Pelatihan “Menulis di Media Massa” Komsos KWI: Benarkah, Menulis Itu Gampang?

0
284 views
Pelatihan virtual bertema "Latihan Menulis di Media Massa" bersama Mathias Hariyadi dari Sesawi.Net dan AsiaNews.It saat dia menjadi nara sumber un untuk mengisi program serial pelatihan besutan Komisi Komsos KWI dalam rangka Hari Komunikasi Sosial Sedunia ke-55 tahun 2021. (Deny Kus)

MENULIS adalah kegiatan mengungkapkan gagasan, pikiran, pengalaman dan kemudian menularkan ide-ide itu untuk diri sendiri dan juga orang lain.

Sering muncul kesan sekilas, menulis itu gampang. Tentang itu, ada dua buku yang pernah beredar di pasaran. Kedua buku lawas itu berjudul:

  • Ternyata Menulis Itu Gampang karya Indari Mastuti.
  • Mengarang Itu Gampang, buku yang lebih lawas lagi karya almarhum Arswendo Atmowiloto.

Menggugat kesan yang kurang pas

Pada kenyataannya, kemampuan dan keahlian menulis itu tidak segampang yang dikesankan orang.

Bisa menulis dengan baik dan jelas itu tidak serta-merta “jatuh dari langit”. Hari ini mulai menulis, hari ini pula sudah piawai merangkai kata-kata dan kalimat.

“Itu tidak benar dan kesan yang menyesatkan,” kata Mathias Hariyadi, jurnalis senior dan pendiri Portal Berita Katolik Sesawi.Net di forum pelatihan virtual bertema “Latihan Menulis di Media Massa” besutan Komisi Komsos KWI, Sabtu petang tanggal 8 Mei 2021 kemarin.

Bahkan, sesuai pengalaman pribadi Mathias Hariyadi, menulis merupakan keahlian dan kemampuan yang muncul sebagai hasil dari sebuah proses hidup yang amat panjang dan kadang juga berliku.

“Keahlian atau kemampuan itu muncul sebagai hasil dari sebuah upaya jatuh-bangun. Dari banyak kegiatan mengasah pikiran melalui latihan menulis dengan bimbingan orang yang berpengalaman.

Juga hasil dari sebuah proses belajar dari karya tulisan orang lain yang kita baca dan pelajari ragam tulisan dan bahasanya,” beber penulis buku baru bertitel Jalan Berlumpur, Sungai Beriam: OSA Membangun Ketapang (2021) yang akan terbit akhir Mei 2021 mendatang.

Buku baru dengan titel “Jalan Berlumpur, Sungai Beriam: OSA Membangun Ketapang” karya Mathias Hariyadi dan Royani Ping yang akan terbit akhir Mei 2021. (Mathias Hariyadi)

Bukan produk instan

Karena itu, tegas Mathias Hariyadi, untuk akhirnya mampu dan berhasil punya keahlian dan kemampuan menulis sungguh butuh proses waktu yang panjang dan lama.

“Menulis itu sama sekali bukan hasil produk kerja intelektual yang sifatnya dadakan atau  instan,” tandas penyuka binatang peliharaan tapi terutama anjing ini.

Menulis itu proses kreatif. Itu kegiatan kerja intelektual. Terjadi demikian karena harus melalui proses latihan yang panjang bahkan sangat lama.

“Maka itu, yang merasa diri baru dan mau mulai belajar menulis, mereka butuh coaching (pelatihan) dan mentoring (bimbingan),” kata wartawan AsiaNews.it, sebuah media Katolik berbasis di Eropa, saat kemarin menjadi nara sumber program webinar Komisi Komsos KWI.

Program pelatihan Komisi Komsos KWI

Program virtual serangkaian acara pelatihan menulis di media massa ini memang sengaja dibesut Komisi Komsos KWI.

Ini dilakukan guna merespon pesan Paus Fransiskus pada Hari Komunikasi Sosial Sedunia ke-55 bertema “Datang dan Lihatlah”.

Sekretaris Komisi Komsos KWI Romo Antonio Steven Lalu Pr.

Tahun 2021 ini, Komisi Komsos KWI memfokuskan program kegiatannya pada pelatihan menulis di media massa.

“Program macam ini penting,” demikian penegasan Sekretaris Komisi Komsos KWI Romo Steven Lalu Pr, “karena melalui rangkaian acara pelatihan ini, kita bisa membangun jaringan kerja.”

Komisi Komsos KWI tentu saja sangat berkepentingan bisa membina aktivis-aktivis penulis atau mereka yang bermain di media elektronik dan lainnya.

Tujuan jangka panjangnya adalah mereka itu menjadi pewarta-pewarta Gereja Katolik yang andal, cerdas, dan bertanggungjawab.

Karena itu, forum pelatihan virtual “Menulis di Media Massa” dengan nara sumber Mathias Hariyadi itu lalu dikemas sedemikian rupa agar bisa memotivasi para penulis baru untuk tidak “takut” memulai sesuatu.

Dan pengalaman pribadi Mathias Hariyadi semakin memperkuat keyakinan itu. Bisa menulis dengan baik dan enak dibaca itu butuh waktu.

Itu adalah hasil proses pembinaan diri yang “makan umur” sangat panjang. Sama sekali bukan produk kerja dadakan.

Ilustrasi: Kegiatan menulis. (Ist)

Pengalaman personal demi motivasi

Didasari semangat mau memotivasi para peserta webinar Komisi Komsos KWI kemarin, maka Mathias Hariyadi lalu menceritakan bahwa dirinya dahulu adalah sosok yang tidak terlalu percaya diri dalam bidang keilmuan.

Namun, perasaan minder itu justru malah bisa menjadi daya dorong hidupnya.

Katakanlah menjadi semacam motivasi batin dan kehendak jiwa untuk mau maju dan ingin berkembang. Kebiasaan menulis dia lakoni sejak di Seminari Mertoyudan tahun 1978.

Sebelumnya, dia tak “kenal” apa itu menulis. Bahkan membaca buku atau lainnya juga tak pernah dia alami karena tidak ada “sumber dana”.

Pengalaman “ekstrim” pernah dia rasakan, saat awal-awal bekerja sebagai wartawan di Harian Kompas Cetak (1995). Sekali waktu, print-out laporan liputannya Kembali diperlihatkan kepadanya. Kali ini, kertas putih itu sudah penuh coretan tinta merah.

Setelah “diceramahi” dengan sedikit umpatan berbau guyonan, kertas penuh coretan itu lalu dirobek-robek dan kemudian dibuang di tempat sampah, diludahi, dan bahkan dikencingi oleh editornya di koridor kamar mandi.

Muncul perasaan tersinggung dan juga “sakit hati” terjadi sesaat. Itu sudah pasti.

Namun, emosi negatif itu kemudian diolah dan oleh editor yang jauh lebih “ramah” dan santun dia dibombong untuk bisa mengambil hikmah dari aksi perundungan itu.

Itu pengalaman “negatif”, tapi pada akhirnya berbuah “positif”. Yang macam itu akhirnya mengajari kita akan sesuatu hal penting dalam hidup.

Terutama dalam program bina diri untuk punya kemampuan menulis.

Bekerja secara profesional menjadi jurnalis di media massa utama itu sungguh butuh kebesaran jiwa. Juga daya juang yang tidak gampang lembek.

Singkat kata, kita harus memiliki jiwa besar hati.

“Juga harus mau berlapang dada dan ihklas menerima kritik yang -meski sering nyinyir atau menyakitkan- namun pada dasarnya sifatnya konstruktif. Karena ingin memotivasi orang agar mau maju,” jelas Mathias Hariyadi yang selalu tampil penuh antusias.

Seperti pepatah Cina itu berbunyi: “Satu langkah perubahan besar itu selalu dimulai dari satu langkah kecil”.

Maka, begitulah keyakinan Mathias Hariyadi, maka dia juga dengan sangat antusias langsung mengajak peserta untuk mulai latihan menulis.

“Mencoba saja menulis hal-hal atau peristiwa yang terjadi di sekitar kita. Misalnya kegiatan lingkungan, wilayah, paroki, kegiatan-kegiatan kelompok kategorial seperti Legio Mariae, WKRI, Bina Iman, peristiwa berita tahbisan imam atau tahbisan uskup.

Banyak peristiwa terjadi di sekitar kita dan sering luput dari perhatian kita sebagai warga Gereja,” terang Mathias Hariyadi yang sejak tahun 2002 sampai sekarang aktif menulis untuk Agenzia Fides (www.fides.org) dan AsiaNews.it (www.asianews.it) media Katolik yang berbasis di Eropa. (Berlanjut)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here