Paus Benedictus XVI Mundur: Inilah Tiga Calon Kardinal Baru Indonesia (17)

5
20,993 views

Kardinal Julius Darmaatmadja SJ senyumSUDAH jelas dan pasti bahwa Kardinal Julius Riyadi Darmaatmadja SJ (77) tidak akan datang ke Vatkan mengikuti konklaf karena daya penglihatannya semakin menurun.  Ini membuat wakil dari Gereja Katolik Indonesia tidak ada dalam perhelatan penting dalam sejarah Gereja Katolik Semesta ini.

Pertanyaannya, kalau begitu lantas harus bagaimana?

Sumber penting Sesawi. Net di kalangan hirarki Gereja Katolik Indonesia menyebutkan, dalam waktu dekat ini diharapkan sudah ada nama kardinal baru untuk Indonesia. Selain untuk mengisi ‘kekosongan’ perwakilan Indonesia untuk koklaf yang akan berlangsung pertengahan Maret 2013 ini, urgensi mendapatkan kardinal baru untuk Gereja Katolik Indonesia ini juga penting karena kondisi kesehatan Kardinal Julius Darmaatmadja SJ yang kurang prima saat ini.

Nah, siapakah para uskup kita yang dianggap paling berpotensi mendapatkan ‘gelar kehormatan’ dari Tahta Suci  sebagai kardinal ini?

Sekali lagi, sumber penting ini mengatakan bahwa saat ini ada setidaknya tiga uskup di belahan daratan Pulau Jawa yang sudah ‘dilirik” Vatikan untuk segera bisa diumumkan sebagai kardinal baru untuk Indonesia.

Ketiga uskup di Tanah Jawa ini, kata sumber penting ini,  adalah Uskup Agung  Diosis Jakarta Mgr. Ignatius Suharyo Pr, Uskup Agung Diosis Semarang Mgr. Johannes Pujasumarta Pr, dan Uskup Diosis Purwokerto Mgr. Julianus Sunarka SJ.

Mari kita bahas sedikit tentang probabilitas ketiga uskup di Tanah Jawa ini dengan perspektif “kepentingan umum” Gereja Katolik Indonesia, Vatikan, dan peta politik dalam negeri serta hubungan bilateral Indonesia-Vatikan.

Mgr Julianus Sunarka SJ editedMgr. Julianus Sunarka SJ

Mgr. Julianus Sunarka SJ adalah satu-satunya uskup Jesuit di antara tiga kandidat kardinal baru ini. Usianya sudah “senja” dan tahun ini genap berusia 71 tahun.

Beliau kelahiran Godean, Yogyakarta, tanggal 25 Desember 1941.Selain  cerdas  dan sangat piawai dalam urusan pengelolaan keuangan karena pernah menjadi  Bendahara Keuskupan Agung Semarang era  Kardinal Julius Darmaatmadja SJ menjadi Uskup Agung Semarang dan Bendahara Provinsi SJ Indonesia, Uskup Jesuit ini juga memiliki ‘keahlian’ tambahan di bidang supranatural yakni mendeteksi sumber mata air.

Untuk urusan yang satu ini, Uskup yang menyelesaikan studi filsafat dan teologi di Negeri Belanda ini dibilang sangat ‘laris’ memenuhi undangan berbagai kalangan untuk membantu menemukan sumber mata air. Terutama di tempat-tempat yang kering kerontang dan susah mendapatkan air.

Dikenal sebagai uskup eksentrik dan ceplas-ceplos serta lugas dalam berbicara, Mgr. Julianus Sunarka  dikenal  suka blusukan melakukan reksa pastoral di kawasan pedesaan tanpa harus memakai embel-embel atribut keuskupan. Yang beliau sukai justru memakai iket kepala khas Banyumas, tak terkecuali ketika memimpin ekaristi: berbusana uskup lengkap dengan iket ini.

Terhadap para imam, Mgr. Julianus Sunarka juga tidak wigah-wigih mengingatkan agar para imam tetap setia dengan panggilan imamatnya yang salah satunya ditandai dengan setia hidup wadag alias selibat (tidak menikah dan melakukan hubungan intim). 

Di berbagai kesempatan, tanpa tedeng aling-aling Mgr. Sunarka SJ suka ceplas-ceplos mengatakan, setia-tidaknya para imam menekuni panggilan imamatnya dengan berselibat sangat ditentukan oleh dua paduan penting ini: berdoa-refleksi dan disiplin dalam manajemen syahwat.

“Jaga risletingmu jangan pernah dibuka sembarangan,” ujarnya ceplas-ceplos mengingatkan para imam agar jangan suka mengumbar ‘burung’ di hadapan ibu-ibu atau wanita muda.

Mgr. Johannes Pujasumarta Pr

Mgr PujasumartaSebelum dimutasi Tahta Suci menjadi Uskup Agung Semarang, Mgr. Johannes Pujasumarta Pr adalah Uskup Bandung. Putra daerah asli Surakarta (Solo) ini kelahiran 27 Desember 1949 dan tahun ini berarti genap berusia 63 tahun.

Bertahun-tahun lamanya dan  jauh sebelum menjadi Uskup,  Mgr. Puja lebih banyak menghabiskan tahun-tahun kehidupannya sebagai seorang formator (pendidik) seminaris.  

Waktu Kardinal Julius Darmaaatmadja menjadi Rektor Seminari Mertoyudan (1978-1980) dan kemudian terpilih menjadi Provinsial SJ Provinsi Indonesia, Mgr. Pujasumarta  Pr menjadi Pamong Umum di Seminari Mertoyudan sekaligus romo pamong untuk para seminari Medan Madya II.

Selain dikenal sangat sederhana dan hidup bersahaja, saat menjadi Romo Pamong Umum dan Romo Pamong Medan Madya II, Mgr. Puja tak jarang ikut turun ke kebun mencangkul bersama para seminaris. Beliau juga mengajari para seminari  melakukan teknik mencukur  ketika berlangsung  ekstrakurikuler  tonsor. Juga mengajari seminaris menjilid kertas dan buku dengan teknik memakai jahitan dan lem khusus.

Seminaris yang punya hobi menulis,  Mgr. Pujasumarta mengajari mereka menulis dengan bahasa Jawa dan Indonesia. Juga mengajari mereka  mengetik cepat dengan 10 jari dan membuat diktat stensilan dengan mesin offset sederhana.

Berlepotan dengan tinta hitam Gestetner dan lumpur tanah adalah dunia kerja Mgr. Pujasumarta ketika menjadi formator di Seminari Mertoyudan.

Adalah Mgr. Pujasumarta juga yang kemudian meneruskan jejak pendahulunya menjadi romo magister untuk frater-frater praja KAS di  Wisma Tahun Rohani Jangli di Banyumanik, Semarang Selatan. Beberapa tahun lamanya juga menjadi  staf formator di Seminari Tinggi Santo Paulus, Kentungan, Yogyakarta selepas menyelesaikan program studi doktoralnya bidang spiritualitas di Roma.

Sebelum akhirnya diangkat Tahta Suci menjadi Uskup Diosis Bandung, Mgr. Pujasumarta  adalah Vikaris Jenderal KAS saat Mgr. Ignatius Suharyo menjadi Uskup Agung Semarang menggantikan Kardinal Julius Darmaatmadja SJ yang dimutasi Vatikan menjadi Uskup Agung Jakarta.

Mgr. Pujasumarta Pr  pernah menjabat Rektor Seminari Tinggi Kentungan, Yogyakarta dan menjadi pastur paroki di beberapa gereja di KAS. Yang paling unik dan fenomenal dari seorang Uskup bernama Mgr. Johannes Pujasumarta Pr adalah dinamisnya beliau menulis apa-apa saja yang beliau alama dalam keseharianya dalam sebuah reportase, renungan, opini. Internet bukan barang tabu bagi Mgr. Johannes Pujasumarta Pr, bahkan sebaliknya melihat gadget komunikasi modern ini sebagai alat pewartaan iman yang sangat efektif.

Dikenal luas sebagai Uskup yang tidak gaptek dengan BBM,  Mgr. Pujasumarta barangkali satu uskup di Indonesia yang paling top, pertama, dan gencar serta aktif mengirim berita ke berbagai milis katolik melalui jaringan internet.

Mgr. Johannes Pujasumarta Pr adalah adik kandung Romo Ismartono SJ.

Mgr. Suharyo Pr
Mgr. Suharyo Pr

Mgr. Ignatius Suharyo Pr

Nyaris sama dengan Mgr. Johannes Pujasumarta Pr,  Uskup Agung Diosis Jakarta saat ini yakni Mgr. Ignatius Suharyo Pr  bertahun-tahun lamanya lebih banyak berkarya di bidang formation untuk para frater.

Sebagai dosen mata kuliah KS Perjanjian Baru sesuai keahliannya sebagai teologi alkitabiah lulusan Roma,  Mgr. Ignatius Suharyo Pr menjalani  tahun-tahun hidupnya  sebagai staf pembimbing sekaligus pendidik di Seminari Tinggi Santo Paulus, Kentungan, Yogyakarta.

Sebagai dosen teologi alkitabiah dengan mata kuliah KS Perjanjian Baru, Mgr. Suharyo dikenal tangkas dalam merumuskan  dan membeberkan “sejarah penyelamatan” dari A to Z mulai dari Perjanjian Lama sampai akhirnya Perjanjian Baru.

Adalah Mgr. Suharyo yang paling gencar mempopulerkan  kisah panjang sejarah penyelamatan Allah itu dalam satu-dua kata kunci yakni “datangnya Kerajaan Allah” dimana terjadilah syaloom antara manusia dengan Allah; manusia dengan sesamanya; dan manusia dengan alam semesta.

Bersama Mgr. Suharyo, belajar KS Perjanjian Baru adalah hari-hari menyenangkan karena teologi menjadi sesuatu hal yang inspiratif. Dari tangan Mgr. Suharyo inilah banyak buku tentang alkitab diterbitkan.

Lahir di Sedayu, Yogyakarta di belahan Barat, 9 Juli 1950 dari keluarga “produsen” imam dan suster, Mgr. Suharyo dikenal sebagai pribadi yang miyayeni  yang dalam konteks filsafat Jawa berarti berperilaku sangat tenang, kalem, lurus-lurus saja, namun tedas dalam artian tangkas dan cepat tanggap merespon segala sesuatu yang terjadi di lingkungannya.

Karena itu, sebagai dosen dan scriptor unggul di bidang KS Perjanjian Baru, rasanya bukan ‘resep khas” Mgr. Ignatius Suharyo kalau tidak pintar memakai anekdot-anekdot lucu atau berbagai peristiwa biasa sebagai ilustrasi pengajaran. Satu hal lagi yang paling khas pada beliau adalah sering melucu dan juga menyindir apa saja secara halus tanpa terlebih dahulu tersenyum.

“Pokoke canthas dan cespleng, kalau bicara soal Mgr. Suharyo dalam kepintarannya menyitir persoalan sosial atau menembak seseorang secara halus tapi kena tepat sasaran dan orang yang disindir pun juga tidak sakit hati,” kenang seorang romo yang sangat mengenal Mgr. Suharyo.

Dipercaya Tahta Suci Vatikan menjadi Uskup Agung Semarang menggantikan pendahulunya Kardinal Julius Darmaatmadja SJ yang dimutasi ke KAJ, ternyata selang 13 tahun kemudian rotasi yang sama juga dialami Mgr. Suharyo.  Beliau dimutasi ke KAJ, lagi-lagi menggantikan Kardinal yang memutuskan pensiun karena faktor usia.

Ketika terjadi rotasi—mutasi di Keuskupan Bandung dimana Mgr. Pujasumarta ditugaskan Tahta Suci memimpin Diosis Semarang yang ditinggalkan Mgr. Suharyo,  maka Diosis Bandung yang ditinggalkan Mgr. Puja akhirnya jatuh pula ke tangan Mgr. Suharyo.

Pada Sidang Tahunan KWI November 2012 lalu, Mgr. Ignatius Suharyo Pr mendapat mandat kepercayaan dari para waligereja Indonesia menjadi Ketua Presidium KWI.

Jadi di atas pundak Mgr. Ignatius Suharyo Pr sekarang ini ada tiga tugas penting yang beliau tangani: Diosis KAJ, Diosis Bandung, Markas Besar TNI Cilangkap dalam kapasitasnya sebagai Uskup Militer Indonesia menggantikan posisi jabatan Kardinal Julius Darmaatmadja SJ.

Nah, siapa dari ketiga uskup di Tanah Jawa ini yang akan segera ditunjuk Vatikan menjadi kardinal baru?

Tidak tahu. Tapi kalau dilihat dari perspektif kepentingan Gereja Katolik Indonesia, hubungan Gereja Katolik Indonesia-Vatikan dan pemerintah RI-Tahta Suci, di atas kertas memanglah kans Mgr. Ignatius Suharyo Pr menjadi kardinal baru sangatlah besar.

Photo credit: Majalah Hidup; Romo Noegroho Agoeng Pr (Komsos KAS); Pena Indonesia, Seminari Tinggi Kentungan, Mathias Hariyadi

Artikel terkait:

 

5 COMMENTS

  1. Memang perlu ada kardinal dari Indonesia, tapi sejauh ini belum terlalu mendesak. Emang kardinal itu diwariskan ya? kemarin uskup dari jawa sekarang dari jawa lagi. Jawasentris. Semoga Paus Fransiskus memilih uskup yang tidak terkenal yang berkarya dengan tulus jauh dari media dan kamera tv seperti uskup-uskup di Papua atau pedalaman Kalimantan.

  2. Sebagai umat katholik, saya mendukung penuh siapapun nanti yang menjadi Kardinal. Jangan ada pikiran sempit dalam melihat dari Jawa atau bukan… Berkah DAlem

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here