Mereguk Energi Positif dari Temu Kilat di Malang dengan Sejumlah Alumni Seminari Mertoyudan

0
359 views
Mereguk energi positif dari pertemuan kilat di Malang dengan sejumlah alumni Seminari Mertoyudan, 6 September 2022. (Markus Budiraharjo/Ketua IASM)

INI catatan kecil dari penulis: Markus Budiraharjo

Roh alma mater Seminari Mertoyudan memiliki kekuatan menyatukan. Usia kita terpaut jauh. Tidak pernah berjumpa di seminari sebagai seminaris. Justru karena memang generasi kita berbeda.

Tetapi ketika kita bertemu, ada kekuatan yang menyatukan di sela-sela perbincangan malam itu  tanggal 6 September 2022.

Demikian catatan kecil Mas Bambang Kussriyanto dalam memaknai persaudaraan para alumni Seminari Mertoyudan.

Pertemuan dengan para alumni Seminari Mertoyudan di Malang terasa istimewa. Yang datang memang tidak banyak. Selain Mas FX Bambang Kussriyanto (BC70) dan penulis, hanya ada FX Dono Sunardi (KPP92), Priyatno Ardi (KPP99), dan Florentinus Ari Wibowo (KPP82) yang menjadi Lurah Regio Malang.

Terasa istimewa, karena ada kedekatan. Keakraban. Rasa nyaman. Perjumpaan dalam jumlah kecil memang menjanjikan pengenalan antarpribadi yang lebih bermakna.

Dalam perjumpaan dengan jumlah kecil ini pula, ada ruang-ruang baru yang dibangun.

“Aku ngira Mas Markus itu bertubuh tinggi dan besar. Tapi kok ternyata berbeda dengan yang tampak di zoom,” sapaan itu keluar dari Mas Bambang Kuss, saat bertemu dengan penulis di lobi penginapan.

Mengenal orang lain secara fisik memang menjadi sangat penting. Perjumpaan selama ini telah termediasi oleh alat-alat teknologi: zoom, WA Terbatas, dan chat. Suara. Atau video call.

Oleh karena itu, perjumpaan fisik menjadi lebih bermakna, ketika bertatap mata secara langsung. Menghirup udara yang sama. Di sela kepulan demi kepulan rokok. Diselingi letupan tawa di sana-sini.

Perbincangan yang tidak terstruktur. Bercampur aduk. Kadang terjadi pertukaran informasi personal. Sekilas info: tinggal di mana. Sedang apa. Yang disukai makanan jenis apa. Bagaimana sedulur Mertois di regio-regio lain.

Ada begitu banyak informasi hadir. Kecil-kecil. Terlalu banyak untuk dicatat. Banyak yang tidak terlalu penting untuk diingat. Tetapi semua itu menciptakan “ambience” – atmosfir perbincangan. Kenyamanan. Kedekatan.

“Kisah IASM akan memasuki fase yang unik. Mas Toro telah berhasil menghidupkan kesadaran untuk tumbuhnya roh-roh Mertois di berbagai tempat. Dan itu harus diapresiasi. Gayanya yang unik dan khas, membuat itu semuanya mungkin,” Mas Bambang Kuss memaknai perjalanan paseduluran alumni Seminari Mertoyudan dalam perspektif yang luas.

“Akan ada fase-fase yang bergulir. Tren dalam waktu tertentu akan memiliki usianya. Seperti kehidupan itu sendiri. Ada masa tumbuh, masa berkembang, dan masa berakhirnya. Alamiah. Mas Markus sebagai Ketua IASM yang baru silakan mencari bentuk-bentuknya sendiri. Bersama dengan timnya nanti. Kami yang tua-tua pasti siap mendukung,” begitu pesan pokok yang disampaikan oleh Mas Bambang Kuss.

Serba kebetulan

Kunjungan ke Malang ini seakan serba kebetulan. Sebulan yang lalu, Dono Sunardi japri.

“Mas, kami butuh ahli di bidang pembelajaran berbasis proyek. Ini dari Prodi S1 Sastra Inggris Universitas Ma Chung. Terkait dengan Kurikulum Merdeka Belajar. Ada narasumber dari Universitas Sanata Dharma?”

“Bentar ya, aku konsultasikan ke Kaprodi S1 dan S2. Sabar.”

Dua hari, pertanyaan itu tidak mendapatkan jawaban. Makhlum, para dosen PBI dan MPBI USD sedang sangat sibuk dengan urusan Program Profesi Guru.

Karena memang tidak ada yang bisa, akhirnya diputuskanlah penulis yang datang.

“70% aku pegang namamu ya,” dari ujung telepon Dono Sunardi meminta komitmen dariku. “Nanti aku konsultasikan ke pihak manajemen,” lanjutnya.

Singkat cerita, beberapa hari selanjutnya, Prof. Patrisius I Djiwandono kontak. Mengenalkan diri sambil meminta kesediaan.

Ia adalah Wakil Rektor I (Bidang Akademik) dari Universitas Ma Chung, Malang.

Telpon pertama malam itu aku tutup dengan pertanyaan kecil:

“Tahun 2001, saya pernah diajak dinner oleh Bapak Sudrajat Djiwandono, di Resto Penang. Boston. Itu apa relasinya dengan Bapak?”

“Itu Om saya,” jawabnya singkat.

“Oh, dunia memang sempit,” tukas diriku.

“Iya,” sahutnya mengiyakan. “Jadi Pak Markus sudah okay ya? 6 September 2022 memberikan pelatihan project-based learning di prodi kami,” Pak Patris menegaskan.

Sudrajat Djiwandono adalah Gubernur BI di era 1990-an. Uang-uang kertas di era itu mencantumkan tanda tangan dan namanya.

Hanya 90 menit saja

Pertemuan malam itu berlangsung tidak lebih dari 90 menit. Mas Ari beserta isterinya datang di penghujung acara.

Masih lumayan: kebagian obrolan gosip sana-sini. Masih berkesempatan foto bareng.

Dengan minta bantuan seorang mahasiswi bernama Karen.

Ternyata, Karen ini ini lulusan dari Kolese Loyola Semarang. Ia baru saja mulai perkuliahan di Universitas Brawijaya Malang. Ia menyapa kami karena melihat penulis memakai kaos Kolose Loyola Semarang.

“Itulah keistimewaan KEKL,” tukas Ardi.

KEKL adalah Keluarga Eks Kolese Loyola Semarang.

“Para alumni Loyola memiliki kebanggaan yang sangat luar biasa atas alma mater mereka. Maka, bisa dipahami. Mahasiswi ini spontan berani bertanya siapa kita. Itu karena identitas sebagai seorang alumna sudah terbentuk,” Ardi memberikan analisisnya yang tajam.

“Terimakasih telah menyapa kami,” kata-kata Mas Ari di antara langkah-langkah kaki kembali ke hotel.

Acara pertemuan singkat tadi malam sangat sederhana. Hanya ngobrol sana-sini. Cerita sana-sini.

Catatan kecil yang tersisa: Apakah dimungkinkan membentuk dana sosial IASM? Bagaimana kelanjutan dari Dana Abadi IASM?

Ini ada catatan tambahan dari Mas Bambang Kuss.

“Saya baru selesai membaca reportase Markus tentang pertemuan tadi malam. Masih kober (sempat) nulis dia walau kemarin agak larut baru bubaran. Hari Rabu tanggal 7 Agustus 2022 ini, Markus akan terbang ke Jakarta ketemuan dengan Mendikbud Nadiem. Lalu jumpa Mertois Jakarta.”

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here