Orang Kaya Menyapu Halaman Gereja

0
358 views
Illustrasi: Umat Paroki Hati Kudus Yesus (HKY) Tegal di Keusupan Purwokerto, Jawa Tengah, sigap kerja bakti bersama dalam rangka pesta nama Paroki HKY. (Ist)

Jumat, 14 Mei 2021.

Bacaan: Kis 1: 15-17, 20-26; Yoh.15: 9-17.

Covid-19 telah menjadikan dunia tak menentu. Gerak pun “dibatasi” demi kehidupan.

Sukacita dan kegembiraan terkadang tidak begitu saja dialami. Diperlukan  kebijaksanaan sikap dan keputusan tepat untuk menghargai kehidupan yang lain.

Banyak yang mulai menyadari, kesabaran, keberanian menegaskan tindakan menjaga protokol kesehatan tidaklah menyurutkan niat baik.

Bacaan hari ini menginspirasikan, kesetiaan akan perintah Yesus yang lahir dari kasih dapat membuahkan kebaikan bagi sesama.

“Kamu adalah sahabat-Ku, jikalau kamu berbuat apa yang Kuperintahkan kepadamu. Kasihilah seorang akan yang lain.” ay 14, 17.

Ia mengajari bagaimana mengikuti Dia dan berkembang tumbuh dalam kesatuan dengan-Nya.

Pribadi bersahaja

“Selamat pagi, Ko. Rajin sekali, pagi-pagi sudah menyapu halaman gereja,” sapaku pada seorang umat.

Dari penampilannya terkesan seperti orang biasa.

“Ngak apa-apa. Sekalian olahraga, menjaga kesehatan,” jawabnya singkat dan ia kembali menyapu.

Setiap pagi setelah misa selesai, bapak itu selalu menyapu halaman gereja.

Suatu saat saya mengunjunginya. Hati saya kaget. Ternyata, ia bukan orang biasa. Bapak itu memiliki usaha “pabrik” kertas, membuat aneka kotak makanan.

Rumahnya juga besar. Ia tinggal sendiri karena tidak berkeluarga.

“Kenapa tidak berkeluarga Ko?”

‘Nggak apa-apa Romo. Saya lebih bebas mengatur waktu dan dapat melayani tanpa terikat waktu.”

Akhirnya saya mengenal dia sebagai pribadi yang baik, ramah, murah senyum, rendah hati, ringan tangan membantu yang berkekurangan.

Kesaksian para pegawai menguatkan kesanku.

Saya juga mengenal dia demikian.

Ia baik sebagai umat, aktif dalam kegiatan-kegiatan gereja yang memperhatikan orang-orang kecil dan miskin.

Suatu saat, dia jatuh sakit. Kami datang mengunjungi. Ia selalu tersenyum, gembira dan tidak pernah mengeluh soal penyakitnya.

“Tuhan memberikan saya kesempatan sakit, supaya saya dapat menghargai kehidupan,  menyadari kekuatan hidup saya hanya pada Yesus. Saya siap ‘pergi’ setiap saat.”

Itulah kata-kata imannya.

“Sekarang saya mau tidur. Saya mau berdoa,” ungkapnya lirih.

Kami pun pamit. Setengah jam kemudian kami diberitahu dia baru saja meninggal.

“Saya tidak mau merepoti dan menyusahkan orang lain,” itulah kata-kata yang selalu dia ucapkan.

Ketika proses duka semua imam yang pernah bertugas di paroki dating bergantian merayakan misa tiap hari.

Pada hari terakhir ada tujuh romo berkonselebrasi dalam ekaristi Kudus.

Bukankah ini menunjukkan kebaikan, ketulusan, kerendahan hati dan pribadi yang dikenal baik dan bersahabat dengan banyak orang?

Sederhana dan sukacita pelayanan.

Itulah salah satu kesan yang tetap hidup di dalam hatiku terhadapnya.

Sejak tahun 1986, saya sudah mengenalnya. Ia banyak mengajariku soal kerendahan hati, kesabaran dalam melayani.

Doa Petrus hari ini dapat menjadi contoh. Yakni, bagaimana kita berdoa memohon rahmat Tuhan untuk mengusulkan pelayan-pelayan yang berkenan kepada-Nya.

Pilihan bukan karena suka atau tidak suka; orang dekatnya atau bukan; atau alasan apa pun.

“Ya Tuhan Engkaulah yang mengenal hati semua orang tunjukkanlah kiranya siapa yang Engkau pilih dari kedua orang ini untuk menerima jabatan pelayanan.” ay 24-25b.

Berapa banyak orang jatuh ke dalam godaan hanya karena mau mencari rasa aman di batin. Dalam kesuksesan, kesenangan semu dan hampa, kepemilikan, kekuasaan atas orang lain atau menikmati status sosial.

Menjadi murid Yesus berarti juga kesediaan dan membiarkan diri ditarik oleh Tuhan keluar dari dirinya untuk maksud-Nya.

Tuhan, bentuklah aku seturut titah-Mu. Amin. ??⚘

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here