BUNYI dentang lonceng gereja itu mengagetkan kami. Mobil baru saja berhenti di halaman depan biara, ketika kami mendenar suara lonceng.
“Tanda waktu untuk berdoa,” kata seorang dari kami.
Tiba-tiba, pintu gerbang terbuka. Dari balik pintu gerbang itu muncul seorang rubiah (biarawati pertapa) berjubah dan berkerudung hitam, bersepatu sandal, tersenyum. Dan dengan sangat ramah, ia lalu mengajak kami masuk ke ruang tamu.
Belakangan saya tahu, namanya rubiah itu Suster Inocenca; berasal dari Pulau Lembata, NTT.
Layanan Warung Konsuler KBRI Vatikan
Hari itu Minggu. Kami melanjutkan buka Warung Konsuler di Pertapaan Vignanello.
Lewat “Warung Konsuler”, kami memberikan pelayanan kekonsuleran, seperti pemutakhiran data WNI, urusan paspor; termasuk perpanjangan paspor, penggantian paspor hilang dan rusak.
Tentu tujuan lain yang tak kalah penting adalah bersilaturahim dengan para suster biarawati rubiah, para pertapa; bertegur sapa, ngobrol bersama tentang Tanahair dan tentang pengalaman mereka hidup membiara.
Sehari sebelumnya, kami buka Warung Konsuler di Orte. Kami sangat gembira diterima dengan senang, penuh kebahagiaan, sebagai “tamu istimewa” di dua biara kontemplatif – biara susteran para rubiah yang memilih hidup di dalam biara.
Sebagai ungkapan kebahagian menerima kami, mereka “melepaskan” berbagai regula, peraturan yang sangat ketat; termasuk berbicara lepas-bebas tanpa pembatas dengan kami, ngobrol bersama, dan tertawa bersama.
Kami diajak ke kebun anggur, kebun kiwi, kebun sayur-sayuran, taman mawar, dan peternakan ayam serta angsa. Kami pun disuguhi makan siang yang enak.
Pulangnya, mobil kami dimuati macam-macam sayur, anggur buah dan minuman, dan kue-kue.
Jarak antara Biara Orte dan Vignanello, tidak jauh. Hanya 16,5 kilometer. Keduanya sama-sama di Propinsi Viterbo, Italia tengah, wilayah Lazio.
Pohon hazel
Dari Orte menuju Vignanello, mobil harus menyusuri jalan terus menanjak, mendaki wilayah perbukitan yang hijau pohon zaitun dan hazel (menghasilkan hazelnut).
Menurut cerita atau mungkin dongeng, hazel ini disebut sebagai pohon ajaib. Tongkat kayu hazel dipercayai dapat melindungi dari pengaruh roh jahat. Maka ada yang menggunakam potongan kayu hazel sebagai jimat.
Di Irlandia, hazel dikenal sebagai ‘Pohon Pengetahuan’, dan pada Abad Pertengahan merupakan simbol kesuburan
Vignanello adalah kota tua yang berdiri di bukit di lereng timur Pegunungan Cimini. Sejarah mencatat kota ini didirikan pada tahun 412.
Dalam italyreview.com dan italyvibes.com dijelaskan, kota ini pada tahun 2022 berpenduduk 4.500 jiwa.
Di zaman Romawi kota ini diberi nama “Vine Nolus” lalu menjadi Vignanello, kebun anggur. Anggur Vignanello, terutama anggur putih, terkenal di dunia.
Setiap tahun, dari tanggal 10-15 Agustus digelar festival anggur.
“Festival digelar di jalan depan biara,” kata Suster Yacinta asal Bajawa, Flores, NTT yang sudah 30 tahun tinggal di biara itu.
Anggur dan zaitun serta minyak zaitun adalah produk utama Vignanello. Kota sejuk ini menjadi tujuan wisata. Banyak tempat yang menarik untuk dikunjungi.
Misalnya, Gereja Santa Maria della Presentazione, dibangun tahun 1723. Yang lebih tua adalah Gereja Madonna delle Grazie. Gereja ini sudah berdiri di akhir abad ke-13.
Tapi, sekarang gereja itu sudah digabung dengan bangunan lain. Yang lebih tua lagi adalah Gereja Santo Petrus dibangun pada abad ke-12 yang bercirikan arsitektur Romawi.
Lainnya, Kastil Ruspoli yang dibangun ulang pada zaman Renaisans, abad ke-16.
Ada kesepakatan di antara para sejarawan, Zaman Renaisans terjadi pada abad 14-17. Renaisans secara mudah berarti kelahiran kembali; kelahiran kembali budaya, seni, politik dan ekonomi di Eropa.
Inilah periode dalam sejarah Eropa yang menjadi jembatan antara Abad Pertengahan dan era modern. Renaisans adalah sebuah era sejarah yang penuh dengan perkembangan dan perubahan dalam bidang ilmu.
Pada zaman ini berbagai gerakan bersatu untuk menentang pola pemikiran abad pertengahan yang dogmatis, sehingga melahirkan perubahan revolusioner dalam pemikiran manusia dan membentuk pola pemikiran yang baru dalam filsafat.
Ada yang berpendapat, beberapa peristiwa penting menjadi sebab munculnya Renaisans. Misalnya, jatuhnya Konstantinopel (sekarang bernama Istanbul) pada tahun 1453 ke tangan Turki Ottoman yang menandai berakhirnya Kekaisaran Bizantium.
Lalu, penemuan Dunia Baru pada tahun 1492 mengawali era eksplorasi; Reformasi Protestan; penemuan mesin cetak oleh Johannes Gutenberg sekitar tahun 1440; dan kebangkitan pembelajaran Yunani klasik pertama di Italia dan kemudian di Eropa Utara.
Kastil Ruspoli ini sebelumnya, dari abad 9 hingga 11, adalah Biara Benediktin. Ruspoli adalah nama keluarga yang pernah berkuasa di kota itu.
Tetapi, kami tidak bisa menikmati keindahan istana, gereja-gereja, taman indah di Kastil Ruspoli yang menurut buku-buku pariwisata Italia sangat bagus, juga fresco (lukisan di dinding) cantik. Sebab, ke Vignanello saya tidak untuk wisata; melainkan bertugas.
Kami ke Vignanello untuk membuka Warung Konsuler; menemui para biarawati asal Indonesia, bersilaturahim dengan mereka, menyapa mereka, dan mendata mereka sekaligus memberikan layanan konsuler.
Di pertapaan, kami bertemu dengan para rubiah asal Indonesia. Ada 15 rubiah dari Indonesia di pertapaan itu; sementara yang dari Italia hanya tiga orang; antara lain Suster Marcella.
Suster Marcella adalah salah seorang suster yang pada tahun 1992 mengawali pendirian rumah pertapaan Suster-suster Passionis di Wairklau-Maumere, Kabupaten Sikka, Flores, NTT.
Yang dari Indonesia hampir semua dari Flores. Antara lain Suster Paula (Bajawa) yang sekarang ini Kepala Biara Pasionis di Vignanello, Sr. Inocenca (Lembata), Suster Yacinta (Bajawa), dan Suster Maria Goreti (Lembata).
Seorang dari Jawa yakni Suster Kristiana (Boro, Kulon Progo) juga sudah 30 tahun menjalani hidup bakti menjadi rubiah; hidup di dalam tembok biara di Vignanello.
Sebagai suster anggota
Kongregasi Rubiah dari Salib dan Sengsara Tersuci Yesus Kristus, para Rubiah Passionis ini menjalani hidup kontemplatif, hampir mirip-mirip dengan para Rubiah Benediktin.
Hanya saja, motto yang menjadi pegangan semangat hidupnya berbeda.
Kalau para Rubiah Benediktin memiliki semangat hidup pax, ora et labora (perdamaian, berdoa dan bekerja), para Rubiah Passionis mendasarkan hidup dan karya mereka melalui doa dan hidup mati raga yang gembira serta tinggal dalam keheningan.
Mereka menjalani hidup kontemplatif. Kontemplatif berasal dari bahasa Latin, “contemplore“. Yang berarti, merenung dan memandang.
Maka cara hidup kontemplatif adalah cara hidup yang mengutamakan ketenangan, bermati raga, dan bertapa sehingga dapat berdoa dan bersemedi lebih mudah.
Para rubiah yang dikenal sebagai “rubiah bersepatu sandal” ini meyakini bahwa suara roh memerlukan keheningan.
Dengan gaya hidup yang khas mereka menghayati kerasulan spiritualitas yang sama dengan para biarawan Pasionis yakni merenungkan, meresapkan, menghayati dan mewartakan sengsara Yesus sebagai karya cinta kasih Allah yang paling agung.
Dengan menunjukkan kasih Allah yang inklusif kepada semua orang, terutama mereka yang paling terkena dampak kemiskinan dan ketidakadilan, mereka dipanggil untuk memajukan harapan, rekonsiliasi dan keadilan bagi semua orang.
Semangat hidup mereka ini sangat relevan dengan zaman sekarang.
Kata Paus Fransiskus, zaman sekarang ini, kita banyak bicara dan sedikit mendengarkan; zaman di mana rasa kebaikan bersama berisiko melemah dan paradigma monolog serta konfrontasi menjadi mapan.