Home BERITA Minum Air, Ingatlah Sumbernya

Minum Air, Ingatlah Sumbernya

0
50 views
Ilustrasi - Minum air, ingatlah sumbernya. (Ist)

DI tengah ruang belajar, ada gambar taman dengan air mancur. Tampak seseorang sedang berdoa dengan tetesan air mengucur dari bibirnya.

Suhu Phei, menuangkan teh; “Meidy, Miana, cicipi teh ini. Rasakan segarnya. Dari mana menurut kalian air ini berasal?”

Meidy: “Dari sumur di belakang rumah, Suhu.”

Suhu Phei: “Benar. Lalu sebelum dari sumur?”

Miana: “Dari hujan, dari tanah… dari siklus alam.”

Suhu Phei: “Tepat. Inilah inti pepatah Tiongkok: 饮水思源 yǐn shuǐ sī yuán. Minum air, ingat sumbernya.”

“Ini tentang hidup, kesadaran bahwa setiap nikmat punya asal-usul.”

Meidy: “Jadi ini tentang bersyukur, Suhu?”

Suhu Phei: “Lebih dari syukur. Syukur itu buahnya.” “Intinya pengakuan. Menyadari hidup kita dialiri ‘air’ dari orang lain: pengorbanan, ilmu, cinta, kasih sayang, respect. Itulah fondasi moral: gratitude dan loyalty.”

Miana: “Seperti orangtua. Mereka sumber pertama kehidupan kita.”

Suhu Phei: “Benar. Dan di organisasi?”

Meidy: “Pendiri, mentor, orang-orang yang menanam benih. Tanpa mereka, kita tak punya dasar.”

Suhu Phei: “Bagus. Dalam ilmu pengetahuan?”
Miana: “Guru TK yang mengajarkan huruf, penulis buku, dosen yang membimbing. Mereka semua adalah ‘mata air’ bagi kita.”

Suhu Phei: “Dan dalam jiwa?”

Miana, tenang: “Tuhan, Suhu. Dialah mata air abadi. Kitab suci dan para nabi adalah saluran-Nya.”

Suhu Phei: “Tepat sekali. Maka renungkanlah:

  1. “Masihkah kita ingat orang pertama yang menolong kita saat kita miskin harap?”
  2. “Sudahkah kita jadi mata air bagi orang lain, atau hanya ‘tempayan’ yang menampung untuk diri sendiri?
  3. “Berapa banyak nikmat yang kita hirup tiap hari tanpa pernah ingat asalnya: kesehatan, waktu luang, sahabat?”

“Kebijaksanaan bergema lintas budaya.”
“Kitab Amsal berkata: ‘Jangan menahan kebaikan dari orang yang berhak menerimanya, padahal engkau mampu melakukannya’ (Amsal 3:27, NIV).”

“Dan dalam budaya Jawa: ‘Urip iku urup‘, hidup itu menyala, memberi manfaat bagi sesama. (Koentjaraningrat, 1984).”

Suhu Phei: “Maka kesimpulannya: “Jangan hanya jadi peminum yang haus. Jadilah mata air yang baru. Orang terbaik bukan yang menampung dan menimbun, tetapi yang rela meneruskan aliran kebaikan.”

“Hidup bermartabat adalah hidup dengan akar yang menyerap air dari dalam, dan mengalirkan kasih yang tak berkesudahan.”

Referensi:

  1. Biblica, Inc. (2011). The Holy Bible, New International Version (NIV). Biblica. (Proverbs 3:27).
  2. Ibn Kathir. (2003). Tafsir Ibn Kathir (Abridged) (Vol. 10). Darussalam Publishers. (QS. Al-Insān:3).
  3. Koentjaraningrat. (1984). Kebudayaan Jawa. Jakarta: Balai Pustaka.
  4. Tutu, D., & Tutu, M. (2014). The Book of Forgiving: The Fourfold Path for Healing Ourselves and Our World. New York: HarperOne
  5. Xinhua Zidian Press. (2019). Chinese Proverbs Dictionary (10th ed.). Beijing: The Commercial Press.

Footnote:
“Dikembangkan sebagian dengan bantuan AI (DeepSeek, ChatGPT, Meta AI); dimodifikasi oleh penulis; lisensi: CC BY-NC 4.0.”

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here