorang pendidik diuji dan dibentuk: bukan dalam teori, tetapi dalam kesetiaan pada nilai-nilai spiritual yang terus diperbarui lewat doa dan refleksi.
Rangkaian sesi yang intens dan padat itu pun berlangsung dengan lancar. Semua peserta menunjukkan komitmen dan keterbukaan tinggi dalam mengikuti setiap kegiatan. Tidak ada keluhan, tidak ada kelambanan, hanya ada antusiasme dan semangat menyelami lebih dalam makna menjadi pendidik sejati.

Dari awal hingga akhir, para peserta merasa bahwa setiap detik retret menjadi berharga, baik karena isi materi yang disampaikan, juga akibat adanya atmosfer spiritual yang menyelimuti seluruh proses. Wisma Samadi benar-benar menjadi ruang kudus bagi perjumpaan, pertobatan, dan pembaruan hidup.
Banyak peserta menyampaikan bahwa retret ini memberi mereka insight dan energi baru supaya kembali ke medan pendidikan dengan cara pandang lebih segar dan mendalam. Mereka menemukan bahwa pembentukan karakter bukan proyek besar dan rumit, tetapi sesuatu yang dapat dimulai dari niat hati murni, dari tindakan kecil sehari-hari yang dilakukan dengan cinta dan integritas. Nampaknya, buku Selubung Didik Karakter dapat menjadi salah satu bekal inspirasi rohani dalam menyertai langkah mereka di hari-hari ke depan.
Dengan penuh syukur, retret ini ditutup dengan Perayaan Ekaristi dalam suasana tenang dan penuh harapan. Para peserta kembali ke rumah dan sekolah dengan semangat baru mendidik dengan hati, membimbing dengan kasih, dan melayani dengan iman.
Retret tersebut menjadi bukti bahwa dalam dunia pendidikan, pembaruan spiritual merupakan fondasi yang tak tergantikan.
Dari Wisma Samadi, mereka membawa pulang bukan hanya kenangan dan buku catatan, tetapi juga api kecil di dalam hati yang akan terus menyala, yakni api panggilan, api cinta, dan api karakter yang dibentuk dalam keheningan suci.
inget waktu masih SD, smp. romo nya baik dan lembut sama anak”. semoga romo” nya disertai hilmat dari Tuhan Yesus Kristus agar berdampak sampai dibawa dewasa selamanya buat yg siswa yg mengikuti nya. amin