Pastornya “Freaky” Banget

0
755 views
Ilustrasi - Menghadapi orang aneh (Ist)

Senin, 21 Juni 2021

Kej.12:1-9; Mzm.33:12-13.18-19.20.22; Mat.7:1-5.

HIDUP damai dengan semua orang itu tergantung pada diri kita sendiri.

Jika kita baik dengan semua orang, kita akan menerima reaksi yang sama dari orang lain.

Namun jika kita mudah marah, membuat orang lain jengkel, maka kita akan hidup dalam dunia yang penuh curiga dan permusuhan.

Seorang teman bercerita bagaimana dia bisa hidup berdampingan dengan orang yang terkenal sulit dan menyebalkan.

“Ketika pimpinan memanggil saya untuk pindah ke tempat tugas yang baru, saya sangat senang,” cerita seorang sahabat.

“Ketika pimpinan menyampaikan bahwa saya akan satu komunitas dengan Pastor A, reaksi saya sama saja. Sampai pimpinan mengulangi beberapa kali, kalau saya akan tinggal bersama Pastor A. Dan reaksi saya tetap sama,” tuturnya

“Pastor ada catatan apa untuk komunitas baru nanti? Juga untuk Pastor A, calon teman sekomunitas nanti,” kata pimpinan waktu itu.

“Tidak ada. Saya siap menjalani pengutusan ini semampu saya,” jawab sahabatku itu.

“Pastor tahu dan sudah mendengar catatan tentang Pastor A?,” kata pimpinannya.

“Pernah dengar. Untuk saya, itu tidak penting. Tetapi saya akan menjalaninya, saya akan hidup bersamanya dan bekerja bersamanya,” kata sahabat tadi.

“Selamat bekarya,” sahut pimpinannya sambil menjabat tangan.

Empat tahun, kemudian Pastor A yang terkenal sulit itu menerima pengutusan baru.

Dalam kata perpisahannya, ia mengakui betapa nyaman bisa bekerja sama dalam membangun paroki bersama dengan teman komunitas yang bisa saling memahaminya.

“Komunitas damai dan berdaya pikat itu tergantung pada setiap anggotanya,” kata Pastor A waktu memberi kata sambutan dalam perpisahan.

“Kitalah yang menciptakan dunia kita ini menjadi baik atau penuh permusuhan. Karena itu, saya berterimakasih karena dalam kebersamaan di komunitas ini saya telah dibantu menemukan diri saya. Sehingga saya bisa lebih bahagia dengan hidup ini,” lanjutnya.

“Dulu saya keras, cepat marahm dan menuntut orang lain berbuat seperti yang saya harapkan. Itu semua yang membuat teman-temanku satu per satu meninggalkanku. Dan saya dicap sebagai orang sulit, orang bermasalah,” tuturnya dengan sedih.

“Empat tahun ini saya berproses bersama di komunitas untuk lebih memahami latar belakang kami satu sama lain. Mau melihat pengalaman kami masing-masing dan memahami masih adanya ketidaksadaran kami dalam berbicara atau bertindak,” katanya dengan mantap.

“Hingga kami bisa saling memahami, tidak cepat menghakimi,” katanya.

Setiap orang bisa bertumbuh menjadi baik. Jangan bunuh bibit baiknya dengan kata-kata dan sikap serta perbuatan kita.

Apakah saya masih melihat orang lain sebagai lawan atau sebagai saudara yang masih berjuang untuk bertumbuh menjadi baik?

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here