HARI Minggu tanggal 23 Oktober 2022 lalu dan juga bertepatan dengan perayaan Minggu Misi ke-96, Keuskupan Tanjung Selor di Provinsi Kaltara resmi menutup rangkaian acara Tahun Solidaritas Misi 2021-2022. Berlangsung di Paroki St. Paulus Tideng Pale.
Penutupan rangkaian acara liturgis dan perayaan iman ini ditandai antara lain dengan diserahkannya salib misi ke paroki yang nantinya akan menjadi tuan rumah Tahun Solidaritas Misi 2022-2023. Yang mendapat sampur keberuntungan sebagai tuan rumah adalah Paroki St. Petrus Mara Satu.
Jumat, 28 Oktober 2022 rombongan keuskupan disambut di Paroki St. Petrus Mara Satu. Kedatangan rombongan yang terdiri dari Bapa Uskup, Sekretaris Keuskupan, Diakon, Bruder, dan para Suster dari berbagai kongregasi.
Semuanya datang untuk terlibat dalam acara meresmikan pembukaan Tahun Solidaritas Misi 2022-2023. Dilaksanakan dengan Perayaan Ekaristi bersama seluruh umat.
Penyambutan dilakukan meriah dengan tarian khas Dayak oleh para remaja Paroki St. Petrus Mara Satu. Barisan umat berjejer di sepanjang jalan hingga mendekati aula tempat berkumpul. Umat di paroki ini sebagian besar berasal dari suku Dayak Kayan.
Menurut Pastor Paroki, hampir seluruh umat memiliki hubungan kekerabatan. Rombongan diajak menari bersama di aula, sebelum dijamu. Setelah itu diberikan waktu istirahat menunggu waktu Perayaan Ekaristi pada pukul 17.00 WITA.
Perayaan Ekaristi dipimpin oleh Bapa Uskup Keuskupan Tanjung Selor Mgr. Paulinus Yan Olla MSF bersama konselebran: Sekretaris Keuskupan Romo Agus Maming MSC dan Pastor Paroki St. Petrus Mara Satu Romo Bernardus Moi.
Romo Bernard adalah imam muda dari etnis suku Dayak Agabak. Di awal perayaan, ia menyampaikan poin penting Tahun Solidaritas Misi, yakni mewartakan dalam kata dan kesaksian. Juga semuanya diharapkan selalu siap melayani sesama dengan semangat cinta dan pengurbanan.
Mengapa Tahun Solidaritas Misi?
Dalam homilinya, Bapa Uskup mengapresiasi semangat umat Paroki St. Petrus Mara Satu dalam menerima salib misi. Kirab salib ini dimulai tahun 2019 untuk memperingati 100 tahun ensiklik misi Paus Benekdiktus XV, yaitu Maximum Illud.
Bagi Bapa Uskup, seruan Bapa Paus untuk merayakan bulan misi sebulan penuh tidaklah cukup. Jarak antar paroki di Keuskupan Tanjung Selor sangat jauh, sehingga tidaklah mungkin dokumen dapat direnungkan oleh semua paroki dalam waktu sesingkat itu.
Maka, Bapa Uskup menetapkan Tahun Solidaritas Misi agar diadakan selama setahun penuh di sebuah paroki. Lalu akan diteruskan ke paroki lainnya di tahun berikutnya.
Umat yang guyub
Bapa Uskup senang bahwa umat di tempat itu menghayati persaudaraan.
Dalam sebuah diskusi untuk acara pernikahan di tempat itu, Bapa Uskup mendengar semua umat dilibatkan. Mulai dari siapa yang akan ikut koor, siapa yang akan melatih misdinar, siapa yang akan mengumpulkan kayu api, sampai siapa yang akan membuat kopi. Hampir semua umat mendapatkan bagian dan peran.
Itu adalah tanda bahwa di antara umat ada persaudaraan dan kekerabatan. Keterlibatan yang menyatukan umat. Bapa Uskup mengatakan inilah contoh dan bentuk solidaritas.
“Kita mengambil bagian di dalam kegembiraan, di dalam pekerjaan yag kita alami bersama, maupun juga di dalam kesulitan,” ungkap Mgr. Paulinus Yan Olla MSF.
Yang dikritisi uskup
Menurut Bapa Uskup, hal inilah yang belum beliau temukan terjadi di Keuskupan Tanjung Selor. Banyak paroki yang merasa kaya dan kemudian menjadi tidak peduli pada paroki-paroki yang kurang mampu.
“Kita ingin menjadikan semua paroki di keuskupan ini bersaudara. Kirab Salib misi menjadi suatu tanda bahwa kita ini adalah pengikut Yesus Kristus, bahwa kita menjadi Katolik juga karena orang lain. Dulu kita menerima pewartaan Injil dari para misionaris asing yang datang di Kalimantan,” ungkapnya.
Salib misi
Mengenai salib misi, Bapa Uskup menjelaskan sebagai berikut.
Gereja memiliki satu-satunya kekayaan yang bisa ditawarkan, yaitu salib Yesus Kristus. Jika orang Kristiani merenungkan salib, maka mereka akan menemukan bahwa Tuhan sangat mencintai mereka.
Misi Gereja adalah pewartaan Injil yang kemudian bisa berkembang berkat kehadiran Roh Kudus. Dan sejarah membuktikan bahwa sering kali Roh Kudus hadir melalui orang-orang biasa (umat).
Imbauan uskup untuk paroki-paroki lainnya
Menutup homilinya, Bapa Uskup berpesan demikian.
“Dengan beredarnya salib untuk menandakan Tahun Solidaritas Misi, kita berharap bahwa paroki-paroki lain berusaha untuk ambil bagian dalam misi dan tantangan-tantangannya yang dihadapi umat di Paroki St. Petrus Mara Satu.
Bukan untuk menggantikan tanggungjawab Paroki Mara Satu, tetapi lebih pada mendoakan dan memberikan bantuan-bantuan yang diperlukan.”
Kebersamaan sederhana, namun hangat
Selesai misa, semua tamu dan umat berkumpul di aula untuk makan bersama. Ada hal menarik yang terlihat di antara umat. Ibu-ibu menenteng tas keranjang, yang isinya nasi putih yang telah dibungkus rapi.
Menurut pengakuan mereka, sudah menjadi kebiasaan datang ke acara atau perayaan, kecuali pernikahan, dengan membawa nasi sendiri dari rumah masing-masing. Mereka hanya mengambil lauk yang disediakan di acara.
Sementara itu, anak-anak duduk rapi di tempat yang telah ditentukan. Masing-masing telah disediakan kantong berisi nasi dan lauk. Mereka tampak tertib, makan dengan gembira sambil menonton acara yang disajikan.
Ketika pulang seperti saat penyambutan, mulai dari pintu keluar aula umat berjejer sepanjang jalan. Bapa Uskup dan rombongan menyalami umat satu persatu sebelum pulang kembali ke Tanjung Selor.