RATUSAN pelajar berseragam sekolah dengan atasan berwarna krem dan bawahan cokelat tampak mulai berdatangan memasuki kompleks Gereja St. Maria Tak Bernoda (SMTB) Tegalrejo, Belitang, pada Kamis (1/3). Mereka adalah para pelajar yang mengenyam pendidikan di SD dan SMP Charitas Tegalrejo.
Di sudut yang lain, tampak para pelajar berseragam batik dengan kombinasi warna biru dan putih langsung mengisi bangku petugas kor. Mereka adalah para pelajar dari SMA Xaverius 01 Tegalrejo. Ratusan pelajar ini hadir dan membaur bersama sejumlah suster FCh dan umat lainnya untuk merayakan Ekaristi penutupan kegiatan live in dan rekoleksi para imam diosesan Keuskupan Agung Palembang yang telah berlangsung sejak 27 Februari-1 Maret 2018.
Gedung gereja siang itu tampak padat, hampir semua bangku terisi penuh bahkan terlihat sedikit berdesakan melebihi kapasitas biasanya. Di Gereja Paroki SMTB yang memiliki 26 stasi inilah, Uskup Agung Palembang Mgr. Aloysius Sudarso SCJ memimpin misa penutupan didampingi Romo Petrus Sukino (Ketua Unio KAPal), Romo Gregorius Jenli Imawan SCJ, Diakon Yohanes Ongko Handoko dan puluhan imam lainnya.
Kenal wilayah dan umat
Dalam homilinya, Bapa Uskup menegaskan kembali tentang tujuan kegiatan para imam dan calon imam diosesan KAPal yang telah beberapa hari ini digelar di wilayah paroki ini.
“Para imam dan calon imam diosesan mengadakan kegiatan agar dapat semakin mengenal wilayah pelayanan pastoral Keuskupan Agung Palembang dan sekaligus menjadi saat perjumpaan para imam dengan umat di tengah keluarga sehingga para imam pun bisa belajar dari perjuangan umat dalam menghayati imannya” tegas Mgr. Aloysius Sudarso SCJ.
Tiga provinsi dengan 38 imam diosesan
Lebih lanjut Bapa Uskup kelahiran Yogyakarta ini menegaskan hal ini.
“Wilayah pelayanan pastoral Keuskupan Agung Palembang sangat luas, meliputi tiga provinsi, yaitu Sumatera Selatan, Jambi dan Bengkulu. Dengan wilayah yang luas seperti ini maka dibutuhkan banyak tenaga imam untuk pelayanan pastoral umat. Selain dilayani oleh imam diosesan, pelayanan umat di keuskupan kita juga dibantu oleh para imam kongregasi seperti SCJ, MSC, dan CSsR,” ungkapnya.
“Jumlah imam diosesan saat ini baru 38 orang, sebagian besar berkarya di paroki dan sebagian lainnya ada yang berkarya di komisi-komisi keuskupan, di lembaga pendidikan dan sedang studi. Maka, diharapkan orang-orang muda pun tergerak hati untuk mau menanggapi panggilan Tuhan menjadi imam diosesan Keuskupan Agung Palembang,” demikian harap Bapak Uskup.
Tentang lebah
Selanjutnya, mewakili para imam diosesan, Romo Gading Johannes Sianipar Pr tampil menyapa para pelajar dan umat yang hadir. Imam kelahiran Pematangsiantar, Sumatera Utara yang kini berkarya di Paroki Penyelenggaraan Ilahi Lubuk Linggau ini mengajak seluruh umat, khususnya para pelajar untuk merefleksikan hidup lewat gambaran kehidupan lalat dan lebah.
“Lebah adalah binatang yang suka pada hal-hal yang kotor dan bau. Kemana pun pergi dia selalu membawa kuman dan bakteri yang dapat menimbulkan penyakit. Pelajar zaman sekarang pun banyak yang suka pada hal-hal negatif, misalnya suka membully teman, mencontek, merokok dan mengkonsumsi narkoba. Ini artinya hidup kita seperti lalat, suka pada hal-hal yang tidak baik”, jelasnya.
Lebih lanjut imam yang pernah berkarya di Paroki St. Paulus Muara Bungo ini menjelaskan gambaran kehidupan Lebah.
“Sebaliknya kita bisa belajar dari Lebah. Berbeda dengan Lalat yang kotor, Lebah adalah binatang yang terbang dan hinggap di tempat yang bersih, seperti kuntum bunga. Ia menghasilkan madu yang baik bagi kesehatan manusia. Kita pun bisa belajar dari lebah, berusaha untuk memberikan yang terbaik, belajar dengan giat dan terus mengejar prestasi. Jangan mudah terpengaruh dengan tindakan atau hal-hal yang negatif. Hasilkan prestasi yang membanggakan bagi keluarga, sekolah dan masyarakat,” ajak Romo.Gading.
Usai Perayaan Ekaristi, tampak anak-anak segera membaur bersama para imam yang hadir untuk sejenak saling berjabatan tangan.
“Romo terimakasih ya sudah datang ke tempat kami. Selamat jalan sampai di tempat tugas romo. Doakan kami, supaya ada yang jadi seperti romo-romo,” ujar salah seorang anak sembari berjabatan tangan dengan para imam.