Minggu, 22 Juni 2025
Kej. 14:18-20.
Mzm. 110:1,2,3,4.
1Kor. 11:23-26.
Luk. 9:11b-17
KITA semua pernah merasakannya: hari-hari ketika hati kita kosong, tangan kita hampa, dan semangat kita seolah-olah terkuras.
Dalam momen seperti itu, muncul bisikan hati, “Apa yang bisa aku berikan? Aku tidak punya apa-apa.”
Mungkin kita merasa terlalu kecil, terlalu lemah, terlalu tidak layak untuk menjadi saluran kasih bagi sesama. Namun, justru dalam kekosongan itulah Tuhan seringkali berkarya dengan cara yang paling luar biasa.
Kekurangan bukanlah akhir dari segalanya. Justru perasaan “tidak cukup” itu dapat menjadi awal dari mukjizat ketika kita membiarkan Tuhan menyentuhnya.
Tuhan adalah Allah yang mampu membuat sesuatu dari ketiadaan, Allah yang mengubah air biasa menjadi anggur terbaik, dan kekosongan menjadi kelimpahan.
Allah tidak meminta kita menjadi sempurna atau memiliki banyak hal terlebih dahulu. Dia hanya meminta kita untuk memberikan apa yang ada di tangan kita, sekalipun itu tampak sedikit, tak berarti, atau bahkan rusak.
Dalam bacaan Injil hari ini kita dengar demikian, “Tetapi Ia berkata kepada mereka: “Kamu harus memberi mereka makan.”
Mereka menjawab: “Yang ada pada kami tidak lebih dari pada lima roti dan dua ikan, kecuali kalau kami pergi membeli makanan untuk semua orang banyak ini.”
Perintah Yesus kepada para murid tampak sangat tidak masuk akal: “Kamu harus memberi mereka makan!”
Yesus tidak pernah meminta kita memberi apa yang tidak kita punya. Dia hanya meminta kita menyerahkan apa yang kita punya, meskipun itu sedikit dan tampak tidak berarti.
Seringkali, seperti para murid, kita terjebak dalam pikiran bahwa kita harus lebih dahulu memiliki banyak sebelum bisa melayani atau membantu orang lain.
Kita menunggu kondisi ideal, waktu luang, uang lebih, kekuatan penuh, baru kita bersedia memberi. Tapi Yesus berkata: “Kamu yang memberi mereka makan.”Artinya: berikan apa yang ada padamu sekarang.
Lima roti dan dua ikan itu hanya cukup untuk satu orang atau dua. Tetapi ketika diserahkan ke tangan Yesus, ia menjadi berkat bagi ribuan. Itulah kekuatan iman: bukan tentang kelimpahan, melainkan tentang penyerahan.
Dalam tangan Tuhan, yang sedikit menjadi cukup. Bahkan, lebih dari cukup. Mungkin itu hanya seulas senyum, sepatah kata penghiburan, atau doa dalam keheningan. Tapi ketika diberikan dengan hati yang tulus, Allah dapat mengalikan dampaknya melebihi yang bisa kita bayangkan.
Bagaimana dengan diriku?
Apakah aku rela dan tulus memberikan apa yang aku miliki bagi Allah?