BERBEDA dengan umumnya misa Malam Natal (Vigili Natalis) di kebanyakan gereja katolik di seluruh Indonesia, Misa Vigili Natal di Paroki Theresia, Menteng, Jakarta Pusat, justru dimulai tengah hari. Ini lantaran saking banyaknya umat di paroki dan sempitnya gedung gereja dan lahan parkir dibanding dengan jumlah umat yang ada di wilayah administratif Paroki Theresia ini. 
Maka, tak ada jalan lain kecuali menyelenggarakan misa Vigili Natalis justru pada siang hari ketika banyak gereja masih bersiap menyelenggarakan misa sama pada waktu yang lebih petang.
Di Paroki Theresia, misa Vigili Natalis siang hari secara khusus diperuntukkan untuk kaum ekspatriat Jakarta, meski beberapa warga katolik Indonesia –termasuk saya—juga menyempatkan mengikuti ekaristi khusus ini.
Romo Ignatius L. Madyautama SJ yang memimpin perayaan ekaristi berkisah, berbagai perasaan menggelayuti imam yesuit ini saat memimpin misa. Ada kabar duka yang menyayat hati dengan isu pemenggalan kepala di Mesuji; pun pula berita menyedihkan ketika umat di Paroki Santo Yohanes Baptis di Parung dikabarkan tidak misa menyelenggarakan ekaristi Natal hanya lantaran persoalan surat sakti dari Bupati Bogor.
Namun, kata Romo Madya, Natal adalah peristiwa gembira ketika Anak Allah sendiri datang menyapa manusia. Yesus hadir dalam sejarah manusia.
Ekaristi Vigili Natalis siang hari di Paroki Theresia menjadi sangat meriah dengan dilantunkannya Christmas carols oleh Immortal—nama kelompok koor. Mereka menyanyikan lagu-lagu Natal tradisional di Barat seperti The chocolate Burro (Mexican 20th century), I Saw Three Ships (English traditional carol), Here, ‘Mid the Cattle (Alsatian carol).
Photo credit by Royani Lim
