Merantau

0
232 views
Ilustrasi - Merantau untuk mencari nafkah by ist

Renungan Harian
Rabu, 26 Januari 2022
PW. St. Timotius dan Titus, Uskup
Bacaan I: 2Tim. 1: 1-8
Injil: Luk. 10: 1-9
 
SAYA melihat anak muda itu selalu ceria, menyapa semua orang dengan ramah hormat. Anak muda dengan perawakan kurus dan tinggi itu selalu mudah untuk dimintai tolong dan ada kerelaan yang besar untuk membantu dengan gembira.

Saya belum kenal betul dengan anak muda itu, sejauh saya tahu dia adalah cucu dari salah umat di sini; namun keluarganya yang mana saya tidak tahu.

Hampir semua umat  hanya mengetahui bahwa dia adalah cucu dari salah orang umat di sini.
 
Suatu pagi ketika ada acara kerja bakti di gereja, saya lihat anak muda itu mulai mengepel altar meski pada saat itu belum ada umat yang datang karena kerja bakti baru mulai satu jam lagi.

Melihat dia sudah bekerja saya menyapa dan bertanya kenapa pagi sekali dia sudah  datang dan sudah mulai bekerja. “Maaf romo, nanti tidak bisa sampai selesai karena siang saya tugas dari kampus,” jawabnya.

“Kamu kuliah di mana?” tanya saya.

Dia menjawab bahwa dia kuliah sore di sebuah perguruan tinggi swasta di kota ini.
 
Setelah dia selesai mengepel altar dan mengelap meja altar dan kursi-kursi, saya minta dia untuk beristirahat sejenak. Karena belum banyak umat yang datang, maka saya bisa berbincang-bincang dengan anak muda itu.

“Romo, saya berasal dari pulau seberang, saya di sini merantau, ikut nenek. Sesungguhnya beliau bukanlah nenek kandung saya, beliau adalah saudara jauh bapak.

Setelah lulus SMP saya diminta bapak untuk ikut nenek ini, bapak berharap saya ikut nenek bisa bantu-bantu nenek dan saya dapat melanjutkan sekolah.

Kalau saya tetap di kampung saya pasti tidak bisa sekolah, karena keadaan ekonomi tidak memungkinkan.

Saya punya lima orang adik yang masih kecil-kecil sehingga penghasilan bapak untuk makan sehari-hari tidak mencukupi.
 
Saya ikut nenek, bantu-bantu di rumah nenek dan saya disekolahkan hingga lulus SMK. Setelah lulus SMK  saya kerja di pabrik dan sore hari saya kuliah romo.

Nenek membolehkan saya untuk tetap tinggal dengan beliau, meski sekarang saya tidak bisa banyak bantu-bantu nenek lagi. Paling pagi sebelum kerja atau malam hari setelah pulang kuliah.

Saya bersyukur romo masih boleh tinggal dengan nenek, karena dengan demikian saya bisa menyisihkan gaji saya untuk bantu-bantu keluarga di kampung,” anak muda itu bercerita.
 
“Wah hebat,  sudah berapa kali kamu pulang menengok orangtua?” tanya saya.

“Belum pernah Romo, belum punya ongkos. Dari pada untuk ongkos lebih baik untuk biaya adik-adik.

Sebetulnya saya sudah kangen dengan keluarga, tetapi sementara ditahan dulu nanti pasti ada rezeki untuk biaya pulang.

Kadang pengin nangis sih Romo, kalau lagi kangen. Tetapi saya selalu ingat apa yang dikatakan bapak.

“Kamu anak laki-laki tidak boleh cengeng, kamu harus kuat. Kalau kamu kangen dengan bapak, mamak dan adik-adik, berdoalah.

Doakan bapak, mamak dan adik-adik biar selalu sehat; bapak dan mamak juga selalu berdoa dan menyerahkan kamu kepada pemeliharaan Tuhan.

Bapak percaya Tuhan akan memberi kekuatan dan selalu menjaga kamu selama bapak dan mamak jauh.

Kamu anak Tuhan jadi Tuhan pasti menolong kamu,” itu pesan bapak.

Pesan itu membuat saya menjadi selalu berserah pada Tuhan agar selalu kuat dan bisa berhasil. Supaya nanti saya bisa membahagiakan keluarga di kampung,” jawab anak itu.

“Hebat, hebat Tuhan pasti selalu melimpahkan berka-tNya,” kata saya.
 
Pengalaman anak muda ini sungguh luar biasa.

Pengalaman berserah pada Tuhan menjadikan dia kuat dan tangguh serta menjadi anak yang murah hati untuk membantu.

Dengan cara hidupnya dia memberi kesaksian tentang rahmat dan berkat Tuhan.

Sebagaimana sabda Tuhan hari ini sejauh diwartakan dalam Surat Paulus kepada Timotius: “Allah memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban.”
 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here