
Paseduluran Brayat Minulya Solo Raya dan Semarang Raya: Nostalgia Bareng di Salatiga
PBMN atau Paseduluran Brayat Minulya Nusantara adalah sebuah paguyuban persaudaraan yang beranggotakan para mantan frater dan imam MSF (Missionarii a Sacra Familia – Misionaris Keluarga Kudus).
Anggotanya berasal dari berbagai jenjang: mulai dari postulan, seminaris, hingga mereka yang sudah ditahbiskan. Intinya, siapa pun yang pernah mengenyam pendidikan di bawah naungan tarekat yang didirikan oleh Pater Berthier MS, termasuk dalam paseduluran ini.
Awalnya, paseduluran ini didirikan untuk membantu para imam MSF yang keluar copot jubah dan kemudian harus mengarungi bahtera kehidupan yang tidak mudah. Mereka perlu menyesuaikan diri dengan lingkungan baru – karena selama masa pendidikan, semua kebutuhan sudah diatur dan disediakan. Kini, setelah keluar, mereka harus mengatur sendiri segalanya: mencari pekerjaan, menafkahi diri dan keluarga.
Makan dulu atau bekerja dulu baru bisa makan
Ada satu candaan khas dari salah satu anggota yang kini telah almarhum Mas Julius Nagel, yang mengatakan: “Kalau di luar biara, kita harus bekerja dulu baru bisa makan. Tapi di biara, kita makan dulu supaya bisa bekerja.”
Candaan ini menggambarkan dengan tepat tantangan baru yang dihadapi setelah meninggalkan biara. Paseduluran ini kemudian hadir untuk membantu rekan-rekan yang baru keluar agar bisa menjalaninya dengan lebih mudah. Ada yang membantu mencarikan pekerjaan, menampung sementara bagi yang pindah kota -terutama di Jakarta- pusat ekonomi dan bisnis saat itu.
Seiring waktu, para pendiri PBMN memperluas lingkupnya. Semakin banyak frater “jeblinger” (mantan calon imam) yang juga ingin bergabung. Maka PBMN membuka diri untuk menampung para mantan frater atau student calon imam. Hingga kini, PBMN masih eksis dan terus merangkul para sedulur yang pernah berproses dalam tarekat MSF.
Nostalgia di Salatiga
Acara nostalgia ini berlangsung pada hari Minggu, 12 Oktober 2025, pukul 09.00–14.30 WIB. Sejak pukul 07.00 pagi, rombongan dari Solo, Semarang, Boyolali, dan Salatiga sudah saling berkabar lewat grup percakapan selama perjalanan menuju tempat penuh kenangan masa lalu.
Pertemuan ini merupakan agenda rutin yang biasa dilakukan. Paseduluran wilayah Solo Raya sendiri tergolong masih muda – kelompok yang relatif baru lahir, dengan anggota mayoritas masih dalam usia produktif dan bekerja. Hal ini berbeda dengan wilayah lain, di mana banyak anggotanya sudah memasuki masa pensiun. Karena itu, tidak heran jika kelompok Solo Raya lebih sering mengadakan pertemuan dengan konsep healing, piknik, atau dolan bareng.
Setelah doa bersama dan mengenang masa lalu — terutama masa-masa saat latihan fisik berupa jalan kaki dan berenang di Kolam Renang Muncul sebagai bagian dari persiapan misi – acara dilanjutkan dengan anjangsana dan makan bersama di rumah salah satu sedulur, AY Ratmono, yang berdomisili di Jetis, Salatiga.
Suasana penuh keakraban terasa ketika semua berkumpul, bercanda, dan berbagi kisah dari yang serius hingga yang mengundang tawa.
Sebenarnya, acara awalnya dijadwalkan untuk mengunjungi dan berdoa di Biara Betlehem, Jalan Cemara, Salatiga. Beberapa anggota belum mengenal biara ini, sebab mereka dulu menjalani masa formatio di novisiat lama Wisma Kana di Jalan Muwardi, Salatiga. Ada yang datang dengan rasa nostalgia, ada pula yang baru pertama kali mengenal tempat itu.
Namun karena waktu sudah menjelang siang, susunan acara sedikit diubah. Dari rumah langsung menuju Muncul untuk berenang dan bermain air, lalu ke Biara Betlehem dan puncaknya makan bersama di rumah sambil bercengkerama.


Hasil perjumpaan
Dalam pertemuan ini, hadir satu anggota baru yang baru pertama kali bergabung. Dari total yang hadir, terdapat 19 anggota, dan bersama pasangan serta anak-anak jumlahnya mencapai sekitar 34 orang. Suasana pertemuan diwarnai cerita-cerita masa lalu, saling menggoda mengenang peristiwa lucu maupun tragis, serta pembicaraan serius mengenai agenda PBMN tingkat nasional.
Telah disepakati bahwa Perjumpaan PBMN se-Nusantara akan diselenggarakan tahun depan dengan Semarang–Solo Rayasebagai tuan rumah. Rencana ini telah mendapat persetujuan dari pengurus pusat. Dalam semangat kebersamaan, lokasi acara dipilih dengan mempertimbangkan aspek liburan, dolan, dan healing – bukan di rumah retret, rumah pendidikan, atau biara lama seperti Skolastikat dan Biara Nazaret.
Akhirnya, disepakati bahwa Semarang menjadi lokasi ideal karena letaknya strategis – berada di tengah-tengah antara Solo, Yogyakarta, Surabaya, dan Jabodetabek — serta memiliki akses transportasi yang relatif mudah dari berbagai arah. Saat ini, panitia tinggal memfinalisasi tanggal pelaksanaannya.
Pertemuan sederhana namun penuh makna ini menjadi momen untuk menyegarkan kembali persaudaraan, mengenang masa lalu yang indah, serta saling mendengarkan satu sama lain.
Sebuah reuni yang hangat dan aman – karena, seperti candaan yang terlontar, “tidak ada cinta lama yang akan bersemi kembali.”
Terima kasih mas Susy kiriman cerita yang sangat asyik.
Informasi yang sangat lengkap sudah dikemas dengan narasi yang apik dan dilengkapi foto-fotonya.
Lanjutkan mas. Kisah seru di Kolam Muncul mas. 😮☝️👍👍✌️