
GEREJA Santo Antonius Padua Paroki Purbayan Solo terletak di sebelah utara Balai Kota Solo, dekat lokasi Titik 0 Km Kota Bengawan. Pada hari Kamis 26 Juni 2025, mulai pukul 18.00-20.00, Paroki Purbayan mengadakakan Pahargyan Ekaristi 1 Sura.
Tema yang diangkat “Tansaya Sumunar Karana Berkah Dalem Gusti” atau “Semakin Bersinar Karena Berkat Rahmat Tuhan.”

Perayaan Ekaristi menggunakan Bahasa Jawa, diselenggarakan secara selebrasi dengan selebran utama Romo Walterus Teguh Santosa SJ dan konselebran Romo Antonius Bagas SJ.
Lagu-lagu dan odinarium Ekaristi diiringi dengan musik gamelan. Petugas paduan suara dan pemain gamelan mengenakan pakaian adat Jawa.


Diwarnai budaya Jawa
Perayaan Ekaristi 1 Sura yang digelar di Paroki Purbayan, yang letak gereja dekat Keraton Kasunanan Surakarta diwarnai dengan atribut-atribut budaya. Di antaranya:
- Prosesi masuk gereja diawali dengan “cucuk lampah“. Cucuk lampah dalam budaya Jawa dikenal untuk menjauhkan gangguan yang merintangi jalannya upacara atau tata laksana Perayaan Ekaristi.
- Saat prosesi dilantunkan lagu Jawa Ketawang Ibu Pertiwi sebagai simbol rasa syukur atas tanahair yang menjadi bumi pijakan umat/rakyat Indonesia
- Ditembangkan Tembang Macapat sebagai pembuka Perayaan Ekaristi dan pada saat homili ditembangkan oleh Romo Walterus Teguh Santosa, SJ.
- Saat homili digelar fragmen dengan cerita Ajisaka mengalahkan Prabu Dewata Cengkar di Kerajaan Medang Kemulan. Ajisaka sebagai tokoh yang memperkenalkan Huruf Hanacaraka, mengalahkan Prabu Dewata Cengkar yang tidak memihak rakyat, bahkan menyengsarakan rakyat dengan memakan manusia. Fragmen memberikan pesan: kebaikan akan mengalahkan ketamakan dan kebengisan.
- Pisungsung atau persembahan diwujudkan dalam persembahan hasil bumi berupa tiga gunungan sayuran dan buah-buahan yang ditandu masing-masing empat orang pemuda yang mengenakan ikat kepala dan baju lurik. Persembahan ini menyertai persembahan roti dan anggur serta bunga sebagai persembahan Ekaristi.
- Punakawan yang terdiri dari Semar, Gareng, Petruk dan Bagong simbol pelayan dan pamomong ikut dalam prosesi persembahan.

Ajak umat mensyukuri rahmat Tuhan
Pada saat homili Romo Walterus Teguh Santosa SJ berdialog dengan pemain fragmen, mengajak umat untuk mensyukuri rahmat Tuhan. Selain itu umat juga diajak menampakkan kasih, kepedulian serta sikap hidup yang semakin baik sebagai tanda “Semakin bersinar karena menerima berkat dan rahmat Tuhan”.
Mewariskan Pitutur luhur
Romo Walterus Teguh Santosa SJ dalam homili juga mewariskan kembali pitutur luhur atau nasihat dalam bentuk Tembang Dhandhanggula yang terdapat pada Serat Wulangreh yasan Dalem atau karya Sri Susuhunan Pakubuwana IV yang sarat permenungan.

Lirik dari tembang tersebut demikian:
Urip iku neng ndonya tan lami
Umpamane jebeng menyang pasar.
Tan langgeng neng pasar bae.
Tan wurung nuli mantuk. Mring wismane sangkane uni.
Ing mengko aja samar. Sangkan paranipun.
Ing mengko podo weruha. Yen asale sangkan paran duk ing nguni.
Aja nganti kesasar.”
Terjemahan
Hidup di dunia ini tidaklah lama.
Ibarat kita ke pasar.
Tidak selamanya berada di pasar.
Pasti akan pulang.
Pulang ke rumah asal. Jangan ragu.
Kenali sejatinya asal-mula. Ketahuilah.
Asal kita dari dari Allah pasti pulang kepada Allah.
Jangan sampai tersesat.