Puncta 06.07.22
Rabu Biasa XIV
Matius 10: 1-7
FILM Laskar Pelangi dari novel Andrea Hirata sangat inspiratif. Banyak nilai yang disampaikan dari adegan satu ke adegan lainnya.
Film ini dimulai dari kekawatiran Bu Muslimah yang akan memulai tahun ajaran baru.
Hanya ada enam anak yang mendaftar. Padahal kuota minimal adalah 10 anak. Jika tidak mencukupi target minimal, maka sekolah itu akan ditutup.
Pada detik-detik terakhir muncullah Harun, anak berbadan besar dengan keterbelakangan mental menuju ke sekolah.
Bu Mus sangat gembira. Kuota sekolah terpenuhi. Dari sini kisah mereka dimulai.
Murid-murid yang kemudian disebut “Laskar Pelangi adalah Lintang, Harun, Mahar, Ikal, Trapani, Borek, Syahdan, Kucai, A Kiong, dan Sahara satu-satunya seorang gadis yang menjadi murid.
Kisah hidup merekalah yang memberi nilai-nilai bagi kehidupan yang plural di tengah masyarakat kita sekarang.
Banyak nilai diajarkan dari film ini. Kemiskinan atau kekurangan bukan halangan untuk mencapai cita-cita yang tinggi. Itu ditunjukkan oleh Lintang, sang tokoh utama.
Perbedaan bila disatukan akan menjadi kekuatan yang besar. Sepuluh anak itu berasal dari bermacam-macam latar belakang.
Saling menghargai dalam keragaman mampu menciptakan harmoni kehidupan yang indah seperti pelangi.
Bagaimana sekolah Muhamadiyah bisa menerima A Kiong seorang etnis Tionghoa berlatar belakang Konghucu atau persahabatan Ikal yang Melayu dan tidak sungkan jatuh cinta pada A Ling, anak pemilik Toko Sinar Harapan.
Yesus memanggil duabelas murid-Nya. Mereka berasal dari orang-orang sederhana. Latar belakang mereka berbeda-beda.
Mereka dipanggil untuk mengikuti-Nya. Belajar secara langsung kepada Sang Guru.
Mereka diutus untuk mewartakan Kerajaan Allah sudah dekat. Pewartaan itu dilakukan dengan mengusir roh-roh jahat dan melenyapkan segala penyakit.
Mereka diminta memberi kesaksian kongkrit dengan menolong orang-orang yang sakit dan menderita.
Lebih spesifik lagi mereka diutus kepada domba-domba yang hilang dari umat Israel.
Duabelas murid ini ibarat “Laskar Pelangi.” Mereka diajak berjuang dengan segala keterbatasannya.
Nilai-nilai kasih, pengampunan, pelayanan, kerendahan hati, totalitas, kesederhanaan, kejujuran dan keteguhan iman dijalani murid-murid Yesus.
Gereja masih terus berjalan karena nilai-nilai Kristiani itu secara konsisten terus diwariskan sampai sekarang.
Kita adalah murid-murid Kristus juga. Maka kita dipanggil dan diutus memberi keteladanan tentang nilai-nilai Kristiani itu. sanggupkah kita?
Indah nian pantai-pantai di Pacitan,
Pasir putih ombak saling berkejaran.
Murid Kristus harus bisa jadi teladan,
Tidak takut akan ada banyak hambatan.
Cawas, jadilah murid teladan….