Home KITAB SUCI & RENUNGAN HARIAN Jendela Alkitab Minggu Biasa III/B 21 Januari 2024: Ini Waktunya, Ya Inilah Saatnya

Minggu Biasa III/B 21 Januari 2024: Ini Waktunya, Ya Inilah Saatnya

0
Tobat untuk selamat.
  • Mrk 1:14-20.
  • 1 Kor 7:29-31.

HARI Minggu ini kita dengar bagaimana Yesus mulai tampil di muka umum. Dua hal dilakukannya.

  • Yang pertama ialah mengumumkan Injil (Mrk 1:14-15).
  • Yang kedua, memanggil para murid yang pertama (1:16-20).

Peristiwa ini terjadi di dekat Danau Galilea, di wilayah utara Tanah Suci. Kegiatan ini mengawali perjalanannya membawakan Kabar Gembira dalam ujud pengajaran dan macam-macam penyembuhan dari Galilea menuju ke selatan, sampai ke Yerusalem.

Mengajak orang mendengar

Setelah dibaptis, Yesus dipimpin Roh ke padang gurun (Mrk 1:12-13). Di sana selama 40 hari (Mrk 1:12-13), Ia mengalami kehadiran Roh, tapi juga menghadapi kekuatan Iblis. Ia terpisah dari jangkauan sesama (“hidup bersama dengan binatang liar”), namun juga disertai para malaikat.

Begitulah cara Injil menampilkan Yesus sebagai manusia yang integritasnya teruji. Sebagai manusia yang betul-betul dekat pada keilahian, sehingga kekuatan yang jahat tidak mampu menguasainya. Orang seperti inilah yang tampil di masyarakat dan membawakan Kabar Gembira. Ia sendiri sudah mengalaminya dan karenanya dapat mewartakannya.

Disebutkan pada awal Injil hari Minggu ini bahwa Yohanes Pembaptis ditangkap. Orang banyak tak lagi dapat datang menyatakan tobat seperti dulu.

Tetapi kini ada tokoh yang lebih besar yang telah diberitakan Sang Pembaptis sendiri. Dia sudah hadir dan mengabarkan bahwa “genaplah waktunya, Kerajaan Allah sudah dekat”. Sekaligus ia mengajak orang-orang menumbuhkan sikap yang paling cocok menanggapi kenyataan baru ini, yakni “bertobat dan percaya kepada Injil”.

Orang Yahudi dulu membayangkan bahwa sejak awal Yang Maha Kuasa sudah menentukan kurun waktu sebelum datang zaman baru yang ditandai dengan kehadiran-Nya di dalam kehidupan orang-orang-Nya. Kurun waktu ini kini dinyatakan telah genap, telah terpenuhi.

Masa menunggu sudah selesai. Zaman baru yang tadi dinanti-nantikan dan diungkapkan dengan gagasan “Kerajaan Allah” sudah ada di tengah-tengah manusia. Kini ada seorang manusia yang membiarkan diri sepenuhnya dijadikan tempat berdiam bagi-Nya. Di dalam diri orang inilah dapat dikatakan “Allah meraja”.

Jadi, dalam paruh pertama pewartaan Yesus tadi hendak dikatakan ada orang yang benar-benar dapat menghadirkan kebesaran Allah di tengah-tengah manusia.

Semakin dipikirkan, semakin jelas bahwa yang dibicarakan ialah diri Yesus sendiri. Dialah ujud nyata Kerajaan Allah yang sudah dekat itu. Beberapa waktu sebelumnya, pada saat pembaptisan-Nya, Ia dinyatakan sebagai orang yang amat dekat pada Yang Maha Kuasa dan ditandai oleh Roh. Kesungguhan-Nya juga telah teruji. Ia dapat mengenali gerak kekuatan-kekuatan yang jahat dan yang baik.

Pernyataan “Kerajaan Allah sudah dekat” itu pernyataan iman yang amat berani tanpa melebih-lebihkan, tetapi juga tanpa menutup-nutupi kebesaran dia yang mewartakannya. Pendengar di zaman apa pun akan merasa dihadapkan pada kenyataan baru. Dan tak bisa lagi diam saja. Menganggapnya sepi sama saja dengan menolak dan tidak mempercayai kebenarannya. Mulai mencoba memahami berarti menerimanya dan mengarahkan diri pada kehadiran Allah dalam ujud orang yang ini.

Itulah inti dari “bertobat”. Pergantian haluan hidup hanyalah kelanjutan dari arah baru ini. Dan baru demikian orang bisa diajak mempercayai Injil, yakni Kabar Gembira.

Manakah inti Kabar Gembira yang dibawakannya?

Menurut Injil Yohanes, satu ketika Yesus mengajak dua orang yang ingin mengenalnya agar datang dan melihat sendiri (Yoh 1: 38-39). Begitu pula dalam Injil Markus (juga Matius dan Lukas), Yesus mengajak orang-orang menemukan apa Kerajaan Allah itu bagi mereka sendiri dan bagaimana menjadi bagian darinya. Seperti ia sendiri.

Inilah Kabar Gembira yang dibawakannya. Suatu warta yang memungkinkan kemanusiaan berkembang seutuh-utuhnya, tapi juga arah yang memungkinkan Allah bisa hadir sedekat-dekatnya. Bukan lagi warta harus begini harus begitu, tak boleh ini itu, melainkan warta yang membuat orang menemukan diri dalam Allah.

Bagaimana kenyataannya di dalam hidup sehari-hari?

Dalam bagian kedua bacaan Injil hari ini (ay. 16-20) ditunjukkan bagaimana Yesus mengajak orang-orang tertentu untuk menghidupi Kabar Gembira tadi. Bersama mereka nanti Yesus akan membawakan apa itu kehadiran Kerajaan Allah kepada orang banyak, apa itu kenyataan hidup yang membuat Allah dapat dirasakan hadir oleh orang banyak.

Pengajaran, penyembuhan, pengusiran kekuatan roh jahat, semua inilah tanda-tanda hadirnya Allah di tengah kemanusiaan. Itulah ujud nyata Kerajaan-Nya yang dialami orang-orang pada waktu itu dan diceritakan kembali bagi generasi-generasi berikutnya.

Wilayah Galilea

Menurut Mrk 1:14 dan 16 Yesus mulai tampil di wilayah Galilea, di tempat-tempat di dekat danau, terutama di kota Kapernaum. Sudah pada zaman Perjanjian Lama, wilayah utara ini berbeda dengan Yudea di selatan, baik alamnya maupun kehidupan sosial dan ekonominya.

Di utara tanahnya lebih subur. Perekonomiannya lebih maju. Orang-orangnya lebih berpikir independen. Tetapi sering mereka dipandang kurang taat beragama oleh elit politik-religius di Yerusalem, yakni ahli Taurat, para imam, kaum Farisi.

Memang di wilayah utara juga ada cukup banyak orang yang asalnya dari Yudea. Mereka pindah ke utara untuk mencari peluang berusaha yang lebih luas. Keluarga Yesus kiranya juga dari Yudea.

Karena itulah Yusuf dan Maria datang ke sana dari Nazaret di Galilea untuk menyensuskan diri seperti diceritakan Lukas (Luk 2:1-5).

Macam-macam prasangka, lebih-lebih di bidang hidup keagamaan, lebih terasa di Yerusalem dan Yudea pada umumnya. Di utara orang biasa berhubungan dengan budaya lain. Di wilayah yang memiliki kebiasaan berpikir lebih luas itulah Yesus mulai mewartakan sesuatu yang baru. Ia didengarkan.

Lihat misalnya kekaguman orang di Kapernaum mendengarkan uraiannya yang segar mengenai Taurat (Mrk 1:21-22; Luk 4:31-32). Mereka tertarik. Tidak pasif saja dan kemudian melupakannya. Tentu saja mereka tidak selalu menyambutnya dengan terbuka. Di Nazaret sendiri ia bahkan pernah ditolak (Mrk 6:1-6a Mat 13:53-58 Luk 4:16-30).

Di wilayah Galilea sudah beberapa puluh tahun sebelumnya berkembang satu sektor perekonomian baru yang bersumber dari penangkapan ikan dari danau. Pasar-pasar ikan di tepi danau bertumbuh dan akhirnya menjadi tempat hunian dan kota yang ramai.

Kapernaum ialah salah satu dari kota-kota itu. Begitu juga Magdala, Betsaida, dan wilayah Genesaret di tepi danau Tiberias. Nanti Yesus akan mondar-mandir di antara kota-kota itu ikut perahu para nelayan.

Dalam ukuran zaman itu para nelayan ialah orang-orang yang maju dalam bisnis. Salah satu usahawan seperti itu ialah Zebedeus, ayah Yakobus dan Yohanes. Juga Simon Petrus dan Andreas adalah pebisnis ikan yang mapan.

Memang kebanyakan masih dilakukan sendiri, dari menjala, menyortir, kemudian membawanya ke pasar. Umumnya orang-orang itu lincah berusaha. Inilah orang-orang yang dijumpai Yesus dan yang kemudian menjadi pengikutnya. Bahkan dari antara mereka ada yang menjadi murid-murid-Nya yang pertama. Yesus melihat kemungkinan-kemungkinan yang ada. Ia tidak menunggu orang datang kepadanya. Ia mendatangi para nelayan itu, menyertai mereka. Begitulah ia makin didengar orang.

Panggilan  menjadi murid

Dalam petikan Injil ini juga diceritakan Yesus memilih murid sebagai rekan sekerja. Simon Petrus dan Andreas dipanggil ketika mereka tengah menangani pekerjaan mereka menjala ikan. Mereka serta-merta meninggalkan jala mereka untuk mengikuti Yesus. Juga Yakobus dan Yohanes segera meninggalkan perahu serta ayah mereka yang kiranya pemilik perusahaan ikan yang sukses tadi.

Orang-orang ini melihat kenyataan “Kerajaan Allah” dalam diri orang yang mengajak mereka ikut. Dan mereka tidak ingin kehilangan dia. Mereka pun mengikutinya dan berpindah gaya hidup. Itulah “bertobat” bagi mereka. Dan itu juga kenyataan “percaya kepada Injil”.

Terlihat kini Kerajaan Allah mulai hidup dalam diri orang-orang di sekitar Yesus juga. Mereka yang dipanggil itu akan dijadikan penjala manusia (Mrk 1:17=Mat 4:19). Sering diartikan mencari pengikut sebanyak-banyaknya, seperti mendulang lubuk misi.

Tafsiran seperti itu tidak klop, baik dulu maupun sekarang, bahkan bisa memerosotkan panggilan yang digambarkan Injil. Dalam Luk 5:10 “penjala manusia” dirumuskan sebagai “anthroopous (esee) zoogroon”, artinya yang menangkap manusia untuk membawanya ke kehidupan.

Begitulah penjelasan yang berasal dari zaman itu sendiri. Tanggungjawab para murid bukan menangkapi, tetapi mendukung, menuntun, memelihara, menguatkan orang agar bisa hidup terus, membuat orang menemukan jalan sendiri. Dan bukan hanya dalam kehidupan rohani belaka.

Dapatkah Gereja menjadi wadah yang baru bagi mereka yang tertangkap bagi kehidupan itu? Atau wadah ini sendiri perlu dibenahi dulu sehingga memungkinkan panggilan menjadi pengikut Yesus?

Bagi zaman kita ini, ajakan untuk membawa orang-orang ke kehidupan masih amat aktual. Juga dalam mengusahakan masyarakat yang lebih memungkinkan hidup pantas bagi semua.

Juga dalam mengajak semua orang yang berkemauan baik untuk bersama-sama membangun masyarakat yang bertumpu pada keadaban, bukan merusaknya.

Dari Bacaan Kedua (1Kor 7:29-31)

Pada zaman itu umat Korintus hidup di tengah-tengah masyarakat luas dengan pelbagai tawaran cara hidup metropolitan. Ada kalangan yang mengikuti cara hidup bebas, apa saja sah. Bukannya mereka ini selalu amoral.

Dalam paham etika yang menekankan kemerdekaan manusia sebagai diri rasional, pandangan ini bisa membuat tindak tanduk manusia dewasa lebih otentik, lebih mandiri dan bernilai. Tetapi bila tidak berpegangan dan bernalar memang bisa merosot dan apa saja dihalalkan dan amoralitas mudah terjadi.

Ada pula kalangan lain yang amat ketat mengikuti hukum-hukum kelakuan baik dan agama. Mereka ini  bisa menjurus ke puritanisme dan intoleransi. Khusus pada masa itu ada aliran pemikiran religius yang beranggapan apa-apa yang badaniah itu termasuk yang kotor. Mereka ini bahkan berpendapat bahwa perkawinan termasuk kelakuan seperti itu.

Pendapat seperti ini melatari surat Paulus kepada orang Korintus, lihat misalnya 1Kor 7:1-16 yang berisi nasihat-nasihat keras dalam hidup suami-istri. Masalahnya, bagaimana sikap yang benar dan perilaku yang pantas bagi para pengikut Kristus di Korintus waktu itu.

Khusus dalam bagian yang dibacakan kali ini Paulus menanggapi persoalan di atas dengan mengutarakan satu  pegangan, yakni menyadari bahwa kini saatnya sudah tiba bagi tiap orang untuk betul-betul memegang yang bakal memberi kehidupan. Waktunya sudah terasa singkat. (1Kor 7:29).

Tak ada lagi kesempatan untuk enak-enak mencoba  yang ini atau yang itu. Jalani terus serta tekuni pilihan serta kehidupan yang nyata-nyata sedang dijalani ketika mereka menjadi pengikut Kristus. Dapat diperkirakan, mereka ini asalnya dari kalangan yang bersikap ketat dalam moralitas serta condong beranggapan bahwa barang-barang duniawi berlawanan dengan kehidupan batin.

Kepada mereka  ini dinasihatkan Paulus agar tidak berpindah-pindah cara hidup, maksudnya, agar tidak semakin mengetatkan dan semakin menjauhi kehidupan badaniah. Sudah cukup. Tekuni saja.

Pembaca kini bisa bertanya, lho kalau begitu tak usah bertobat? Ah, tak usah kita pegang anggapan kaku mengenai apa itu bertobat.

Bagi umat Korintus waktu itu, ujud pertobatan yang paling cocok ialah tidak melebih-lebihkan perilaku ingkar diri menjauhi apa-apa yang badaniah. Sudah cukup kesadaran bahwa barang-barang duniawi serta kelakuan badaniah itu tak usah menentukan segalanya.

Dinasihatkan Paulus, yang telah beristri hendaklah berkelakuan seolah-olah sudah tidak beristri. Bukan agar menjauhi isteri, ini justru yang hendak dicegah Paulus.

Orang di Korintus ada yang tergoda untuk berlebihan bermatiraga sehingga sang isteri pun dijauhi. Maka nasihat Paulus, cukup, anggap saja seolah-olah sudah menjauhi isteri, dan terus hidup biasa – maksudnya  sebagai suami-isteri. Begitu pula orang yang “menangis”, maksudnya ada dalam kesusahan.

Di Korintus ada kecenderungan untuk melebih-lebihkan penderitaan. Cukup, anggap saja tidak dalam penderitaan sehingga tak usah menambah-nambah rasa susah. Yang gembira begitu pula diajak agar tidak beranggapan ini buruk – anggap saja tidak sedang  gembira. Titik. Begitu seterusnya. Ini bukan ironi.

Nasihat-nasihat ini cocok buat orang di Korintus. Juga  menunjukkan ketrampilan pastoral Paulus. Satu hal perlu dipegang: waktunya singkat, jadi jangan aneh-aneh. Yang penting ialah integritas.

Inilah juga yang diserukan dalam ajakan bertobat dan percaya akan Kabar Gembira serta mengikuti Yesus. Ini juga kenyataan apa itu “terjala bagi kehidupan” seperti diuraikan di muka.

Salam hangat

A. Gianto

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version